Gambar 12. Digram bobot prioritas bentuk RTH Simpul Prioritas ketiga adalah RTH berbentuk jalur dengan bobot nilai 0,251
dengan sub bentuk prioritas utama adalah RTH berbentuk jalur hijau dengan bobot nilai 0,760, dan prioritas kedua RTH berbentuk bentuk sepadan sungai
dengan bobot nilai 0,240.
Gambar 13. Digram bobot prioritas bentuk RTH Jalur Berdasarkan tampilan hasil perhitungan diatas, maka dapat kita ketahui prioritas
mana yang menjadi prioritas utama masyarakat dalam memilih bentuk RTH yang terpilih adalah bebagai berikut, prioritas utama adalah bentuk kawsan dengan sub
bentuk Taman Kota dengan nilai bobot total 0,321165, sedangkan prioritas kedua adalah bentuk simpul dengan sub bentuk taman 100 pohon, dengan bobot nilai
total 0,20148. Tabel 14. Bentuk dan Nilai Bobot Total RTH
Bentuk Sub Bentuk
Nilai Bobot Total
Kawasan 0,405 -Taman Kota 0,793
-Lapangan Olah Raga 0,207
0,321165 0,083835
Simpul 0,345 -Taman 100 Pohon
0,584 -Bentuk Jalan 0,416
0,20148 0,14352
Jalur 0,251 -Sepadan Sungai0,240
Jalur Hijau 0,760 0,06024
0,19076
Sumber: Data Primer Diolah 2012 Berdasarkan tabel 12 maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa prioritas utama
mengenai bentuk RTH yang di inggini oleh masyarakat adalah RTH yang berbentuk Taman Kota 0,321165 dan prioritas kedua adalah bentuk RTH Taman
dengan jumlah pohon kurang dari 100 batang 0,20148
0,584 0,416
TAMAN 100 POHON TAMAN SEPANJANG JALAN
0,24 0,76
SEMPADAN SUNGAI JALUR HIJAU
4.7. Lembaga Pengelola RTH
Preferensi masyarakat diperlukan dalam studi ini untuk memberikan masukan tentang Lembaga pengelola RTH yang yang ada.
Dibawah ini memperlihatkan hasil perhitungan nilai bobot dari masing-masing Lembaga Pengelola RTH yang ada.
Gambar 14. Digram bobot prioritas gabungan pengelolaan RTH Hasil analisis gabungan menyatakan bahwa prioritas utama pengelola
RTH adalah PEMDA bobot nilai 0,692, dan prioritas kedua adalah Masyarakat dengan bobot nilai 0,308
Gambar 15. Digram bobot prioritas Lembaga Pengelola RTH dari unsur PEMDA Hasil analisis dari masing-masing elemen untuk lembaga yang mengelola
Pemerintah adalah prioritas utama adalah Dinas Tata Kota dengan bobot 0,849, prioritas kedua adalah Dinasi Lingkungan Hidup dengan Bobot 0,151
Gambar 16. Digram bobot prioritas Lembaga Pengelola RTH dari unsur Masyarakat
Untuk elemen kedua prioritas yang dikelola masyarakat tertinggi prepensi masyarakat dikelola oleh Swasta dengan bobot 0,759, prioritas kedua dikelola
oleh Lembaga yang ada RT, RW, LKMD dengan bobot 0,241. Sedangkan untuk
0,308 0,692
MASYARAKAT PEMDA
0,849 0,151
TATA KOTA LINGKUNGAN HIDUP
0,759 0,241
SWASTA LEMBAGA LAIN
nilai bobot total hasil perhitungan menunjukan bahwa prioritas utama preferensi masyarakat di pilih di kelola oleh PEMDA dengan sub pengelola Dinas Tata Kota
dengan bobot nilai total 0,5875, sedangkan prioritas kedua dikelola oleh masyarakat dengan sub pengelola adalah lembaga swasta dengan nilai bobot total
0,2337 Tabel 15. Pengelola dan Nilai Bobot Total
Pengelola Sub Pengelola
Nilai Bobot Total
Pemda 0,692 -Dinas Tata Kota 0,849
-Dinas Lingkungan Hidup 0,151
0,5875 0,1044
Masyarakat 0,308 -Swasta 0,759
-Lembaga Lain 0,241 0,2337
0,0742 Sumber: Data Primer Diolah 2012
Berdasarkan tabel 13 maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa prioritas utama mengenai lembaga pengelola RTH yang di inggini oleh masyarakat adalah Pemda
