Tabel 3 Data nilai kadar air tanah setiap stasiun Nama Stasiun
Kode Sampel
KLmm Rata-rata
mm TLP
mm Rata-rata
mm Atari
A-1 379.9
306.6 255.3
219.0 A-2
298.9 207.9
A-3 285.3
223.4 A-4
262.1 189.4
Baito B-1
268.5 297.9
188.4 195.0
B-2 350.7
224.6 B-3
282.3 174.1
B-4 290.2
192.7 Lanud W
Mongonsidi W-1
330.6 315.2
216.1 211.2
W-2 319.3
232.3 W-3
311.3 202.8
W-4 299.7
193.6 Motaha
M-1 321.8
316.8 223.4
210.0 M-2
284.7 201.8
M-3 326.5
213.4 M-4
334.0 201.5
Data kapasitas lapang merupakan data kadar air pada pF 2,54 dan data kadar air
pada pF 4.2 untuk data titik layu permanen. Menurut Hanafiah 2004, kapasitas lapang
adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis,
sehingga
tegangan antar
air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya
gravitasi, gaya gravitasi pori-pori makro habis dan air tersedia pada pori-pori meso
dan mikro bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan
permukaan lapisan air sekitar 13 atm atau pF 2,54. Adapun titik layu permanen
merupakan kondisi kadar air tanah yang ketersediannya
sudah lebih
rendah dibandingkan kebutuhan tanaman untuk
aktivitas dan mempertahankan turgornya. Kondisi ini terjadi pada tegangan 15 atm
atau pF 4.2.
Data fisika tanah untuk Moramo dan sekitarnya terdiri atas kapasitas lapang
sebesar 270 mm Jufri 2011 dan titik layu permanen sebesar 208.8 mm. Nilai titik layu
permanen diperoleh dari rata-rata nilai titik layu
permanen wilayah
lainnya. Keterbatasan literatur mengenai kondisi
tanah dominan
di wilayah
Moramo merupakan salah satu faktor pengambilan
nilai rata-rata tersebut. Semakin tinggi nilai kapasitas lapang suatu tanah, maka air yang
dibutuhkan oleh tanah untuk mencapai maksimum juga cukup besar. Kadar air
tanah ditentukan berdasarkan selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.
Wilayah yang memiliki air tersedia tertinggi terdapat di stasiun Motaha sebesar 263.4
mm. Curah hujan merupakan unsur iklim yang cukup erat dengan ketersediaan air
khususnya air yang dibutuhkan tanah untuk mencapai
simpanan maksimum.
Hasil klasifikasi iklim dengan menggunakan data
curah hujan, dapat diketahui bahwa wilayah Motaha memiliki curah hujan yang cukup
rendah. Kondisi ini sangat rentan terhadap pertumbuhan
tanaman pertanian
yang membutuhkan air dalam jumlah yang cukup
besar. Adapun curah hujan yang tinggi akan
sangat menguntungkan untuk wilayah yang memiliki kapasitas lapang rendah, seperti
pada wilayah stasiun Baito dan Lanud W Mongonsidi. Hal ini disebabkan akan
terjadinya
surplus yang
akan menguntungkan bagi tanaman dalam kasus
penyediaan air.
4.6 Variabilitas Iklim
Penentuan tahun-tahun
kejadian variabilitas iklim didasarkan pada nilai SOI
yang terdapat
pada website
BOM http:reg.bom.gov.auclimatecurrentsoiht
m1.shtml . Hasil penentuan menunjukkan
bahwa tahun normal berlangsung selama 10 tahun, tahun El-Nino selama 9 tahun, serta
tahun La-Nina berlangsung selama 7 tahun dalam kurun waktu 26 tahun Tabel 4.
