Bahan dan Alat Metode Penelitian

1 Penilaian Kriteria dan Alternatif Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan dengan penilaian skala perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah 1-9 dengan nilai dan definisi pendapat kualitatif dari Saaty, seperti yang dikemukakan Marimin, 2004 2 Penentuan Kriteria. Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan pairwise comparisons. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria-kriteria kualitatif yang ada dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik 3 Konsistensi Logis Semua elemen kemudian dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000. Adapun rumusan dasarnya adalah sebagai berikut: A. Menentukan Vektor Eigen EV Nilai EV bisa diperoleh dengan rumus Saaty, 1980:87 .... 3 2 1 n i i i i vj n N N N N E × × × = Dengan i = 1,2,3,...,n B. Menentukan Vektor Prioritas Vektor prioritas pada dasarnya merupakan EV yang telah disesuaikan, dimana VP tiap baris merupakan rasio EV tiap baris terhadap jumlah toatal EV. Nilai VP merupakan prosentase dari EV sehingga jumlah seluruh VP adalah 1 100. VP tiap baris diperoleh dengan rumus berikut : Saaty, 1980:88 Keterangan : makin tinggi VP makin tinggi prioritasnya VPt = EVi ΣEVi C. Menentukan konsistensi maksimum λ maks dan indeks konsistensi. Nilai Eigen Eigen Value = λ maks pada AHP bertujuan untuk melihat penyimpangan konsistensi suatu matriks. Secara praktis λ maks diperoleh dari hasil perkalian jumlah kolom 1 dengan vektor prioritas baris 1, jumlah kolom kedua dikalikan dengan vektor prioritas baris 2 dan seterusnya, kemudian dijumlahkan atau dengan rumus : Saaty, 1980:88 λ maks selalu lebih beasr daripada ukuran matriks nI, makin dekat λ maks dengan n maka nilai observasi dalam matriks makin konsisten. Nilai tingkat konsistensiindeks konsistensi IK bisa dirumuskan dengan : walaupun AHP memberikan peluang untuk ada inkostensi namum toleransi IK yang dapat diterima maskimal adalah 0,1. dengan demikian dapat diketahui seberapa jauhkan sesesorang konsisten dengan persepsipenilainnya sendiri. Semakin nilai IK mendekati nilai 0, maka semakin konsistensi suatu observasi.

3.4. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data skunder, adapun rincian data yang diperlukan adalah sebagai berikut; λ maks = Σ jumlah kolom ke j x Vpi untuk i = j IK = λ maks-n n-1

3.4.1. Data Sekunder

Adalah data-data yang di dapat dari lembaga atau instansi yang ada, adapun data yang di perlukan antara lain adalah Jenis Data Kegunaan -Peta Administrasi Kota Tangerang -Dokumen RTRW -Peraturan Yang Terkait RTH -Peraturan mengenai IMB dan PBB -Data Penerimaan IMB dan PBB -Untuk mengetahui Posisi dan Letak wilayah -Untuk mengetahui arah rencana pembangunan secara keseluruhan dari Kota tangerang -Untuk mengetahui aturan-aturan berkenaan dengan Bentuk dan Lembaga pengelola -Untuk mengetahui bagaimana IMB dan PBB tersebut dikutip dari masyarakat -Untuk mengetahui berapa besar yang di terima PEMDA dari IMB dan PBB

3.4.2. Data Primer

Adalah data-data yang di dapat dari masyarakat, cara mendapatkannya adalah dengan menyebar kuesioner, adapun data yang di dapat antara lain: Jenis Data Kegunaan -Harga Lahan M 2 di tingkat kecamatan -Besaran prosentase dari Kemauan membayar Masyarakat -Untuk mendapatkan besaran yang dapat diterima oleh Pemerintah Daerah jika terjadi konversi lahan -Untuk mendapatkan besaran uang yang dapat diterima oleh Pemerintah Daerah Dalam penelitian ini, responden dipilih berdasarkan penciri khusus, yaitu responden yang memiliki rumah dan tanaman asri, Responden ditanyakan dan diberikan pilihan antara mau membayar atau tidak mau membayar konpensasi perbaikan lingkungan agar menjadi baik. Pada penelitian ini kusioner yang disebar sebanyak 150, dan yang kembali serta layak untuk di proses sebanyak 130 atau 86,7 .

