Tabel 2 Klasifikasi iklim Stasiun Kabupaten Konawe Selatan
4.3Penutupan Lahan Kabupaten Konawe Selatan
Tipe penutupan
lahan Kabupaten
Konawe Selatan diklasifikasikan menjadi beberapa lahan, diantarannya perkebunan,
sawah, savanna, belukar rawa, hutan lahan kering,
pertanian lahan
kering dan
sebagainya. Hasil
klasifikasi secara
menyeluruh serta
batas-batas wilayah
penutupan lahan disajikan pada peta penutupan
lahan yang
terdapat pada
lampiran. Wilayah Moramo dan sekitarnya serta
wilayah Lanud
W Mongonsidi
dan sekitarnya didominasi oleh jenis penutupan
lahan berupa hutan lahan kering baik primer maupun sekunder serta pertanian
lahan kering bercampur semak. Penutupan lahan di wilayah Motaha dan sekitarnya
didominasi oleh savana, pertanian lahan kering bercampur semak, perkebunan, serta
hutan tanaman industri. Penutupan lahan di sekitar wilayah Baito dan sekitarnya
didominasi oleh pertanian lahan kering bercampur semak, hutan, dan pelabuhan
laut. Adapun wilayah Atari dan sekitarnya, jenis penutupan lahan didominasi oleh
pertanian lahan kering bercampur semak dan savana.
Hasil pemetaan
titik stasiun
dan penutupan
lahan menunjukkan
bahwa wilayah savana yang merupakan tanaman
ciri wilayah kering terdapat di wilayah Motaha dan Stasiun Atari serta wilayah
sekitarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa kedua wilayah beriklim kering dibandingkan
wilayah lainnya Lanud W Mongonsidi, Baito, dan Moramo.
4.4 Evapotranspirasi Potensial Kabupaten Konawe Selatan
Hasil perhitungan nilai evapotranspirasi potensial dapat dilihat pada lampiran neraca
air lahan di berbagai wilayah stasiun iklim Konawe Selatan. Suhu pada seluruh wilayah
Konawe Selatan menggunakan suhu yang terukur pada stasiun Lanud W Mongonsidi.
Hal ini dikarenakan pada stasiun Atari, Baito, Motaha, maupun Moramo tidak
mengukur suhu pada wilayah sekitar stasiun tersebut. Perbedaan tinggi wilayah yang
relatif tidak terlampau jauh dataran rendah mengakibatkan suhu stasiun Lanud W
Mongonsidi masih dapat mewakili stasiun lainnya.
Secara umum, nilai evapotranspirasi potensial pada tahun normal mencapai nilai
tertinggi pada bulan Januari sebesar 158.4 mmbulan dan terendah sebesar 130.4
mmbulan yang jatuh pada bulan Agustus. Tahun
El-Nino nilai
evapotranspirasi potensial tertinggi di bulan November
sebesar 157.6 mmbulan. Penurunan terjadi hingga nilai evapotranspirasi bulan Agustus
mencapai nilai terendah sebesar 105.1 mmbulan. Pada tahun La-Nina, nilai
evapotranspirasi mencapai maksimum di bulan Januari sebesar 155.2 mmbulan serta
mencapai minimum pada bulan Agustus sebesar 126.4 mmbulan.
Pengaruh anomali iklim baik terjadi karena ENSO maupun IOD, berpengaruh
Stasiun Bulan
Basah Bulan
Kering Bulan
lembab Tipe
Iklim Keterangan
Baito 3
3 4
D2 Hanya mungkin satu kali padi atau
satu kali palawija setahun tergantung pada ada atau tidaknya air irigasi
Atari lama 4
7 E3
Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali
palawija, itupun tergantung adanya hujan
Montaha 12
E4 Daerah ini umumnya terlalu kering,
mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya
hujan
Moramo 3
4 -
D3 Hanya mungkin satu kali padi atau
satu kali palawija setahun tergantung pada ada atau tidaknya air irigasi
Lanud Bandara
4 1
2 D1
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi
karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup.
terhadap curah hujan secara signifikan, terutama pada kondisi kejadian dengan
intensitas kuat Irianto dan Suciantini 2006. Evapotranspirasi
potensial dengan
menggunakan metode
Thornthwaite menggunakan indikator suhu, sehingga
anomali iklim
yang terjadi
tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai
evapotranspirasi potensial wilayah Konawe Selatan.
4.5 Deskripsi Wilayah