Tabel 4 Tahun-tahun variabilitas iklim Tahun
Variabiltas Iklim 1985
Normal 1986
Normal 1987
El-Nino 1988
La-Nina 1989
La-Nina 1990
Normal 1991
El-Nino 1992
El-Nino 1993
El-Nino 1994
El-Nino 1995
Normal 1996
Normal 1997
El-Nino 1998
La-Nina 1999
La-Nina 2000
La-Nina 2001
Normal 2002
El-Nino 2003
Normal 2004
El-Nino 2005
Normal 2006
El-Nino 2007
Normal 2008
La-Nina 2009
Normal 2010
La-Nina Curah hujan merupakan salah satu unsur
iklim yang mengalami perubahan signifikan jika ENSO terjadi di wilayah Indonesia,
khususnya Konawe Selatan. Secara umum, wilayah stasiun-stasiun Konawe Selatan
mengalami penurunan jumlah curah hujan pada saat El-Nino terjadi serta mengalami
peningkatan jumlah curah hujan saat berlangsung La-Nina. Kondisi tersebut dapat
di lihat pada wilayah stasiun Moramo dan Atari Lampiran 12. Adapun untuk wilayah
stasiun lainnya, El-Nino yang terjadi menyebabkan berkurangnya jumlah curah
hujan dari tahun normal. Curah hujan pada saat
berlangsung La-Nina
mengalami peningkatan,
tetapi jumlahnya
masih dibawah tahun normal. Kondisi ini terjadi di
beberapa wilayah
stasiun, diantaranya
Stasiun Motaha dan sekitarnya, Stasiun Lanud dan sekitarnya, serta Stasiun Baito
dan sekitarnya Lampiran 12.
4.7 Analisis Neraca Air
Perhitungan neraca air merupakan salah satu cara dalam menentukan besarnya
surplus dan defisit air dari suatu wilayah. Hasil analisis
tersebut akan menjadi
rujukanreferensi dalam
melaksanakan penanaman terhadap suatu varietas tanaman
pertanian, khususnya padi serta memberikan gambaran terhadap periode basah musim
hujan dan periode kering musim kemarau. Adapun hasil perhitungan neraca air pada
setiap stasiun di wilayah Konawe Selatan disajikan pada uraian di bawah ini:
4.7.1 Stasiun Atari
Stasiun Atari terletak di 04 21’48” LS
dan 122 07’27” BT dan merupakan salah
satu stasiun iklim di Konawe Selatan. Hasil perhitungan neraca air pada tahun normal
mengidentifikasikan bahwa surplus air hanya terjadi pada bulan Juni. Defisit terjadi
hampir di semua bulan sepanjang tahun normal tersebut Gambar 3.
Surplus menyatakan bahwa curah hujan memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan
dengan laju
evapotranspirasi yang
dikeluarkan. Hal ini menggambarkan bahwa pada
bulan-bulan surplus
berlangsung musim hujan. Kondisi terbalik terjadi pada
saat defisit berlangsung, dimana jumlah curah hujan cukup rendah sehingga tidak
dapat menutupi laju evapotranspirasi yang dikeluarkan.
Hal ini
menggambarkan berlangsungnya musim kemarau.
Gambar 3 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun normal
Gambar 4 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun El- Nino
Gambar 5 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun La-Nina Periode terjadinya surplus dan defisit
perlu diperhatikan dalam menetukan periode musim kemarau dan musim hujan. Tinggi
rendahnya nilai kedua parameter tersebut akan berdampak pada nilai kadar air tanah,
dimana semakin tinggi nilai defisit maka APWL
tanah juga
meningkat yang
menyebabkan kadar
air tanah
akan mengalami penurunan. Pada tahun-tahun
kejadian El-Nino, jumlah curah hujan pada umumnya akan mengalami penurunan. Hasil
perhitungan neraca air, diperoleh bahwa terdapat perubahan bulan kejadian surplus
maupun defisit. Surplus terjadi pada bulan Mei dan Juni serta Desember dan defisit
terjadi pada bulan Januari hingga April dan Juli hingga November Gambar 4. Pada
tahun normal, surplus terjadi hanya terjadi 1 bulan. Peningkatan bulan surplus pada tahun
El-Nino dipengaruhi oleh jumlah curah hujan cenderung lebih besar dibandingkan
normal. Secara umum, jumlah curah hujan tahun normal lebih besar dibandingkan
tahun El-Nino. Pada bulan-bulan tertentu, curah hujan meningkat dan cenderung lebih
tinggi dibandingkan bulan yang sama pada tahun normal. Kondisi ini merupakan
penyebab peningkatan bulan surplus pada tahun El-Nino.