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Ruang Terbuka Hijau Aktual

Ruang terbuka hijau RTH di Kota Tangerang adalah ruang yang ditutupi vegetasi baik tumbuh secara alami maupun binaan, termasuk didalamnya adalah vegetasi berpohon dan semak, tanaman semusim, dengan luas keseluruhan 7.492,5 ha. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau mengamanatkan luas RTH suatu wilayah adalah 30 dari luas wilayah atau seluas 4.978,1 ha. Berdasarkan amanat UU no 26 tersebut maka keseluruhan RTH Kota Tangerang 7.492,5 ha telah terpenuhi bahkan melebihi, namun berdasarkan penyebaran RTH pada setiap kecamatan di Kota Tangerang terdapat dua kecamatan yang memiliki RTH terbatas yaitu Kecamatan Cileduk dan Larangan. Berdasarkan penutupan lahan, di kota Tangerang diklasifikasikan dalam 4 empat klasifikasi vegetasi, yaitu klasifikasi bervegetasi pohon, bervegetasi semak, rumput dan tanaman semusim, klasifikasi bervegetasi tanah kosong dan bervegetasi lahan terbangun. Gambar 5 di bawah ini memperlihatkan penutupan lahan di Kota Tangerang. Gambar.5 Peta Penutupan Lahan di Kota Tangerang dalamPancawati J 2010 Berdasarkan Gambar 5, luasan dari masing-masing klasifikasi penutupan lahan adalah, penutupan lahan bervegetasi pohon dengan luas total 973,7 ha, semak, rumput, tanaman semusim dan tanaman sejenis dengan luas 6.518,8 ha, lahan kosong seluas 212,9 ha dan lahan terbangun seluas 7.492,5 ha. Yang termasuk RTH adalah lahan bervegetasi pohon seluas 973,7 ha dan bervegetasi semak, rumput, tanaman semusim dan tanaman sejenis seluas 6.518,8 ha. Bentuk RTH bervegetasi semak,rumput dan tanaman sejenis yang dominan bahkan keberadaan luasanya diatas 20 dari luas setiap kecamatan,hanya di kecamatan Larangan yang keberadaan luasnya di bawah 20.Gambar 6 dibawah ini memperlihatkan beberapa photo bentuk-bentuk penutupan lahan di Kota Tangerang Tanaman Semusim Kec. Pinang Semak Rumput Kec. Cipondoh Tanaman Pohon Kec. Karawaci Tanaman Pohon Kec. Neglasari Lahan Kosong Kec. Cileduk Semak Rumput Kec. Benda Pemukiman Penduduk Kec. Larangan Pemukiman Penduduk Kec. Cileduk Gambar 6. Bentuk-bentuk Penutupan Lahan di Kota Tangerang Data penutupan lahan dan RTH di Kota Tangerang secara lengkap tersaji pada Tabel 3 Tabel 3. Komposisi penutupan lahan dan RTH di Kota Tangerang Kecamatan Luas ha Penutupan Lahanha Ruang Terbuka Hijau RTH ha Lhn kosong Lhn Terbangun Pohon Semak Jumlah Ha ha ha ha ha Cileduk 883,3 0,6 0,1 205,4 23,3 206,0 23,3 22,6 2,6 654,7 74,1 Larangan 813,8 5,9 0,7 101,8 12,5 107,7 13,2 37,8 4,6 668,3 82,1 K. Tengah 1.000,9 67,5 6,7 259,6 25,9 327,1 32,7 42,2 4,2 640,3 64,0 Cipondoh 1.693,5 310,1 18,3 541,9 32,0 852,0 50,3 10,9 0,6 830,6 49,0 Pinang 2.159,0 222,1 9,3 1.321,9 61,2 1.544,0 71,5 17,9 0,8 818,7 34,4 Tangerang 1.557,5 188,4 12,1 510,0 32,7 698,4 44,8 0,0 859,1 