Analisis Penyelesaian Pembiayaan Masyarakat Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Kepurtusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Bayu Prasetyo NIM : 1111046100046

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ANALISIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

MUTANAQISAH BERMASALAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA BERDASARKAN KEPUTUSAN DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

BAYU PRASETYO NIM : 1111046100046

Di Bawah Bimbingan: Pembimbing

Muhammad Maksum, M.A NIP : 197807 152003121 007

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

ii

Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013. Muamalat, Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, 96 halaman.

Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat), Salah satu kebutuhannya ialah memiliki hunian untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Saat ini hal itu bisa tercapai dengan banyaknya Bank Syariah yang menyediakan sarana Kepemilikan Rumah (KPR) Secara Syariah tentunya dengan berbagai macam variasi akad salah satunya ialah Musyarakah Mutanaqisah. Namun tidak semua pembiayaan akan berjalan dengan lancar dan tentunya akan ada permasalahan salah satunya dalam akad Musyarakah Mutanaqisah ini, karena tidak semua akan sesuai dengan aturan yang ada dalam hal ini ialah Keputusan Dewan Syariah Nasional. Maka dari itu penulis bertujuan untuk menganalisis penerapan yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada agar nantinya dapat menjadi acuan bagi para praktisi ekonomi syariah ataupun masyarakat

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara. Dalam hal ini wawancara yang akan dilakukan pada Muamalat Institute sebagai lembaga research dari Bank Muamalat Indonesia dan Dewan Syariah Nasional selaku pembuat aturan yang ada.

Hasilnya menunjukan bahwa penerapan penyelesaian pembiayaan musyarakah mutanaqisah bermasalah yang dilakukan hampir semua telah sesuai dengan aturan yang ada, namun masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki oleh bank agar lebih mengikuti aturan yang ada yang telah dibuat.

Kata Kunci : Fatwa DSN, Pembiayaan, Bank Syariah, Musyarakah Mutanaqisah, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah.

Dosen Pembimbing : - Muhammad Maksum, M.A Daftar Pustaka : Tahun 1979 – 2015


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan manusia dari jalan kegelapan ke jalan terang benderang.

Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Penerapan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia”, ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S-1) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan yang tak ternilai bagi penulis, sehingga dapat mempersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang penulis sayangi dan semua pihak yang terkait yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, dukungan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama dalam menyelesaikan skripsi ini tentu akan terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang terhormat:


(7)

iv

Abdurrauf, Lc, MA, selaku sekretaris program studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Muhammad Maksum, M.A selaku dosen pembimbing saya yang tiada hentinya membimbing, meluangkan waktu demi terselesaikannya skripsi ini. 4. Ayah Ibu tercinta Suparno dan Partiyah yang tidak henti-hentinya memberikan

doa, dan dukungan agar terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih untuk kesabaran, nasehat dan curahan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat kesayangan, yang selalu bersama dari semester 1 sampai akhirnya menyelesaikan skripsi ini, terimakasi untuk Uchill, Ijal, dan Nyai Nimas atas kesetiaannya, waktunya, tawanya, candanya, kegilaannya, yang selalu mengisi hari-hari penulis selama masa kuliah. Semoga persahabatan kita terus berlanjut sampai tua nanti.

6. PMII selaku organisasi ekstra kampus yang telah banyak menempa diri saya menjadi lebih siap dalam menghadapi dunia kerja kedepannya.

7. Assy Shella, yang selalu memberikan support dan doanya, yang selalu bisa menemani baik dalam keadaan senang atau dalam keadaan terpuruk, yang selalu memberikan semangat dalam setiap tawanya, dan tidak pernah menyerah dalam menemani perjuangan skripsi ini, terima kasih.


(8)

v

8. Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah kelas C angkatan 2011, terutama yang sering sharing menegenai skripsi yaitu Dody Frans, Tatang, Hilman dan Andy Azhari, terima kasih buat segala kekompakan, kebersamaannya. Semoga kita semua bisa mewujudkan impian masing-masing.

Ciputat, 27 Juli 2015

Penulis


(9)

vi

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Penelitian Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian... 13

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II : LANDASAN TEORI ... 19

A. Kedudukan Fatwa... 19

B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah ... 20

a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah ... 21

b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah ... 26


(10)

vii

C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah ... 30

a. Non Litigasi ... 30

b. Litigasi ... 40

BAB III : Gambaran Umum Objek Penelitian ... 47

A. Profil Bank Muamalat Indonesia ... 47

B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ... 51

C. Produk Dan Jasa Bank Muamalat Indonesia ... 54

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Kedudukan Hukum Keputusan DSN ... 62

B. Praktek Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bank Muamalat Indonesia.. 64

C. Penerapan Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia ... 76

D. Analisa Penerapan Keputusan DSN Tentang Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah pada Bank Muamalat Indonesia ... 83