Kondisi berbeda terjadi pada saat fenomena
La-Nina, dimana
surplus berlangsung selama 4 bulan yaitu bulan
Maret, Mei hingga Juli. Adapun defisit berlangsung dengan periode yang cukup
lama 8 bulan dari Agustus hingga April Gambar 5. Data ketersediaan air pada
tanah
merupakan data
pokok dalam
perhitungan neraca air lahan dan nilai titik layu permanen TLP dan kapasitas lapang
KL berbeda untuk setiap daerah. Tanaman dapat ditanam pada suatu lahan jika
ketersediaan air lengas tanah 50 air tersedia.
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
Ch ETP
Surplus
Gambar 6 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari tahun normal
Gambar 7 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari tahun El-Nino
Gambar 8 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari pada tahun La-Nina Pada saat kadar air tanah berada di
bawah titik layu permanen, tanaman akan mengalami kekeringan dan menjadi layu.
Oleh sebab itu, penanaman tidak dilakukan pada saat KAT kadar air tanah berada di
bawak titik layu. Hasil perhitungan neraca air lahan pada wilayah stasiun Atari
menyatakan bahwa komoditas padi gogo hanya dapat ditanam pada saat La-Nina yang
berlangsung selama 4 bulan Gambar 8. Pada tahun normal dan tahun El-Nino
berlangsung Gambar 6 dan 7, tanaman padi gogo tidak dapat ditanam. Kondisi
tersebut terkait dengan ketersediaan air yang jauh di bawah titik layu permanen.
4.7.2 Stasiun Lanud. W. Mongonsidi
Stasiun Lanud W Mongonsidi terletak di 04
04’48” LS dan 122 24’0” BT serta
merupakan salah satu stasiun iklim di Bandara W Mongonsidi Kendari. Hasil
perhitungan neraca air pada tahun normal mengambarkan bahwa surplus air terjadi
pada bulan November hingga Juni dan defisit terjadi pada bulan Agustus hingga
Oktober Gambar 9.
Surplus menyatakan bahwa curah hujan memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan
dengan laju
evapotranspirasi yang
dikeluarkan. Hal ini menggambarkan bahwa pada
bulan-bulan surplus
berlangsung musim hujan. Kondisi terbalik terjadi pada
saat defisit berlangsung, dimana jumlah curah hujan cukup rendah sehingga tidak
dapat menutupi laju evapotranspirasi yang dikeluarkan.
Hal ini
menggambarkan berlangsungnya musim kemarau.
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T inng
i Ko
lo m
Ai r
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
Gambar 9 Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W.Mongonsidi tahun Normal
Gambar 10 Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W. Mongonsidi tahun El- Nino
Gambar 11 Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun La- Nina
Periode terjadinya surplus dan defisit perlu
diperhatikan dalam
menentukan periode musim hujan dan kemarau. Tinggi
rendahnya nilai kedua parameter tersebut akan berdampak pada nilai kadar air tanah,
dimana semakin tinggi nilai defisit maka APWL
tanah juga
meningkat yang
menyebabkan kadar
air tanah
akan mengalami penurunan. Pada tahun-tahun
fenomena El-Nino, surplus terjadi pada bulan Desember hingga Juni, serta bulan
Agustus. Adapun defisit terjadi pada bulan Juli, bulan September hingga November
Gambar 10. Pada tahun-tahun normal, surplus terjadi selama 8 bulan. Pengaruh
anomali iklim berupa El-Nino, awal suplus mengalami pergeseran selama 1 bulan, yakni
pada bulan Desember. Kondisi berbeda terlihat pada parameter defisit. Kejadian El-
Nino mengakibatkan jumlah curah hujan mengalami penurunan, sehingga peluang
curah
hujan lebih
kecil daripada
evapotranspirasi. Adapun jumlah defisit pada tahun El-Nino sebesar 156.5 mm
dengan puncak
tertinggi pada
bulan November. Jumlah tersebut cukup besar jika
dibandingkan tahun normal yang hanya mencapai 49.0 mm yang mencapai nilai
maksimum pada bulan September.