55,2 Karawaci 1.223,8 39,4 3,2 465,6 38,0 505,0 41,3 2,5 0,2 716,3 58,5 Cibodas 882,6 0,0 367,6 41,6 367,6 41,6 0,0 515,0 58,4 Jatiuwung 1.485,8 7 0,5 701,9 47,2 708,9 47,7 0,0 776,9 52,3 Periuk 1.124,9 5,2 0,5 452,9 40,3 458,1 40,7 0,0 666,8 59,3 Neglasari 1.570,5 30,8 2,0 631,8 40,2 662,6 42,2 18,3 1,2 889,6 56,6 Batu ceper 904,1 44,7 4,9 374,0 41,4 418,7 46,3 15,6 1,7 468,9 51,9 Benda 1.063,6 52 4,9 584,4 54,9 636,4 59,8 45,1 4,2 382,1 35,9 TOTAL 16.593,6 973,7 5,9 6,518,8 39,3 7.492,5 45,2 212,9 1,3 8,888,2 53,6 Sumber: Pancawati J.2010, data diolah 2012 Komposisi ruang terbuka hijau Tabel 3, menunjukkan sebagian besar RTH di Kota Tangerang diatas 30, kecuali kecamatan Cileduk dan Larangan. Jumlah RTH aktual pada kecamatan Cileduk hanya sebesar 206 ha 23,3 dan Larangan sebesar 107,7 ha 13,2. Terbatasnya RTH pada 2 dua kecamatan tersebut disebabkan karena sebagian besar wilayah telah dijadikan sebagai areal terbangun sementara ruang yang tersedia untuk vegetasi relatif kecil. Luas areal terbagun pada kecamatan Cileduk mencapai 654.7 ha atau 74,1 dan Larangan mencapai 668.3 ha atau 82,1 dari jumlah keseluruhan wilayah. Kekurangan RTH tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa arah pembangunan yang mengkonversi lahan terbukatidak terbangun ke lahan terbangunsebaiknya tidak di prioritaskan pada ke dua wilayah kecamatan tersebut. Walaupun UU tidak mengamanatkan luasan RTH 30 di tingkat kecamatan akan tetapi pihak Pemerintah Daerah dapat membuat peraturanketentuan untuk diberlakukan ditingkat Kecamatan, dengan tetap mengacu pada UU yang ada, karena hal ini harus dilakukan mengingat pentingnya RTH tersebut bagi setiap orang, sehingga nantinya RTH tidak lagi terpusat di pusat-pusat kotaKabupaten sebagai sarana memperindah kota, karena studi empiris yang saya lakukan tidak di jumpai RTH binaan yang sengaja di bangun di tempat lain terkecuali Lapangan olah raga dan Taman Pemakaman Umum, yang penyebaranya cukup merata di setiap wilayah, tetapi bentuk lainnya tidak di jumpai, untuk itu RTH binaan harus ada di setiap sudut kota berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya untukkepentingan seluruh masyarakat, sehingga masyarakat juga dapat merasakan secara langsung dampak dari RTH binaan, sehingga keindahan, kenyaman juga dapat dinikmati seluruh masyarakat, hal ini sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 28 h ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”, dan masyarakat tidak hanya mengandalkanmenikmati RTH alami saja. Gambar 7 memperlihatkan bentuk- bentuk RTH binaan yang ada di Kota Tangerang. RTH Bentuk Taman Kota RTH Bentuk Jalan RTH Sepadan Sungai RTH Taman 100 Pohon RTH Jalur Hijau Jl.Veteran RTH Lapangan Olah Raga RTH Taman Pemakaman Umum RTH Taman Pemakaman Umum Gambar 7. Bentuk-bentuk RTH Binaan di Kota Tangerang