Latar Belakang Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ekonomi dan pengetahuan berkembang menggiring masyarakat agraris kearah masyarakat modern 1 dengan tingkat kebutuhan yang terus meningkat di segala bidang, pembiayaan, sosial, politik atau dalam interaksi lainnya. Dalam hal pembiayaan, setiap pribadi atau perusahaan tentu membutuhkan dana untuk usahanya, baik untuk kelangsungan berjalannya usaha atau sebagai tahap awal memulai suatu usaha baru. Hal keuangan yang sensitif ini sering kali membutuhkan pihak lain sebagai penunjang dana untuk mencukupi kebutuhan dalam berjalannya usaha. Peranan bank di kehidupan masyarakat seperti yang tertera pada UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dengan rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. 2 Begitu pula dengan perbankan syariah yang menjadi salah satu Lembaga Keuangan Syariah yang saat ini kerap berkembang dan diminati oleh masyarakat, dimana lembaga ini meliputi dua unsur yang sangat penting 1 Mohammad Muslehuddin, “Insurance and Islamic Law, 2 nd Edition ”, Delhi : Markazi Maktaba Islami, 1995,h.ix. 2 Wikisource, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 UU199810”, diakses dari https:id.wikisource.orgwikiUndang- Undang_Republik_Indonesia_Nomor_10_Tahun_1998 , pada tanggal 14 Oktober 2015 pukul 21: 22 WIB 2 yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, 3 dengan kata lain seluruh kegiatan operasionalnya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Keberadaan bank syariah ditengah-tengah kebutuhan pembiayaan yang tak kunjung tercukupi memang sangat membantu dalam hal keuangan. Beberapa kontrak perjanjian pembiayaan pun dilakukan untuk mencapai kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Kontrak perjanjian ini dibuat dengan peraturan dan ketentuan yang mengikat keduanya dalam kewajiban yang harus mereka penuhi seperti yang dikatakan dalam Firman Allah SWT dalam QS.al- Ma’idah [5]: 1: ِدْوُقُعْلاِب اْوُ فْوَأ اْوُ َمآ َنْيِذّلا اَهّ يَأآَي Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu ... Serta dalam Hadist Nabi riwayat Tirmidzi dari „Amr bin „Auf : ِلْسُمْلا َنْيَ ب ٌزِئاَج ُحْلّصلَا ًاَاَح َمّرَح اًطْرَش ّاِإ ْمِهِطوُرُش ىَلَع َنوُمِلْسُمْلاَو اًماَرَح ّلَحَأ ْوَأ ًاَاَح َمّرَح اًحْلُص ّاِإ َنيِم ْوَأ فوع نب ورمع نع يذمرتلا اور اًماَرَح ّلَحَأ Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. 3 Rizal Yaya, dkk., “Akuntansi Perbankan Syariah”, Jakarta : Salemba Empat, 2009, h.54 3 Disepakatinya perikatan perjanjian dalam pembiayaan perlu di dasari oleh dasar-dasar yang kuat. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut 4 . Kontrak merupakan sbentuk ikatan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Pembiayaan sendiri adalah penyediaan dana berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan atau bagi hasil 5 . Di dalam pembuatan kontrak pembiayaan, akan selalu berkaitan dan bersinggungan dengan asas-asas hukum, yang mana asas dimaknai sebagai hal-hal mendasar yang menjadi latar belakang lahirnya suatu norma atau aturan. Dalam kesepakatan antara kedua belah pihak, ada beberapa kemungkinan terjadinya peristiwa yang menyebabkan terhambatnya kelancaran pelaksanaanprestasi untuk memenuhi kontrak perjanjian. Peristiwa seperti ini terjadi secara tidak terduga serta tidak dapat dipertanggungjawabkankepada pihak yang lainnya sementara pihak yang tidak melaksanakan prestasinya tidak beritikad buruk atau dapat diterjemahkan sebagai force majeure yaitu keadaan memaksa.Potensi 4 Diana Kusumasari. “Perbedaan dan persamaan dari Persetujuan, Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak ”, diakses dari http:www.hukumonline.comklinikdetaillt4e3b8693275c3perbedaan-dan-persamaan-dari- persetujuan-perikatan-perjanjian-dan-kontrak , pada tanggal 20 April 2016 pukul 18 : 43 WIB 5 AH. Azharuddin Latif, ”Analisis yuridis dan ekonomi terhadap pengenaan pajak pertambahan nilai pada pembiayaan murabahah di perbankan syariah”, Tesis S2 program studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2008, h.65. 4 terjadinya force majeure memiliki dampak yang berbeda terhadap para pelaku ekonomi, misalnya force majeureyang menimpa sektor perbankan karena krisis ekonomi pada 17 November 1997 membuat pemerintah harus melikuidasi membubarkan 16 bank swasta dan dilanjutkan dengan 50 bank pada likuidasi kedua. Likuidasi dilakukan dengan tujuan menyehatkan dan merampingkan dunia perbankan. Akan tetapi, ternyata likuidasi 66 bank tersebut berdampak buruk, masyarakat berlomba-lomba mengambil simpanannya dari bank-bank yang dikabarkan akan dilikuidasi. Maka, terjadilah rush pengambilan terus-menerus oleh masyarakat perbankan 6 . Peristiwa tidak terduga lainnya juga dapat menimpa pihak nasabah, misalnya kebakaran yang terjadi pada usaha nasabah yang menyebabkan gagal bayar dalam mengembalikan pembiayaannya dengan pihak bank atau terjadinya PHK masal pada pekerja suatu perusahaan yang pailit. Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force majeure tersebut menyebabkan seseorang tidak wajib melakukan perbuatan yang wajib dilakukannya dalam keadaan yang normal, 7 ini sesuai dengan KUHPerdata 1244 – 1245 dan dijelaskan lebih lanjut dengan KUH Perdata 1444 – 1445. Pada kesimpulannya, inti yang terkandung dalam pasal KUH Perdata ini adalah tidak dikenakannya biaya, rugi dan bunga pada seseorang jika ia benar mengalami suatu keadaan memaksa yang tidak disengaja dan ia dapat 6 Dian Respati, “Keadaan Perbankan Ketika Krisis Moneter”, diakses dari http:ekonomisku.blogspot.co.id201505keadaan-perbankan-ketika-krisis-moneter.html , pada tanggal 15 juli 2016 pukul 19 : 11 WIB 7 Ibnu Sina Chandranegara, “Pengujian PERPU terkait Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar- Lembaga Negara”, Jurnal Yudisial Vol. V No. 1, April 2012, h. 12. 5 membuktikannya. Keadaan force majeure membuat seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak dan peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditur karna ia tidak dapat dikatakan lalai ataupun melakukan wanprestasi 8 . Dalam penyelesaian kasusforce majeureini dapat menggunakan cara- cara yang lazim digunakan dalam penyelesaian sengketa di dunia Kontrak, sebagai jalan keluar untuk menyelesaiakan sengketa yang bersangkutan.Pola penyelesaian sengketa force majeure ini umumnya dapat menggunakan salah satu dari Alternatif Penyelesaian Sengketa APS, yaitu : melalui negosiasi, melalui pengadilan litigasigugatan, melalui arbitrase, atau melalui mediasi. Kelanjutan risko yang terjadi pada pihak ini dimana pihak terkait harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa : 1 pembatalan kontrak disertai atau tidak disertai ganti rugi, 2 pemenuhan kontrak disertai atau tidak disertai ganti rugi. 9 Mengenai tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang force majeuretersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang dirugikan. 10 Tetapi pihak yang dituduh wanprestasi yang pada umumnya adalah debitur, dapat mengajukan tangkisan-tangkisan untuk membebaskan diri dari akibat buruk wanprestasi yang diantaranya berupa tidak dipenuhinya kontrak wanprestasi terjadi 8 Michael R. Purba, “Kamus Hukum”, Jakarta : Widyatamma, 2009, h.308. 9 Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak” Jakarta : Rajawali Pers, 2007, h.75. 10 Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak”,h.75. 6 karena keadaan memaksa overmatch yang mengakibatkan kerugian tanpa kesalahan risiko. 11 Risiko dalam pengertian hukum merupakan kerugian yang diderita oleh seseorang, tetapi pembayaran ganti rugi tidak dapat dibebankan kepada orang lain karena tidak adanya peran orang lain yang merupakan penyebab timbulnya kerugian ini. Dengan terjadinya force majeure, risiko tidak dapat ditimpakan kepada pihak yang mengalaminya. Jika debitur dapat membuktikan bahwa ia tidak dapat melaksanakan prestasi karena force majeure tersebut, maka hakim akan menolak tuntutan kreditur yang meminta agar debitur memenuhi prestasi atau ganti rugi. Risiko debitur terhadap terjadinya wanprestasi karena force majeure yaitu 12 : 1. Risiko pada perjanjian sepihak yaitu risiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. 2. Risiko pada perjanjian timbal balik yaitu dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena force majeure maka seolah-oleh perjanjian itu tidak pernah ada. Pada umumnya risiko ditanggung oleh pemilik barang 13 yang dalam dunia perbankan ditanggung oleh bank.Walaupun telah disebutkan bahwa pada umumnya risiko ditanggung oleh pemilik barang, dalam keadaan tertentu risiko dapat saja ditanggung oleh orang yang belum menjadi pemilik 11 Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak“, h.76. 12 Rohmadi, “Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak Perjanjian”, diakses dari https:rohmadijawi.wordpress.comhukum-kontrak pada tanggal 17 November 2015 pukul 20 : 16 WIB. 13 Ahmadi Miru,”Hukum Perancangan Kontrak”, h.83 7 barang 14 . Munculnya risiko pada kontrak-kontrak pembiayaan bank syariah menjadi antisipasi bagi pihak bank untuk mengupayakan penempatan dana dalam bentuk saham yang dilakukan dan tidak melalui pasar modal. Bank dapat melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan izin dari Bank Indonesia dan melakukan penyelesaian pembiayaan sebagai suatu upaya yang dilakukan bank untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang tidak mempunyai prospek. Atas dasar pertimbangan pembahasan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis Penyelesaian Force majeure dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah.

B. Identifikasi Masalah