20 digunakan adalah antosianin, karoten, dan krolofil, sedangakan pewarna
sintetik yang digunakan misalnya FDC Food and Drugs Colorant dalam berbagai jenis warna Winarno, 1997.
G. SPEKTROSKOPI
Prinsip spektroskopi didasarkan pada adanya interaksi dari energi radiasi elektromagnetik dengan zat kimia. Hasil interaksi tersebut dapat
menimbulkan satu atau lebih peristiwa, seperti pemantulan refleksi, pembiasan refraksi, interferensi, difraksi, penyerapan absorpsi,
flouresensi, fosforesensi, dan ionisasi. Dalam analisis kimia, peristiwa absorpsi merupakan dasar dari cara spektroskopi.
Spektroskopi dapat digunakan dalam aplikasi kualitatif, karena proses absorpsi tersebut bersifat unikspesifik untuk setiap zat kimia atau
segolongan zat kimia. Spektroskopi juga dapat digunakan dalam aplikasi kuantitatif, karena banyaknya absorpsi berbanding lurus dengan
banyaknya zat kimia. Instrumen yang digunakan dalam metode analisis dengan prinsip spektroskopi ini disebut dengan spektrofotometri.
Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar apabila suatu cahaya putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna maka radiasi
melalui larutan berwarna akan diserap secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum larutan berwarna terjadi pada
daerah yang berlawanan. Karena warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Contohnya larutan yang berwarna
merah akan menyerap radiasi maksimum warna hijau.
H. KROMAMETER
Kromameter merupakan alat analisis warna secara tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Prinsip
kerja alat ini adalah mengukur perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel Hutching, 1999.
Sistem notasi warna adalah cara sistematik dan obyektif dalam menyatakan dan mendeskripsikan suatu jenis warna. Di antara sistem
warna terdapat tiga macam notasi warna, yaitu ICI, Munsell, dan Hunter.
21 Sistem ICI International Comission on Ilumination didasarkan
pada semua warna dapat dibentuk tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Masing-masing warna dinyatakan sebagai X untuk warna merah, Y
untuk hijau, dan Z untuk biru Soekarto,1997. Sistem notasi warna yang paling banyak digunakan adalah sistem
Hunter yang memiliki tiga parameter untuk mendeskripsikan warna, yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan cerah atau gelapnya sampel dan
memiliki skala dari 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan sampel sangat gelap warna hitam dan 100 menyatakan sampel sangat cerah warna putih
untuk menyatakan kecerahan yang memiliki nilai 0-100. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel, dengan a positif
menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning
atau biru, dengan b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70
Francis, 1996.
Gambar 5. Diagram warna Hunter L, a, b
Pengukuran warna dengan sistem Munsell didasarkan pada tiga atribut subyektif warna, yaitu warna kromatik hue, kecerahan value,
dan intensitas warna chroma atau saturation. Warna kromatik hue meliputi warna monokromatik yang terdiri dari warna-warna pelangi dan
warna campurannya. Kecerahan value menyatakan warna akromatik gelap dan terangnya warna yang berkisar dari warna hitam pekat sampai
22 putih bersih. Nilai intensitas warna chroma berkisar dari nilai tidak
berwarna sampai warna penuh. Nilai chroma C merupakan resultan dari nilai a dan b yang
dihitung berdasarkan rumus C = √a
2
+b
2
. Semakin tinggi nilai C maka warna akan terlihat semakin tua karena intensitasnya yang meningkat.
Nilai hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai hue
menyatakan panjang gelombang dominan yang menentukan apakah warna tersebut merah, kuning, atau hijau. Nilai hue dihitung dengan rumus
hue = arctan ba.
Nilai hue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai hue yang ada pada bola imajiner Munsell Gambar 6, sehingga diperoleh data
warna secara obyektif yang merupakan kisaran warna yang mendekati warna sampel sebenarnya. Nilai hue yang diperoleh harus berada dalam
bentuk nilai derajat radian agar dapat diinterpretasikan ke dalam bola imajiner Munsell, setiap derajat radian tertentu menyatakan warna visual
yang dilihat.
Gambar 6. Bola imajiner Munsell
Di dalam bola imajiner Munsell telah terdapat pembagian wilayah warna pada sudut-sudut tertentu. Wana merah R berada pada wilayah 21
sampai 52 pada kuadran satu, warna kuning-merah YR berada pada
wilayah 53 sampai 84
pada kuadran satu, warna kuning Y berada pada wilayah 85
pada kuadran satu sampai 21 pada kuadran dua, warna hijau-
kuning GY berada pada wilayah 22 sampai 61
pada kuadran dua, warna hijau G berada pada wilayah 62
pada kuadran dua sampai 0 pada
23 kuadran tiga, warna biru-hijau BG berada pada wilayah 1
pada kuadran tiga
sampai 35 pada kuadran tiga, warna biru B berada pada wilayah 36
sampai 81 pada kuadran tiga, warna ungu-biru PB berada pada wilayah
82 pada kuadran tiga sampai 36
pada kuadran empat, warna ungu P berada pada wilayah 37
sampai 71 pada kuadran empat, dan warna
merah-ungu RP berada pada wilayah 72 pada kuadran empat sampai 20
pada kuadran satu. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi
oleh nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada metode Hunter bernilai negatif maka untuk menginterpretasikan warnannya pada diagram
Munsell, nilai negatifnya dihilangkan terlebih dahulu, kemudian diukur pada kuadran yang paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada
kuadaran satu, a dan b bernilai positif. Pada kuadran dua, a bernilai negatif dan b bernilai positif. Pada kuadran tiga, a dan b bernilai negatif. Pada
kuadran empat, a bernilai positif dan b bernilai negatif. Setelah didapatkan interpretasi warna pada diagram Munsell maka data ini dapat
dibandingkan dengan penampakan visual yang ada.
Tabel 2. Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell
Hue ⁰
Warna 21 kuadran I - 52 kuadran I
Merah 53 kuadran I – 84 kuadran I
Merah-Kuning 85 kuadran I – 21 kuadran II
Kuning 22 kuadran II – 61 kuadran II
Hijau-Kuning 62 kuadran II – 0 kuadran III
Hijau 1 kuadran III – 35 kuadran III
Biru-Hijau 36 kuadran III – 81 kuadran III
Biru 82 kuadran III – 36 kuadran IV
Ungu-Biru 37 kuadran IV – 71 kuadran IV
Ungu 72 kuadran IV –20 kuadran I
Merah-Ungu
24
III. METODOLOGI PENELITIAN