La-Nina merupakan
salah satu
variabilitas iklim
yang menyebabkan
kenaikan pada jumlah curah hujan. Hal ini menyebabkan jumlah curah hujan lebih
tinggi dibandingkan dengan tahun normal. Periode surplus lebih lama dibandingkan
dengan
periode defisit.
Pada saat
berlangsung La-Nina, surplus terjadi dari bulan Januari hingga Agustus dan berlanjut
pada bulan Oktober dan November. Adapun defisit berlangsung selama 2 bulan, yaitu
bulan September dan Desember Gambar 11. Nilai defisit berkisar 4.0 mm serta
mencapai maksimum pada bulan September.
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
Ch ETP
Surplus
Gambar 12 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun normal
Gambar 13 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun El-Nino
Gambar 14 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun La-Nina
Data ketersediaan
air pada
tanah merupakan data pokok dalam perhitungan
neraca air lahan dan nilai titik layu permanen TLP dan kapasitas lapang KL
berbeda untuk setiap daerah. Tanaman dapat ditanam pada suatu lahan jika ketersediaan
air lengas tanah 50 air tersedia. Pada saat kadar air tanah berada di bawah titik
layu permanen, tanaman akan mengalami kekeringan dan menjadi layu. Oleh sebab
itu, penanaman tidak dilakukan pada saat KAT kadar air tanah berada di bawak titik
layu. Hasil perhitungan neraca air lahan pada wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi
menyatakan bahwa komoditas padi gogo dapat ditanam pada semua tahun variabilitas
iklim. Secara umum, El-Nino menyebabkan pergeseran awal waktu penanaman padi
gogo dan La-Nina menyebabkan penanaman dapat dilakukan lebih awal dari jadwal pada
tahun normal.
4.7.3 Stasiun Baito
Stasiun Baito terletak di 04 15’56” LS
dan 122 19’35” BT serta merupakan salah
satu stasiun iklim di Konawe Selatan. Hasil perhitungan neraca air pada tahun normal
mengidentifikasikan bahwa surplus air terjadi pada bulan Desember hingga Juni,
serta defisit terjadi pada bulan Juli hingga November Gambar15.
Surplus menyatakan bahwa curah hujan memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan
dengan laju
evapotranspirasi yang
dikeluarkan.
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
Gambar 15 Grafik neraca air wilayah Stasun Baito tahun normal
Gambar 16 Grafik neraca air wilayah Stasiun Baito tahun El-Nino
Gambar 17 Grafik neraca air wilayah Stasiun Baito tahun La-Nina Hal ini menggambarkan bahwa pada
bulan-bulan surplus berlangsung musim hujan. Kondisi terbalik terjadi pada saat
defisit berlangsung, dimana jumlah curah hujan cukup rendah sehingga tidak dapat
menutupi
laju evapotranspirasi
yang dikeluarkan.
Hal ini
menggambarkan berlangsungnya musim kemarau.
Periode terjadinya surplus dan defisit perlu
diperhatikan dalam
menentukan periode musim hujan dan kemarau. Tinggi
rendahnya nilai kedua parameter tersebut akan berdampak pada nilai kadar air tanah,
dimana semakin tinggi nilai defisit maka APWL
tanah juga
meningkat yang
menyebabkan kadar
air tanah
akan mengalami penurunan. Pada tahun-tahun
fenomena El-Nino, surplus terjadi pada bulan Desember hingga Juni dan defisit
terjadi pada bulan Juli hingga November Gambar 16. Awal suplus tidak mengalami
pergeseran baik pada tahun normal maupun El-Nino. Adapun nilai total defisit pada
tahun El-Nino sebesar 237.8 mm mencapai maksimum pada bulan Oktober. Pada tahun
normal, nilai defisit sebesar 112.2 mm mencapai maksimum pada bulan September.
