terhadap curah hujan secara signifikan, terutama pada kondisi kejadian dengan
intensitas kuat Irianto dan Suciantini 2006. Evapotranspirasi
potensial dengan
menggunakan metode
Thornthwaite menggunakan indikator suhu, sehingga
anomali iklim
yang terjadi
tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai
evapotranspirasi potensial wilayah Konawe Selatan.
4.5 Deskripsi Wilayah
Pengambilan Sampel Tanah dan Nilai Kadar Air
Tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan di
8 desa dengan 16 sampel tanah, masing- masing 2 sampel tanah setiap desanya.
Berikut merupakan deskripsi masing- masing desa pengambilan sampel tanah:
Baito
Pada wilayah Baito dan sekitarnya , sampel tanah diambil di Desa Lalemba dan
Desa Uluraka. Secara umum, kondisi kedua desa ini hampir sama, yaitu topografi
bergunung-gunung dengan kondisi hutan yang masih cukup dominan. Jarak antara
kedua desa tersebut relatif jauh sekitar 1 km.
Atari Pada wilayah Atari dan sekitarnya,
sampel tanah diambil di Desa Wondumtolo dan Desa Lalembuu dengan kecamatan
Lalembuu. Topografi kedua desa tersebut cukup bergunung-gunung dengan situasi
yang cukup kering. Hal ini terlihat dari kondisi kesuburan tanah di kedua desa.
Pada Desa Wondumtolo kondisi tanah yang cukup
kering menyebabkan
butuh penambahan air pada saat pengambilan
sampel tanah tersebut. Pengambilan sampel tanah di lakukan di wilayah sekitar dengan
jarak antara kedua desa sekitar 200 meter.
Beberapa masalah atau kendala dalam pengambilan
sampel tanah
adalah transportasi dan jalan menuju desa. Jalan
yang sempit serta terputusnya jalur menuju desa menyebabkan pengambilan sampel
dilakukan di kedua desa dengan jarak yang relatif dekat.
Kondisi di cakupan wilayah Atari dan sekitarnya relatif kering. Kondisi ini tidak
hanya dibuktikan dengan tanahnya yang tandus, tetapi tanaman dominan yang
terdapat pada wilayah ini merupakan tanaman tahan akan kekeringan, seperti
jambu mete.
Lanud W Mongonsidi Pada wilayah Lanud W.Monginsidi dan
sekitarnya, sampel tanah diambil di Desa Lulosinggi dan Desa Wolasi Kecamatan
Wolasi. Jarak antara kedua desa tersebut relatif jauh kurang lebih 1 km. Kondisi
padi gogo pada Desa Wolasi datar sedangkan kondisi lokasi penanaman padi
gogo di wilayah Desa Lulosinggi cenderung berbukit-buki serta kemiringan lerengnya
kurang lebih 5 derajat.
Adapun untuk kondisi secara umum wilayah
Lanud W
Mongonsidi dan
sekitarnya cenderung lembab serta tidak kering. Hal ini dilihat dari kondisi tanah
dengan kelembaban yang cukup baik. Motaha
Pada wilayah Motaha dan sekitarnya, sampel tanah di Desa Lamooso Kecamatan
Angata serta Desa Pudahua Kecamatan Mowila. Topografi kedua desa cenderung
berbeda, dimana untuk wilayah sekitar Desa Lamooso relatif datar dengan kondisi yang
cukup kering. Adapun untuk Desa Pudalua, topografi cenderung berbukit-bukit dan juga
cenderung kering kondisi tanah. Adapun nilai kapasitas lapang dan titik layu
permanen yang diperoleh dari hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Data nilai kadar air tanah setiap stasiun Nama Stasiun
Kode Sampel
KLmm Rata-rata
mm TLP
mm Rata-rata
mm Atari
A-1 379.9
306.6 255.3
219.0 A-2
298.9 207.9
A-3 285.3
223.4 A-4
262.1 189.4
Baito B-1
268.5 297.9
188.4 195.0
B-2 350.7
224.6 B-3
282.3 174.1
B-4 290.2
192.7 Lanud W
Mongonsidi W-1
330.6 315.2
216.1 211.2
W-2 319.3
232.3 W-3
311.3 202.8
W-4 299.7
193.6 Motaha
M-1 321.8
316.8 223.4
210.0 M-2
284.7 201.8
M-3 326.5
213.4 M-4
334.0 201.5
Data kapasitas lapang merupakan data kadar air pada pF 2,54 dan data kadar air
pada pF 4.2 untuk data titik layu permanen. Menurut Hanafiah 2004, kapasitas lapang
adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis,
sehingga
tegangan antar
air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya
gravitasi, gaya gravitasi pori-pori makro habis dan air tersedia pada pori-pori meso
dan mikro bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan
permukaan lapisan air sekitar 13 atm atau pF 2,54. Adapun titik layu permanen
merupakan kondisi kadar air tanah yang ketersediannya
sudah lebih
rendah dibandingkan kebutuhan tanaman untuk
aktivitas dan mempertahankan turgornya. Kondisi ini terjadi pada tegangan 15 atm
atau pF 4.2.
Data fisika tanah untuk Moramo dan sekitarnya terdiri atas kapasitas lapang
sebesar 270 mm Jufri 2011 dan titik layu permanen sebesar 208.8 mm. Nilai titik layu
permanen diperoleh dari rata-rata nilai titik layu
permanen wilayah
lainnya. Keterbatasan literatur mengenai kondisi
tanah dominan
di wilayah
Moramo merupakan salah satu faktor pengambilan
nilai rata-rata tersebut. Semakin tinggi nilai kapasitas lapang suatu tanah, maka air yang
dibutuhkan oleh tanah untuk mencapai maksimum juga cukup besar. Kadar air
tanah ditentukan berdasarkan selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.
Wilayah yang memiliki air tersedia tertinggi terdapat di stasiun Motaha sebesar 263.4
mm. Curah hujan merupakan unsur iklim yang cukup erat dengan ketersediaan air
khususnya air yang dibutuhkan tanah untuk mencapai
simpanan maksimum.
Hasil klasifikasi iklim dengan menggunakan data
curah hujan, dapat diketahui bahwa wilayah Motaha memiliki curah hujan yang cukup
rendah. Kondisi ini sangat rentan terhadap pertumbuhan
tanaman pertanian
yang membutuhkan air dalam jumlah yang cukup
besar. Adapun curah hujan yang tinggi akan
sangat menguntungkan untuk wilayah yang memiliki kapasitas lapang rendah, seperti
pada wilayah stasiun Baito dan Lanud W Mongonsidi. Hal ini disebabkan akan
terjadinya
surplus yang
akan menguntungkan bagi tanaman dalam kasus
penyediaan air.
4.6 Variabilitas Iklim