BAB V: PENUTUP ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... …… 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(11)

viii

Indonesia dari tahun 2012-2014 5

1.1 Perbandingan Pembelian Akad Murabahah dan Musyarakah

Mutanaqisah 64

1.2 Ketentuan Pembiayaan 70

1.3 Kesesuaian Keputusan DSN No.01/DSN-MUI/X/2013 dengan


(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1 Daftar Pertanyaan BMI 96

2 Hasil Wawancara BMI ... 98

3 Hasil Wawancara DSN ... 93

4 Tahapan Proses Pembiayaan ... 103

5 Lampiran Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 105

6 Daftar Pertanyaan DSN ... 109

7 Hasil Wawancara DSN ... 110


(13)

1

Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Perilaku manusia disini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecendrungan-kecendrungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam islam adalah masalah menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akhirat (hereafter). 1

Banyaknya fakta yang menggambarkan kesenjangan yang terjadi akibat diterapkannya sistem bunga, menjadikan kita dapat berpikir bahwa sistem bunga yang masih berlaku saat ini harus diganti dengan sistem lain yang dapat memberikan manfaat yang lebih baik serta mempunyai kontribusi positif guna membangun perekonomian yang sejahtera. Salah satu alternative tersebut adalah sistem perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil yang beroperasi berdasarkan

1

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2011) cet ke-3 hlm 7


(14)

2

pada prinsip-prinsip islam. 2 Sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, dimana tujuannya sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memberlakukan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. 3

Sistem keuangan Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah yang

sesuai syari‟ah untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga (riba). Prinsip muamalah yang diperkenalkan itu berupa prinsip Bagi Hasil lahir sebagai pengganti prinsip bunga sekaligus sebagai salah satu solusi alternative untuk menjawab persoalan pertentangan antara bunga bank dengan riba. Dengan demikian, kerinduan umat islam Indonesia yang mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang tidak hanya sebatas finansial namun juga tuntutan moralitasnya serta ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah menjawab dengan lahirnya Bank Islam. 4

Keberadaan bank-bank syari‟ah di Indonesia semakin mendapat legitimasi dengan disahkannya berbagai undang undang yang mendukung, salah satunya adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008. Undang-undang tersebut memiliki

2 M. Stafi‟I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002)

cet ke-1 hlm 11

3

Zainal Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006) hlm 12

4


(15)

beberapa ketentuan umum (pasal 1) yang baru yang menarik untuk dicermati dan akan memberikan implikasi tertentu. 5

Perbankan syariah di Indonesia jika dilihat dari segi hukum ataupun pelaksanaannya memang sudah cukup berkembang hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah bank syariah yang hanya ada 1 unit pada periode 1992-1998 menjadi 20 unit pada tahun 2005, hal ini mungkin disebabkan banyaknya muslim yang ada di Indonesia yang tertarik pada sistem perbankan yang dilakukan secara syariah ini. Namun disatu sisi karena kemayoritasan kaum muslim ini lah maka harus dilakukan perkembangan lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan yang begitu banyak meskipun banyak juga dari kalangan non muslim menggunakan sistem Bank Syariah ini karena lebih menguntungkan dengan tidak adanya sistem jerat riba. Salah satunya ialah dalam kepemilikan pembiayaan rumah syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah.

Berdasarkan sifatnya, KPR tergolong dalam jenis kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitor yang bersangkutan.6 KPR dalam hal ini menjadi perwujudan dari peranan bank sebagai intermediary, dan peranan sebagai intermediary ini tidak hanya ada pada bank konvensional, melainkan juga terdapat pada bank syariah, yaitu mengerahkan

5

A.Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2009) hlm 98

6


(16)

4

dana dari masyarkat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Bedanya, bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembiayaan keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS principle).7Salah satunya ialah Musyarakah Mutanaqisah.

Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.8 Akad Musyarakah Mutanaqisah menekankan pada penggunaan akad jual beli dengan syirkah dan pengurangan salah satu bagian (porsi) syirkah dengan sewa. akad ini terbilang paling baru diantara akad yang lain yang juga digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah pada perbankan syariah di Indonesia, setelah sebelumnya telah digunakan prinsip Murabahah dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik.

Produk ini didukung dengan lahirnya fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI NO.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah untuk pengaturan yang lebih khusus dan eksklusif. Dan fatwa ini juga telah didukung oleh UU Nomor 21 tahun 2008 Pasal 26 yang talah memperjelas bagaimana kedudukan hukum dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI selaku lembaga pembuat Fatwa.

7

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 4.

8

Indonesia, Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqisah, Ketentuan Umum Butir a.


(17)

Musyarakah Mutanaqisah juga merupakan salah satu sumber pendapatan yang baik bagi bank, dikarenakan kemudahan layanan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan dalam mengangsur biaya pokok kepemilikan rumah tersebut serta ijarah yang dikenakan pada nasabah selama menempati rumah tersebut. Sejalan dengan makin berkembangnya produk pembiayaan Musyarakah di Bank Muamalat Indonesia, resiko yang ditimbulkan juga terbilang besar yaitu besarnya jumlah pembiayaan yang bermasalah baik macet, diragukan, dan ditolak. Berikut ini data pembiayaan Musyarakah bermasalah di Bank Muamalat Indonesia dalam rentang tahun 2012-2014.