Pada saat berlangsung La-Nina, surplus terjadi dari bulan November, Januari, Maret
hingga Juli. Adapun defisit berlangsung pada bulan Agustus hingga Oktober, serta
Desember Gambar 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi pergeseran awal
surplus dengan periode defisit berlangsung relatif singkat yaitu 4 bulan. La-Nina
merupakan salah satu variabilitas iklim yang menyebabkan kenaikan pada jumlah curah
hujan. Hal ini menyebabkan jumlah curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun-tahun
normal, sehingga
periode berlangsung surplus juga lebih lama dan
defisit berlangsung dalam periode yang cukup singkat. Besar nilai defisit pada tahun
La-Nina 2.4 mm dan mencapai maksimum pada bulan September.
Data ketersediaan
air pada
tanah merupakan data pokok dalam perhitungan
neraca air lahan dan nilai titik layu
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T ing
g i
Ko lo
m Ai
r m
m
CH ETP
Surplus Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus
permanen TLP dan kapasitas lapang KL berbeda untuk setiap daerah. Tanaman dapat
ditanam pada suatu lahan jika ketersediaan air lengas tanah 50 air tersedia. Pada
saat kadar air tanah berada di bawah titik layu permanen, tanaman akan mengalami
kekeringan dan menjadi layu. Oleh sebab itu, penanaman tidak dilakukan pada saat
KAT kadar air tanah berada di bawak titik layu. Hasil perhitungan neraca air lahan
pada wilayah Stasiun Baito menyatakan bahwa komoditas padi gogo hanya dapat
ditanam pada semua tahun variabilitas iklim. Wilayah Stasiun Baito memiliki awal
penanaman yang sama untuk semua tahun variabilitas iklim. Hal yang mendasari
perbedaan adalah periode waktu penanaman, dimana padi gogo dapat ditanam sepanjang
tahun pada saat La-Nina berlangsung dan terjadi pengurangan periode tanam saat
berlangsung El-Nino.
Gambar 18 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun normal
Gambar 19 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun El-Nino
Gambar 20 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun La-Nina
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
4.7.4 Stasiun Motaha
Stasiun Motaha terletak di 04 08’26” LS
dan 122 08’40” BT serta merupakan salah
satu stasiun iklim di Konawe Selatan. Hasil perhitungan neraca air pada wilayah stasiun
Motaha berbeda dengan hasil analisis stasiun iklim konawe selatan. Pada tahun normal
terjadi defisit yang berkepanjangan dan tidak satu pun bulan menghasilkan nilai surplus
Gambar 21. Laju evapotranspirasi yang terlalu besar dibandingkan dengan curah
hujan menjadi salah satu penyebab tingginya nilai defisit.
Pada tahun El-Nino juga memperlihatkan kondisi yang cenderung sama dengan tahun
normal Gambar 22. Defisit yang cenderung lebih besar dibandingkan tahun normal
merupakan perbedaan analisis neraca air untuk kategori tahun normal dan El-Nino.
Defisit pada saat berlangsung kejadian El- Nino cukup besar yaitu 704.8 mm serta
mencapai nilai maksimum pada bulan Oktober. Adapun nilai defisit pada tahun
normal
sebesar 613.3
dan mencapai
maksimum pada bulan Oktober. Pada saat berlangsung La-Nina, suplus terjadi di bulan
Juni sebesar 2.7 mm. La-Nina menyebabkan peningkatan pada curah hujan, sehingga
menghasilkan bulan dengan kondisi surplus. Defisit yang terjadi sebesar 463.8 mm dan
mencapai maksimum pada bulan Desember.