dalam hal ini adalah Dinas Tata Kota dengan bobot total 0,5857. dan prioritas kedua adalah dikelola oleh Swasta dengan bobot total 0,2337
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis mengunakan Willingness To Pay WTP, nilai rata-rata kemauan membayar responden yang menyertai Izin Mendirikan Bangunan
IMB adalah sebesar 2,5 dan yang menyertai Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebesar 1,1 ,
2. Secara umum kebutuhan RTH Kota Tangerang berdasarkan luas wilayah sudah terpenuhi, namun terpenuhinya luasan RTH ini secara umum
berdasarkan luasan RTH alami yang keberadaanya sangat lemah untuk terkonversi. Luasan RTH binaan yang relatip tersebar secara merata adalah
RTH Kuburan dan Lapangan Olah Raga, sedangkan RTH binaan bentuk lainya seperti taman kota, taman 100 Pohon, bentuk jalan, dan jalur hijau
keberadaanya hanya di pusat-pusat kota lebih berperan sebagai estetika Kota. 3. Preferensi masyarakat terhadap bentuk RTH yang ingin dikembangkan secara
berturut-turut adalah RTH Kawasan 0,405, disusul RTH simpul 0,345, dan terakhir RTH jalur 0,251. Sub bentuk RTH yang terpilih prioritas
pertama adalah bentuk Taman Kota dengan bobot nilai 0,3211 dan prioritas kedua bentuk Taman 100 pohon dengan bobot nilai 0,2014
4. Preferensi masyarakat terhadap lembaga pengelola RTH, diprioritaskan di kelola oleh Pemerintah Daerah dengan bobot nilai 0,692, sedang sub lembaga
pengelola adalah Dinas Tata Kota dengan bobot total 0,5875 dan prioritas kedua di kelola oleh masyarakat dengan sub pengelola adalah Swasta dengan
bobot total 0,2337
5.2. Saran 1. Walaupun apa yang diamanatkan oleh UU N0. 26 Thn. 2007 tentang
luasan RTH yang harus disediakan masih belum terjadi pelanggaran, karena RTH yang ada sekarang luasnya lebih dari 30
dari luas wilayah KabupatenKota,akan tetapi jika dilihat dari sisi pendistribusian pemerataannya, maka belum terdistribusi secara merata
di tingkat kecamatan, untuk itu Pemerintah Daerah perlu membuat strategi pengendalian agar tetap menjaga luasan RTH yang ada sesegera
mungkin. Dengan mengacu pada penelitian ini maka untuk memenuhi kecukupan RTH di Kecamatan Cileduk dan Larangan di butuhkan
waktu 8 delapan tahun dengan asumsi pendapatan pertahun tetap sebesar Rp. 721.469.817.000,- dan biaya yang dibutuhkan tetap sebesar
Rp. 5.770.000.000.000,- 2. Mengingat luas lahan terbangun yang akan di konversi menjadi luasan
RTH binaan cukup luas, yakni seluas 59 ha di kecamatan Cileduk dan 136,4 ha di Kecamatan Larangan, maka sebaiknya mengenai ukuran
luasan RTH yang akan di bangun tetap mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05PRTM2008, dan di prioritaskan pada
wilayahtempat-tempat yang benar-benar membutuhkan RTH, sehingga RTH yang di bangun tidak terpusat di pusat Kota, akan tetapi tersebar
diseluruh wilayah 3. Pembangunan yang mengunakan atau akan mengkonversi lahan
sebaiknya tidak dilakukan di 2 dua Kecamatan yaitu Cileduk dan Larangan, tetapi diarahkan ke Kecamatan yang lain yang secara faktual
masih memiliki luasan lahan yang sangat luas
4. Berhubung pengendalian ini akan mengkonversi lahan terbangun seluas 59 ha di Kec.Cileduk dan 136,4 ha di Kec.Larangan, disarankan untuk
diadakan penelitian lanjutan untuk melihat atau mengetahui apakah pengantian lahan terbangun rumah penduduk dengan bentuk rumah
susun bisa menjadi solusi atau merelokasi ke wilayah lain.