mempengaruhi evapotranspirasi dari dalam tanaman.
Adapun kuantitas
atau banyaknya
evapotranspirasi didasarkan atas curah hujan bulanan, pembakuan bulan, dan lama
penyinaran Rafi’i 1995. Suhu mempunyai pengaruh
yang nyata
terhadap laju
evapotranspirasi. Secara umum, semakin tinggi suhu baik suhu udara maupun suhu
permukaan, maka laju penguapan akan meningkat
Usman 2004.
Laju evapotranspirasi yang tinggi menyebabkan
kandungan air tanah di lapisan perakaran berkurang dengan cepat dan tanaman
menjadi sulit untuk menyerap air dari tanah. Tanaman mengurangi laju evapotranspirasi
untuk
menghindari dehidrasi
sehingga terjadi evapotranspirasi yang betul-betul
terjadi evapotranspirasi
aktual yang
nilainya lebih kecil dari evapotranpirasi. Nisbah evapotranspirasi aktual dan
evapotranspirasi potensial tergantung pada defisit air tanah, yang didefinisikan sebagai
selisih antara kandungan air tanah pada keadaan evapotranspirasi aktual dengan
kandungan air tanah pada kapasitas lapang Arsyad 2010. Salah satu metode untuk
menentukan nilai evapotranspirasi adalah metode Thornthwaite. Secara umum, meode
ini menggunakan data resolusi bulanan dan menggunakan
parameter suhu
udara Handoko dan Irsal Las 1995.
2.4 Neraca Air Lahan
Neraca air merupakan perhitungan antara masukan dan keluaran air pada suatu sistem
Baharsjah et al. 1996. Pada bidang pertanian, komponen neraca air secara
umum terdiri dari curah hujan dan irigasi sebagai masukan serta intersepsi tajuk,
evapotranspirasi, limpasan, dan drainase sebagai keluaran. Hillel 1972 menyatakan
bahwa pengelolaan lahan kering melalui analisis neraca air lahan merupakan sesuatu
yang penting karena neraca air merupakan perincian tentang semua masukan,keluaran,
dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu lahan. Analisis ini berguna untuk
menetapkan jumlah air yang terkandung di dalam
tanah yang
menggambarkan perolehan air surplus atau defisit dari
waktu ke waktu. Perhitungan
neraca air
lahan membutuhkan data dan informasi fisika
tanah terutama nilai kandungan air pada tingkat kapasitas lapang KL dan pada titik
layu permanen TLP. Prioritas penggunaan air hujan adalah untuk memenuhi kebutuhan
evapotranspirasi dan kehilangan air yang lain akan mengisi cadangan air tanah. Bila
simpanan air tanah telah mencapai batas maksimum, maka kelebihan air dihitung
sebagai surplus. Batas maksimum simpanan air tanah didefinisikan sebagai jumlah air
yang dapat ditahan oleh tanah dengan potensial sebesar 13 atm dikenal sebagai
kapasitas lapang. Titik layu permanen dapat didefinisikan
sebagai batas
minimum tanaman menyimpan air pada tekanan
potensial 15 atm yang pada saat itu tanaman tidak mampu melakukan aktivitasnya dan
mengalami kekeringan fisiologis jika tidak diberi tambahan air Purbawa dan Wirjaya
2009.
Analisis neraca air merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menduga
dinamika kadar
air tanah
selama pertumbuhan tanaman, khususnya pada
periode-periode kritis dimana kadar air tanah sangat rendah Handoko dan Irsal Las 1995.
Adapun kebutuhan air tanaman pada lahan kering sama dengan kebutuhan air konsumtif
itu sendiri, yaitu parameter yang menyatakan jumlah air yang secara potensial diperlukan
untuk memenuhi pemakaian air konsumtif evapotranspirasi suatu areal tanaman agar
dapat tumbuh secara normal Arsyad 2010.
2.5 Fenomena El-Nino dan La-Nina
Fenomena El-Nino
dan La-Nina
merupakan peristiwa anomali iklim global yang
akibatnya signifikan
terhadap komoditas bahan pangan Irawan 2006.
Pada daerah tropis, kedua anomali iklim menimbulkan
beberapa akibat,
yaitu pergeseran pola curah hujan, perubahan
besaran hujan, serta perubahan terhadap temperatur
udara. Kekeringan
yang menimbulkan kebakaran hutan, peningkatan
kejadian banjir, serta gangguan hama dan penyekit juga merupakan akibat anomali
tersebut. Secara umum, fenomena El-Nino diikuti oleh penurunan curah hujan dan
peningkatan suhu udara di suat wilayah. Adapun
La-Nina menyatakan
gejala peningkatan
curah hujan
yang mengakibatkan banjir, serta merangsang
peningkatan hama dan penyakit Irawan 2006.
Fenomena kejadian
ENSO dapat
diketahui dengan menggunakan suatu indeks sederhana atau lebih dikenal dengan sebutan
SOI, yang dihubungkan dengan perubahan spesifik yang didasarkan pada suhu lautan.
Adapun nilai SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara bulanan rata-rata
antara Tahiti
dan Darwin,
yang mencerminkan
perubahan dalam
pola sirkulasi atmosfer di daerah yang luas dan
dapat berfluktuatif dari bulan ke bulan. Istilah El-Nino mengacu pada suhu
permukaan laut di Samudra Pasifik tengah ke timur, dimana suhu permukaan lautnya
lebih hangat. Kejadian ini terulang setiap tiga sampai delapan tahun dan umumnya
dikaitkan dengan SOI bernilai negatif. Selama peristiwa atau fenomena El-Nino,
nilai SOI memperlihatkan nilai yang negatif atau nilai SOI -7. Kejadian EL-Nino
biasanya muncul dalam bulan Maret hingga bulan Juni, dimana pada kondisi tersebut,
Indonesia akan mengalami musim kering intensitas hujan yang rendah.
Ketika samudera Pasifik timur jauh lebih dingin dari normal, biasanya nilai SOI terus
menerus akan bernilai positif nilai SOI berkisar 7. Peristiwa ini sering membawa
hujan dan banjir yang disebut dengan peristiwa
La-Nina. Selama
fenomena tersebut, suhu cenderung di bawah normal,
khususnya di wilayah bagian utara dan timur Australia. Pendinginan relatif terkuat pada
bulan Oktober hingga Maret Anonim 2005.
2.6 Musim dan Kalender Tanam