Gambar 21 Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha tahun normal
Gambar 22 Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha tahun El-Nino
Gambar 23 Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha tahun La-Nina
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
ch ETP
Defisit
Gambar 24 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun normal
Gambar 25 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun El-Nino
Gambar 26 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun La-Nina Data ketersediaan air pada tanah
merupakan data pokok dalam perhitungan neraca air lahan dan nilai titik layu
permanen TLP dan kapasitas lapang KL berbeda untuk setiap daerah. Tanaman dapat
ditanam pada suatu lahan jika ketersediaan air lengas tanah 50 air tersedia. Pada
saat kadar air tanah berada di bawah titik layu permanen, tanaman akan mengalami
kekeringan dan menjadi layu. Oleh sebab itu, penanaman tidak dilakukan pada saat
KAT kadar air tanah berada di bawak titik layu. Berdasarkan hasil perhitungan neraca
air
lahan, padi
gogo tidak
dapat dikembangkan atau di tanam di wilayah
Stasiun Motaha disebabkan oleh kadar air tanah yang sepanjang tahun berada bawah
rata-rata ketersediaan air 50 air tersedia.
4.7.5 Stasiun Moramo
Stasiun Moramo terletak di 04 10’07” LS
dan 122 39’ 03” BT serta merupakan salah
satu stasiun iklim di Konawe Selatan. Hasil perhitungan neraca air pada tahun normal
mengidentifikasikan bahwa surplus air terjadi pada bulan Desember hingga Juli,
serta defisit terjadi pada bulan Agustus hingga November Gambar 27.
Surplus menyatakan bahwa curah hujan memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan
dengan laju
evapotranspirasi yang
dikeluarkan. Hal ini menggambarkan bahwa pada
bulan-bulan surplus
berlangsung musim hujan. Pada saat defisit berlangsung,
jumlah curah hujan cukup rendah sehingga tidak dapat menutupi laju evapotranspirasi
yang dikeluarkan. Hal ini menggambarkan berlangsungnya musim kemarau.
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T ing
g i
Ko lo
m Ai
r m
m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
Gambar 27 Grafik neraca air Wilayah Moramo dan sekitarnya Tahun Normal
Gambar 28 Grafik neraca air Wilayah Moramo dan sekitarnya Tahun El-Nino
Gambar 29 Grafik neraca air Wilayah Moramo dan sekitarnya Tahun La-Nina Periode terjadinya surplus dan defisit
perlu diperhatikan
dalam menentukan
periode musim hujan dan kemarau. Tinggi rendahnya nilai kedua parameter tersebut
akan berdampak pada nilai kadar air tanah, dimana semakin tinggi nilai defisit maka
APWL
tanah juga
meningkat yang
menyebabkan kadar
air tanah
akan mengalami penurunan. Pada tahun-tahun
fenomena El-Nino, surplus terjadi pada bulan Desember hingga Juni dan defisit
terjadi pada bulan Juli hingga November Gambar
28. Fenomena
El-Nino mengakibatkan periode surplus yang cukup
pendek dibandingkan pada tahun normal, dan nilai defisit mengalami penambahan
periode. Defisit pada tahun El-Nino sebesar 303.9 mm dan mencapai maksimum pada
bulan Oktober. Adapun jumlah defisit pada tahun normal sebesar 91.7 mm serta
mencapai maksimum juga pada bulan Oktober.
Kondisi berbeda terjadi pada saat fenomena
La-Nina, dimana
surplus berlangsung selama 9 bulan yaitu dari bulan
November hingga Juli. Adapun defisit berlangsung dengan periode yang cukup
pendek 3 bulan dari Agustus hingga Oktober Gambar 29. Besar defisit pada
tahun La-Nina sekitar 16.2 mm, dengan nilai maksimum pada bulan Oktober. Data
ketersediaan air pada tanah merupakan data pokok dalam perhitungan neraca air lahan
dan nilai titik layu permanen TLP dan kapasitas lapang KL berbeda untuk setiap
daerah. Tanaman dapat ditanam pada suatu lahan jika ketersediaan air lengas tanah
50 air tersedia.
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus Defisit
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Defisit Surplus
50 100
150 200
250 300
350 400
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
CH ETP
Surplus
Gambar 30 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun normal
Gambar 31 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun El-Nino
Gambar 32 Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun La-Nina Pada saat kadar air tanah berada di
bawah titik layu permanen, tanaman akan mengalami kekeringan dan menjadi layu.
