commit to user 17
dengan: n
= panjang data, X
= tinggi hujan rerata, S
= standar deviasi. Ada beberapa distribusi dalam analisis hidrologi antara lain distribusi Normal,
Log-Normal, extreme value Type I Gumbel, dan Log-Pearson III. Dalam praktek, distribusi probabilitas yang benar sulit diketahui, maka untuk
menjelaskan fenomena yang terkait perlu dilakukan pemilihan jenis distribusi yang cocok melalui pendekatan statistik.
Beberapa bentuk jenis distribusi yang dipakai dalam analisis frekuensi untuk hidrologi di antaranya:
a. Distribusi Normal
Persamaan yang dipakai dalam distribusi normal adalah:
T p
1 =
2.16
5 .
, 1
ln
2 1
2
£ ú
û ù
ê ë
é ÷÷
ø ö
çç è
æ =
p p
w 2.17
3 2
2
001308 .
189269 .
432788 .
1 1
010328 .
802853 .
515517 .
2 w
w w
w w
w z
K
T
+ +
+ +
+ -
= =
2.18 dengan:
T = kala ulang,
p = probabilitas,
K
T
= faktor frekuensi. Sifat-sifat distribusi Normal adalah nilai koefisien kemelencengan skewness
sama dengan nol C
s
≈0 dan nilai koefisien kurtosis mendekati tiga C
k
≈3. Selain itu terdapar sifat-sifat distribusi frekuensi kumulatif berikut ini:
87 ,
15 =
- s x
P 50
= x
P 14
, 84
= + s
x P
commit to user 18
b. Distribusi Log-Normal
Distribusi Log-Normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak mengikuti distribusi Normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi
Normal. Sifat-sifat distribusi Log-Normal adalah sebagai berikut: Koefisien kemelencengan
: C
s
=C
v 3
+3C
v
2.19 Koefisien kurtosis
: C
k
=C
v 8
+6C
v 6
+15C
v 4
+16C
v 2
+3 2.20
c. Distribusi Gumbel
Persamaan yang dipakai dalam distribusi Gumbel adalah:
{
þ ý
ü ú
û ù
ê ë
é ÷
ø ö
ç è
æ -
+ -
= 1
ln ln
5772 .
6 T
T K
T
p 2.21
dengan: K
T
= faktor frekuensi, T
= kala ulang. Distribusi gumbel mempunyai sifat:
Koefisien kemelencengan : C
s
=1,14 Koefisien kurtosis
: C
k
=5,4
d. Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson III digunakan apabila parameter statistik tidak sesuai dengan model distribusi yang lain. Persamaan yang dipakai adalah:
5 4
3 2
2 3
2
3 1
1 6
3 1
1 k
zk k
z k
z z
k z
z K
T
+ +
- -
- +
- +
= 2.22
dengan: K
T
= faktor frekuensi, k
= 6
s
C .
commit to user 19
Untuk memilih distribusi yang sesuai dengan data yang ada, perlu dilakukan uji statistik. Pengujian biasanya dilakukan dengan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov-
Kolmogorov. 1. Uji Chi Kuadrat
Pengujiaan chi-kuadrat dilakukan dengan menggunakan parameter
c
2
, dengan rumus sebagai berikut:
å
=
- =
K i
Ef Of
Ef
1 2
2
c 2.23
dengan:
c
2
= harga Chi-kuadrat terhitung, K
= banyaknya kelas, O
f
= frekuensi terbaca pada setiap kelas, E
f
= frekuensi yang diharapkan untuk setiap. Nilai
c
2
hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai
c
2
kritis. Nilai
c
2
kritis telah tersedia dalam bentuk tabel yaitu merupakan fungsi dari jumlah kelas, jumlah
parmeter, dan derajat kegagalan. 2. Uji Smirnov–Kolmogorov
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai Δ maksimum, yaitu selisih
maksimum antara plot data dengan garis teoritis pada kertas probabilitas. Nilai Δ
kritis Δcr, Smirnov Kolmogorov Test tergantung dari jumlah data n dan derajat
kegagalan α.
2.2.5 Hujan Rencana
Berdasarkan nilai parameter statistik dari data yang ada dan setelah dipilih jenis distribusi probabilitas hujan yang cocok sesuai hasil uji statistik, hujan rancangan
kemudian dihitung dengan rumus berikut:
S K
X X
T T
. +
=
2.24 dengan:
commit to user 20
X
T
= tinggi hujan dengan kala ulang T tahun, K
T
= faktor frekuensi, merupakan fungsi jenis dristribusi dan kala ulang.
2.2.6 Intensitas Hujan
Intensitas hujan I merupakan laju hujan rerata dalam mmjam untuk suatu wilayahluasan tertentu. Intensitas hujan tersebut dipilih berdasarkan lama hujan
dan kala ulang T yang telah ditentukan. Lama hujan dapat ditetapkan berdasarkan kejadian hujan, namun bila tidak terdapat data hujan dari stasiun
otomatis maka lama hujan dapat dihampiri dengan waktu konsentrasi t
c
untuk wilayah tersebut. Kala ulang didasarkan pada kebutuhan perencanaan. Besarnya
intensitas hujan dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara tinggi hujan, lama hujan dan frekuensi atau sering disebut sebagai lengkung hujan.
a. Waktu Konsentrasi t
c
Besarnya aliran dianggap mencapai puncak pada saat waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi t
c
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kirpich
:
385 ,
77 ,
06628 .
