commit to user 8
5. Cara lain yaitu dengan analisis frekuensi data hujan setiap stasiun sepanjang data yang tersedia. Hasil analisis frekuensi tersebut selanjutnya dirata-ratakan
sebagai hujan rata-rata DAS. Dalam kaitan penyiapan data hanya cara yang pertama dan kedua yang dianjurkan
untuk digunakan.
2.1.4 Karakteristik Hujan
Suripin 2004 menguraikan bahwa data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik saja point rainfall.
Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat space, maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah
tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar
kawasan. Bambang Triatmodjo 2008 menerangkan bahwa ada tiga cara yang digunakan
dalam menghitung hujan rerata kawasan, yaitu: 1. Metode rerata aritmatik aljabar
Metode ini paling sederhana dibanding metode lain. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi
dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih
berdekatan juga bisa diperhitungkan.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila: a. stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dalam jumlah yang cukup,
b. distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.
commit to user 9
2. Metode Thiessen Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang
tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditunjau tidak merata. Hitungan
curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun.
Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rerata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk jumlah dan letak stasiun hujan
tertentu. Apabila terdapat penambahan jumlah stasiun hujan, ataupun perubahan letak stasiun hujan, maka harus dibuat poligon yang baru.
Gambar 2.1 Cara Poligon Thiessen
3. Metode Isohyet Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan
yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua
garis isohyet tersebut. Metode isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung ketebalan hujan
rerata di suatu daerah, tetapi cara ini membutuhkan data yang dapat mendukung
commit to user 10
disusunnya Isohyet, baik dalam hal jumlah stasiun dan kualitas serta kunantitas data hujan.
Gambar 2.2 Cara Garis Isohyet CD Soemarto 1986 menyatakan bahwa dalam proses pengalihragaman hujan
menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan I, lama waktu hujan t, ketebalan hujan d,
frekuensif, dan luas daerah pengaruh hujan A. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan Sri Harto, 1993. Intensitas hujan
yang tinggi pada umunya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas.
Sri Harto 1993 menyebutkan bahwa analisis intensitas hujan memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman
data hujan. Dalam statistik dikenal empat macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu Normal, Log-Normal, Gumbel dan Log Pearson
III. Masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan menggunakan uji Chi Kuadrat dan
Smirnov-Kolmogorov. Pemilihan jenis distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan yang cukup besar, baik over estimated maupun under
estimated.
2.1.5 Pola Agihan Hujan