Oleh sebab itu, penanaman tidak dilakukan pada saat KAT kadar air tanah berada di
bawak
titik layu.
Berdasarkan hasil
perhitungan neraca air lahan, padi gogo dapat dikembangkan atau di tanam di
wilayah Stasiun Moramo. Kadar air tanah di wilayah
Moramo sangat
mendukung terhadap pengembangan komoditas padi
gogo. Fenomena El-Nino menyebabkan pengurangan akan periode penanaman.
Adapun La-Nina menyebabkan periode masa tanam tidak mengalami pergeseran
dari tahun normal. Secara umum, perbedaan periode surplus dan defisit dari kelima
stasiun yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.
.
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T ing
g i
Ko lo
m Ai
r m
m
KL TLP
KAT
50 100
150 200
250 300
350
Januari Febr Mar
April Mei
Juni Juli
Agust Sep
Okt Nove
Dese
T in
g g
i Ko
lo m
A ir
m m
KL TLP
KAT
Tabel 5 Identifikasi bulan defisit dan surplus stasiun Kabupaten Konawe Selatan Stasiun
Tahun Normal Tahun El-Nino
Tahun La-Nina Bulan
Surplus Bulan
Defisit Bulan
Surplus Bulan
Defisit Bulan
Surplus Bulan
Defisit Atari
Juni Juli-Mei
Mei dan Juni, Des
Jan- April, Juli-Nov
Mar, Mei -Juli
Agst – Feb,
Apr Lanud.W
Mongonsidi Nov - Juni
Agst – Okt
Des – Juni,
Agst Juli,
Sep - Nov Jan-Agst,
Okt-Nov Sep dan
Des Baito
Des - Juni Juli
– Nov Des - Juni
Juli – Nov
Nov, Jan, Mar-Juli
Agst –Okt,
Des Motaha
- Sepanjang
tahun -
Sepanjang tahun
Juni Juli
– Mei Moramo
Des - Juli Agst
–Nov Des - Juni
Juli - Nov Nov - Juli
Agst -Okt
4.8 Kalender Tanam Padi Gogo
Hasil neraca air lahan menggambarkan bahwa setiap wilayah stasiun memiliki
periode dan waktu tanam yang berbeda- beda. Hal ini dipengaruhi oleh nilai
kapasitas lapang, titik layu permanen terhadap nilai kadar air tanah ketersediaan
air serta curah hujan. Penentuan waktu tanam yang tepat juga dapat memberikan
gambaran akan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah dalam mengembangkan suatu
komoditas pertanian. Adapun waktu tanam padi gogo di setiap wilayah stasiun dapat
dilihat pada Tabel 6.
Secara umum, waktu tanam mengalami pergeseran dengan adanya variabilitas iklim
berupa fenomena El-Nino dan La-Nina. Pengurangan potensi waktu tanam dari tahun
normal terjadi pada tahun fenomena El-Nino dan mengalami peningkatan potensi waktu
tanam saat La-Nina berlangsung.
Wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi, wilayah Stasiun Baito, serta wilayah Stasiun
Moramo merupakan wilayah yang memiliki potensi waktu tanam padi gogo sangat baik.
Kadar air tanah sangat cukup dalam menyediakan air bagi tanaman padi gogo
selama melakukan pertumbuhan. Secara umum,
penanaman padi
gogo dapat
dilaksanakan selama 7-8 bulan pada tahun normal.
Pada tahun-tahun
El-Nino, penanaman mengalami pengurangan periode
selama 1-2 bulan dari tahun normalnya. Adapun untuk tahun La-Nina, penanaman
padi gogo dapat mengalami peningkatan periode tanam wilayah Stasiun Lanud W
Mongonsidi, serta dapat dilaksanakan sepanjang tahun wilayah Stasiun Baito
maupun periode penanaman tetap sama dari tahun normalnya wilayah Stasiun Moramo.