-
= S
L T
c
2.25 Australian Rainfall-Runoff
:
T A
c
= 0 76
0 38
,
,
2.26 dengan:
Tc = waktu konsentrasi jam,
A = luas DAS km
2
, L
= panjang sungai utama km, S
= kemiringan sungai mm.
b. Pola Agihan Hujan
Pencatatan hujan biasanya dilakukan dalam satuan waktu harian, jam-jaman atau menit. Pencatatan biasanya dilakukan dengan interval waktu pendek supaya
distribusi hujan selama terjadinya hujan dapat diketahui. Distribusi hujan yang terjadi digunakan sebagai masukan untuk mendapatkan hidrograf aliran.
commit to user 21
Dalam penelitian ini untuk menentukan pola agihan hujan secara empiris digunakan cara Modified Mononobe, Alternating Block Method ABM, dan
Triangular Hyetograph Method THM. 1.
Modified Mononobe Untuk keperluan perancangan, curah hujan rancangan yang telah ditetapkan
berdasarkan hasil analisis perlu diubah menjadi lengkung intensitas curah hujan. Lengkung tersebut dapat diperoleh berdasarkan data hujan dari stasiun hujan
otomatis dengan rentang waktu yang pendek misal: menit atau jam. Dalam praktek, data hujan otomatis relatif sulit diperoleh, sehingga lengkung intensitas
curah hujan untuk durasi pendek ditentukan berdasarkan data hujan harian, dengan menggunakan Modified Mononobe, yang dapat dilihat pada persamaan
berikut:
3 2
24
÷ ø
ö ç
è æ
÷÷ ø
ö çç
è æ
= t
t t
R I
c c
2.27
dengan:
I
= intensitas hujan dengan kala ulang T untuk durasi t mmjam, R
24
= intensitas hujan harian untuk kala ulang T mmhari, t
c
= waktu konsentrasi jam, t
= durasi hujan jam. 2. Alternating Block Method ABM
Alternating Block Method ABM adalah cara sederhana untuk membuat hyetograph rencana dari kurva IDF Chow et al., 1988. Hyetograph rencana yang
dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam n rangkaian interval waktu yang berurutan dengan durasi
∆t selama waktu Td = n∆t. Untuk periode ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setiap durasi waktu
∆t, 2∆t, 3∆t,...,n∆t. Ketebalan hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai ketebalan hujan yang
berurutan merupakan pertambahan hujan dalam interval waktu ∆t. Pertambahan
hujan tersebut blok-blok, diurutkan kembali ke dalam rangkaian waktu dengan intensitas maksimum berada pada tengah-tengah durasi hujan Td dan blok-blok
commit to user sisanya disusun dalam uruta
blok tengah. Dengan dem Gambar 2.3.
Gamba
3. Triangular Hyetograph M Model distribusi seragam se
terdistribusi mengikuti bent kedalaman hujan rencana p
segitiga merupakan nilai ke dihitung dengan rumus:
Td p
I
p
2 =
dengan: Ip
= intensitas punca p
= hujan rencana Td
= durasi hujan ja Untuk menentukan waktu t
yang didefinisikan sebagai
5 10
15 20
25
1
K e
te b
al an
h u
jan m
m
utan menurun secara bolak-balik pada kanan dan demikian terbentuk hyetograph rencana, seper
mbar 2.3 Hyetograph dengan ABM
ograph Method THM segitiga menganggap bahwa ketebalan hujan jam
bentuk segitiga. Hyetograph segitiga bisa dibentuk p dan durasi hujan Td diketahui. Dalam metode
i ketebalan hujan dan ordinat puncak hyetograp
s puncak mmjam, mm,
n jam. u terjadinya intensitas hujan puncak, dipakai koe
gai rasio dari waktu terjadi intensitas hujan dengan
2 3
4 5
6 7
Durasi hujan jam
dan kiri dari perti pada
n jam-jaman ntuk setelah
ode ini, luas ograph yang
2.28
koefisien r gan puncak
commit to user 23
Tp dengan nilai total durasinya Td. Jadi waktu dimana terjadinya intensitas hujan puncak ditentukan dengan rumus:
Td r
Tp .
=
2.29 dengan:
r = rasio umumnya ditetapkan sebesar 0.3-0.5,
Tp = waktu puncak jam,
Td = durasi hujan jam.
commit to user
Jatipurno Girimarto SKT
Girimarto PP
Jatisrono Slogohimo
Jatisrono Otm Sidoharjo
Ngadirojo
Jatiroto
®
2.5 5
7.5 10
1.25 Kilometers
PETA SUB DAS KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI
KETERANGAN Stasiun hujan manual
Stasiun hujan otomatis
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Sub DAS Keduang yang terletak di Kabupaten Wonogiri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Sub DAS Keduang memiliki 9
sembilan stasiun hujan, yaitu: 1 Sidoharjo, 2 Slogohimo, 3 Jatiroto, 4 Jatipurno, 5 Jatisrono, 6 Ngadirojo, 7 Girimarto PP, 8 Girimarto SKT, dan 9
Jatisrono Otm.
Gambar 3.1 Peta Sub DAS Keduang
3.2 Data yang Dibutuhkan
Data yang dibutuhkan dalam analisis adalah: 1. Peta sub DAS keduang beserta stasiun hujan yang ada di dalamnya.
2. Peta batas DAS Wonogiri.
24