Pengembangan model penduga klorofil-a perairan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemodelan

4.1.1 Pengembangan model penduga klorofil-a perairan

Berdasarkan grafik hubungan antara data klorofil-a in situ dengan reflektansi kombinasi kanal yang dikorelasikan, terlihat bahwa korelasi yang menunjukkan pola paling teratur adalah korelasi dengan menggunakan kromatisiti merah. Persamaan kromatisiti adalah sebagai berikut. Kromatisiti merah = - - - - .......................................... 9 Penggunaan kromatisiti merah baik untuk menduga konsentrasi klorofil-a di perairan, walaupun berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang lebih banyak menggunakan transformasi rasio. Wouthuyzen 1991 menggunakan rasio kanal-2kanal-1 untuk mengekstrak konsentrasi klorofil di Teluk Omura, Jepang. Wibowo et. al. 1994 juga menggunakan rasio kanal kanal-3kanal-2 dalam mengekstrak konsentrasi klorofil di Cirebon, Lampung, Jambi, dan Jepara. Dwivedi dan Narrain 1987 dan Pentury 1997 menggunakan rasio kanal- 2kanal-1 dalam mengekstrak klorofil di daerah penelitiannya. Maeden dan Kapetsky 1991 menyebutkan bahwa kanal-3 berperan dalam penentuan daerah penyerapan klorofil dan membedakan jenis tanaman. Kanal-1 juga berperan dalam penentuan klorofil yakni mendeteksi serapan klorofil serta membedakan antara tanah dan vegetasi untuk kasus di darat, sedangkan peran kanal-2 adalah untuk mendeteksi kesuburan vegetasi. Berikut merupakan grafik hubungan nilai in situ klorofil-a dengan nilai kromatisiti merah, di mana N merupakan jumlah data yang digunakan. Gambar 3. Hubungan kromatisiti merah dengan nilai in situ klorofil-a pada musim kemarau dan musim hujan Pada musim kemarau, semakin besar nilai kromatisiti merah, semakin besar konsentrasi klorofil-a di stasiun pengamatan Gambar 3. Sebaliknya, pada musim hujan, semakin besar nilai kromatisiti merah, nilai klorofil-a justru semakin rendah. Hal ini akan diuji dan divalidasi lebih lanjut dengan uji beda nilai tengah uji-t, apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi klorofil-a dari model dengan konsentrasi klorofil-a in situ. Secara keseluruhan, kombinasi kanal yang paling mewakili adalah kromatisiti merah karena hubungan antara keduanya terlihat dalam pola yang jelas. Setelah ditetapkan penggunaan kromatisiti merah dalam pengembangan model untuk klorofil-a, selanjutnya untuk mengetahui model yang paling tepat maka dicobakan enam model yakni model linear, logaritmik, eksponensial, polynomial orde 2, polynomial orde 3, dan power yang memiliki nilai R 2 tinggi dan RMS error paling kecil. Tabel berikut menunjukkan model-model yang diperoleh untuk konsentrasi klorofil-a perairan. Tabel 9. Beberapa model konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Jakarta pada musim kemarau Mei-Oktober dan nilai R 2 serta RMS error-nya No. Model Hubungan Pengujian R 2 RMS error 1 Linear : y = 6.295x - 1.326 0.643 0.2039 2 Logaritmik : y = 1.733lnx + 2.666 0.599 0.2162 3 Eksponensial : y = 0.012e 12.22x 0.745 0.1784 4 Polynomial orde 2 : y = 55.76x 2 - 26.17x + 3.293 0.749 0.1709 5 Polynomial orde 3 : y = 415.8x 3 - 304.1x 2 + 75.97x - 6.204 0.765 0.1655 6 Power : y = 30.54x 3.437 0.723 0.1906 Model polynomial orde 3 memiliki nilai R 2 paling tinggi yakni 0.765 dan sekaligus memiliki nilai RMS error paling rendah yakni 0.1655 Tabel 11. Hal ini berarti sebanyak 87.46 nilai klorofil-a yang diperoleh dapat dijelaskan oleh model, dan hanya sebanyak 12.54 yang tidak dapat dijelaskan oleh pemodelan. Demikian pula nilai penyimpangan RMS-nya terendah sehingga membuktikan bahwa model paling baik karena hampir semua data mendekati garis regresi. Dari sini dapat disimpulkan model polynomial orde 3 dapat digunakan sebagai model penduga konsentrasi klorofil-a pada musim kemarau sebagai berikut. y = 415.8x 3 - 304.1x 2 + 75.97x - 6.204 ...................................................... 10 di mana: y = konsentrasi klorofil-a mgm 3 x = nilai kromatisiti merah Tabel 10. Beberapa model konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Jakarta pada musim hujan November-April dan nilai R 2 serta RMS error-nya No. Model Hubungan Pengujian R 2 RMS error 1 Linear : y = -7.201x + 2.717 0.756 0.0732 2 Logaritmik : y = -2.41lnx - 2.334 0.764 0.0721 3 Eksponensial : y = 1715e -26.1x 0.747 0.0715 4 Polynomial orde 2 : y = 56.62x 2 - 45.02x + 9.017 0.777 0.0701 5 Polynomial orde 3 : y = -3900.x 3 + 3947.x 2 - 1336.x + 151.4 0.810 0.1458 6 Power : y = 2.10 -05 .x -8.65 0.738 0.0730 Untuk musim hujan, nilai R 2 paling tinggi terdapat pada model polynomial orde 3, yakni 0.810 Tabel 12. Dari nilai R 2 diketahui nilai koefisien korelasinya r sebesar 0.9. Hal ini berarti sebanyak 90 nilai klorofil-a yang diekstrak dari citra dapat dijelaskan oleh model polynomial orde 3 ini. Nilai klorofil-a yang tidak dapat dijelaskan oleh model polynomial orde 3 ini hanya 10 saja. Model yang memiliki nilai RMS error paling rendah adalah model polynomial orde 2 dengan nilai 0.0701. Namun, karena nilai R 2 jauh lebih tinggi pada model polynomial orde 3 maka pada musim hujan model yang dianggap paling baik untuk menduga konsentrasi klorofil-a adalah model polynomial orde 3. Jadi, model penduga konsentrasi klorofil musim hujan adalah sebagai berikut. y = -3900.x 3 + 3947.x 2 - 1336.x + 151.4 .................................................... 11 di mana: y = konsentrasi klorofil-a mgm 3 x = nilai kromatisiti merah

4.1.2 Pengembangan model penduga transparansi perairan