Warna air laut, fitoplankton, dan klorofil-a

pada musim hujan yakni antara bulan Januari sampai Februari Praseno dan Kastoro, 1980. Menurut Praseno dan Kastoro 1980, suhu perairan Teluk Jakarta berkisar antara 28 C - 32 C dan termasuk normal untuk perairan tropis. Kisaran suhu ini merupakan kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu terjadi apabila ada angin kuat yang menyebabkan turunnya suhu permukaan. Distribusi suhu di Teluk Jakarta berubah terhadap musim. Untuk musim barat Desember-Februari suhu air laut di Teluk Jakarta paling rendah, yaitu rata-rata sebesar 28.31 C. Selama musim peralihan I Maret-Mei suhu rata-ratanya naik menjadi 29.31 C, kemudian suhu rata-rata turun kembali menjadi 28.29 selama musim timur Juni-Agustus. Untuk musim peralihan II September-November, suhu rata-ratanya naik menjadi 29.29 C Arief, 1980. Pada musim pancaroba, umumnya suhu menjadi lebih tinggi.

2.2 Warna air laut, fitoplankton, dan klorofil-a

Penginderaan jauh warna air laut ocean color remote sensing merupakan penginderaan jauh yang memanfaatkan radiasi GEM yang dipantulkan dari bawah permukaan laut Hovis et. al., 1980. Warna air laut ini dipengaruhi kandungan fitoplankton dan yellow substances berupa muatan padatan terlarut MPT. Dari kondisi ini, air laut dapat dikelompokkan dalam dua kondisi Sathyendranath dan Morrel, 1983 yakni tipe I case-I water dan air kasus II case-II water. Pada perairan tipe I, komponen utama yang mempengaruhi sifat optik atau biooptik air laut adalah fitoplankton, khususnya klorofil-a. Perairan tipe II merupakan tipe perairan yang sifat optik air lautnya didominasi oleh sedimen suspensi, bahan organik terlarut yellow substances, dan partikel yang berasal dari tanah, sungai, dan gletser. Dari sifat optik tersebut, maka pada umumnya perairan tipe I diklasifikasikan sebagai perairan lepas pantai oseanik, sedangkan tipe II adalah perairan pantaidangkal wilayah pesisir seperti Teluk Jakarta Wouthuyzen et. al., 2008. Fitoplankton disebut juga plankton nabati merupakan penggolongan kelompok plankton secara fungsional. Adapun definisi plankton sendiri adalah makhluk tumbuhan atau hewan yang hidupnya mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya kalaupun ada sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Jadi yang dimaksud fitoplankton di sini adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dalam laut Nontji, 2008. Menurut Odum 1996, fitoplankton adalah tumbuhan berukuran sangat kecil dan hidupnya terapung atau melayang-layang dalam kolom perairan, sehingga pergerakannya dipengaruhi gerakan air. Adapun kelompok fitoplankton yang sangat umum dijumpai di perairan tropis adalah diatom Bacillariophyceae dan dinoflagelata Dynophyceae Nontji, 2008. Fitoplankton mengandung klorofil-a, pigmen fotosintesis dominan yang mengabsorpsi kuat energi pada kanal biru dan merah spektrum cahaya tampak. Karena klorofil-a meningkat konsentrasinya di dalam air laut, maka warna air berubah dari biru tua pada kondisi kaya klorofil-a sampai hijau. Terdapat pula pigmen pecahan klorofil-a yaitu phaeopigmen a yang memiliki spektrum absorpsi hampir sama dengan klorofil-a Lo, 1996. Klorofil berperan dalam reaksi fotosintesis yang menentukan produktivitas suatu perairan. Sifat klorofil yang dapat menyerap dan memantulkan spektrum cahaya tertentu dimanfaatkan untuk mendeteksi sebaran klorofil fitoplankton di permukaan laut dari satelit. Individu fitoplankton memang berukuran sangat kecil, akan tetapi bila berada dalam satu komunitas maka warna hijau yang menjadi ciri khas klorofil fitoplankton dapat diindera dari satelit. Menurut Nontji 2008, penginderaan terhadap fitoplankton didasarkan pada kenyataan bahwa semua fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna hijau yang ada pada setiap tumbuhan, di mana klorofil ini cenderung menyerap warna biru dan merah serta memantulkan warna hijau. Klorofil-a merupakan indikator kelimpahan dan biomassa fitoplankton yang dapat digunakan sebagai ukuran kualitas perairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan nutrien dalam perairan Ward et. al., 1998; NLWRA, 2002; in Afdal dan Riyono, 2008. Pengukuran kandungan klorofil-a fitoplankton merupakan salah satu alat pengukuran kesuburan suatu perairan yang dinyatakan dalam bentuk produktivitas primer. Selain itu, klorofil-a juga bisa dijadikan sebagai indikator terjadinya eutrofikasi di suatu perairan Bricker et. al., 1999, in Afdal dan Riyono, 2008 di mana eutrofikasi diindikasikan dengan tingginya konsentrasi klorofil-a di perairan 30 mgm 3 . Bohlen dan Boynton 1966, in Afdal dan Riyono, 2008 memberikan kriteria perairan teluk dan muara berdasarkan konsentrasi klorofil-a sebagai berikut. Tabel 1. Kondisi perairan berdasarkan konsentrasi klorofil-a Kategori Perairan Konsentrasi Klorofil-a Normal 15 mgm 3 Sedang 15-30 mgm 3 Buruk 30 mgm 3

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan klorofil-a