Wilayah Stasiun Atari memiliki potensi waktu tanam hanya selama 4 bulan dan
berlangsung pada saat fenomena La-Nina.. Pada saat tahun normal dan El-Nino,
kandungan air tanah tidak dapat menunjang pertumbuhan padi gogo. Wilayah Stasiun
Motaha juga menunjukkan kandungan air tanah yang sangat kecil dan hampir
sepanjang tahun berada di bawah titik layu permanen. Secara umum, kondisi lahan
wilayah Atari dan Motaha dapat dinyatakan sebagai lahan sangat kering serta tidak dapat
digunakan sebagai pengembangan padi gogo.
Tabel 6 Kalender tanam padi gogo Konawe Selatan WilayahBulan
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Atari Lanud W
Mongonsidi Baito
Motaha Moramo
Keterangan: Tahun Normal
Tahun El-Nino Tahun La-Nina
Hasil analisis neraca air lahan terkait ketersediaan air tanah menyatakan bahwa
daerah yang berpotensi adalah wilayah Stasiun Moramo, wilayah Stasiun Lanud W
Mongonsidi, dan wilayah Stasiun Baito. Adapun hasil klasifikasi iklim menurut
Oldeman, ketiga wilayah stasiun beriklim D. Penggabungan antara hasil neraca air lahan
terkait tipe iklim adalah wilayah di Konawe Selatan
yang dapat
dijadikan daerah
pengembangan padi gogo adalah daerah dengan tipe iklim D.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Analisis neraca air menyatakan bahwa wilayah Konawe Selatan memiliki periode
surplus dan defisit yang berbeda-beda tergantung pada curah hujan. Secara umum,
periode bulan surplus untuk wilayah Stasiun Baito,
wilayah Stasiun
Lanud W
Mongonsidi dan wilayah Stasiun Moramo pada tahun normal sekitar 7-8 bulan dan
periode bulan defisit sekitar 3-5 bulan. Fenomena variabilitas iklim berupa El-Nino
dan La-Nina menyebabkan penambahan serta pengurangan periode bulan defisit
selama 1 bulan, dimna defisit pada saat El- Nino berlangsung selama 4-5 bulan, dan saat
kondisi La-Nina periode defisit selama 2-4 bulan. Wilayah Stasiun Atari dan Motaha
merupakan wilayah yang cukup kering dengan periode surplus sekitar 1 bulan dan
defisit berlangsung selama 11-12 bulan sepanjang tahun pada tahun normal. La-
Nina menyebabkan
periode surplus
berlangsung cukup lama, yaitu 1-4 bulan dengan periode defisit selama 4-8 bulan.
Periode defisit
pada saat
El-Nino berlangsung selama 9-12 sepanjang tahun
bulan dengan periode surplus selama 3 bulan.
Adapun analisis
neraca air
lahan menyatakan wilayah Stasiun Baito, wilayah
Stasiun Lanud W Mongonsidi dan wilayah Stasiun Moramo merupakan wilayah yang
memiliki potensi dalam mengembangkan padi gogo dengan periode penanaman padi
gogo pada tahun normal berlangsung selama 7-8 bulan. El-Nino menyebabkan awal
waktu tanam mundur selama 1 bulan dan terjadi pengurangan periode waktu tanam
dibandingkan
dengan tahun
normal. Fenomena variabilitas iklim berupa La-Nina
menyebabkan awal musim tanam lebih cepat 1-2 bulan dari tahun normal serta periode
penanaman padi gogo juga berlangsung cukup lama sekitar 8-12 bulan. Wilayah
Stasiun Atari dan wilayah Stasiun Motaha memiliki periode penanaman yang berbeda.
Padi gogo tidak dapat ditanam di wilayah Stasiun Atari dan Motaha baik pada tahun
normal maupun pada tahun El-Nino. Pada saat La-Nina, padi gogo dapat ditanam di
wilayah Stasiun Atari selama 4 bulan, sedangkan untuk wilayah Stasiun Motaha
tidak dapat dilakukan penanaman padi gogo.