Tabel 1.1 Data Pembiayaan Musyarakah Bermasalah Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2012 - 2014

Dari data diatas dapat terlihat seberapa besar pembiayaan bermasalah yang terjadi pada akad musyarakah, hal ini dapat mengakibatkan kerugian apabila tidak diatasi, pihak bank harus menutupinya terlebih dahulu dari dana cadangan kerugian yang ada pada setiap bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah seperti ini. Dan dari ini pula dapat terlihat juga kesehatan bank sangat berpengaruh dari bagaimana bank mengelola dana yang diterimanya. Suatu bank

NPF

Gross

2014 2013 2012

Rp 1.442.679.168 /7,12% Rp 1.340.877.111 / 7,07% Rp 293.980.228 / 2,26%


(18)

6

akan maju apabila dapat mengelola dana tersebut, dan usaha bank yang sering dilanda dengan pembiayaan bermasalah yang menumpuk akan likuidasi dengan cepat.

Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis mengambil tema ini

dengan judul “Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013” Agar dapat mengetahui bagaimana praktek yang dilakukan oleh bank apabila terjadi pembiayaan bermasalah yang sangat berpengaruh pada baik tidaknya suatu bank.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pembatasan yang dilakukan penulis ialah mengenai masalah kepada

“Penerapan KPR syariah pada produk KPR Muamalat iB dengan akad Musyarakah Mutanaqisah, dalam hal ini hanya terfokus tentang bagaimana penerapan yang dilakukan apabila terjadi pembiayaan bermasalah dalam KPR syariah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah Pada Bank Muamalat Indonesia”.

2. Perumusan Masalah

Dari judul di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(19)

2. Bagaimana praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Indonesia?

3. Bagaiman penyelesaian yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam mengatasi pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah? 4. Apakah praktek penyelesaian pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

telah sesuai dengan hukum syariah yang ada? Dalam hal ini ialah Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan Hukum Keputusan Dewan Syariah Nasional.

2. Untuk mengetahui praktek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Indonesia.

3. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam mengatasi pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah.

4. Untuk mengetahui langkah-langkah mana yang paling efektif dalam menyelesaikan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah di Bank Muamalat Indonesia.

5. Untuk mengetahui dengan seksama sudah sesuaikah praktek penyelesaian pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah dengan hukum.


(20)

8

Manfaat yang diberikan dari penulisan ini adalah:

1. Bagi akademis yaitu upaya untuk menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomu Islam, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian pembiayaan bermasalah.

2. Bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah.

3. Bagi praktisi yaitu mengetahui dan menyesuaikan sistem maupun konsep dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah yang sesuai dengan syariah dan hukum yang berlaku di negara kita.

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang mengkaji masalah ini belum begitu banyak. :

 Pertama ada Jurnal tahun 2013 yang disusun oleh Pertama Mohd Sollehudin Shuib Islamic Business School Universiti Utara Malaysia, Kedah, Kedua Mohd Zaidi Daud Jabatan Syariah dan Undang-Undang Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Ketiga Ahmad Azam SulaimanJabatan Syariah dan Ekonomi, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Jurnal ini

Membahas tentang “ANALISIS PERBANDINGAN PRODUK

BERASASKAN MUSHARAKAH MUTANAQISAH DAN

KONVENSIONAL”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam


(21)

penelitian ini ia berkesimpulan Secara keseluruhan, analisis menunjukkan masalah yang dihadapi juga tergantung pada struktur konsep seperti isu jaminan modal, isu polemik dua kontrak dalam satu kontrak dan isu status pembayaran bagi rumah yang masih dalam pembangunan. Ada juga isu - isu yang tidak dipengaruhi struktur kontrak sebaliknya disebabkan oleh praktek lembaga itu sendiri dalam menawarkan produk pembiayaan perumahan. Isu terbesar adalah untuk produk pinjaman secara konvensional memang wajib ditolak oleh umat Islam meskipun ada kelebihan yang kadangkala tidak tedapat pada beberapa pembiayaan secara Islam. Ini karena pinjaman secara konvensional jelas berbasis riba dan gharar. Alternatifnya umat Islam dapat memilih kontrak - kontrak pembiayaan Islam yang lain seperti musharakah mutanaqisah, istisna, BBA dan murabahah. Meskipun kontrak - kontrak ini tidak terlepas dari masalah, tetapi ini adalah lebih baik dibandingkan kontrak konvensional yang ada.

 Kedua disusun oleh Nurul Izzah Binti Noor Zainan dari Pusat Pengajian Ekonomi Fakulti Ekonomi dan Pengurusan Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Abdul Ghafar Ismail dari Fakultas Ekonomi dan Pengurusan Universiti Kebangsaan Malaysia. Jurnal ini membahas tentang “Musyarakah Mutanaqisah: Isu dan Cabaran, Kesan


(22)

10

penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Dengan menggunakan konsep pembiayaan musyarakah mutanaqisah ini dengan lebih meningkatkan lagi mutu konsep tersebut berdasarkan landasan syariah , maka akan lebih berkembang lagi penggunaan terhadap konsep musyarakah mutanqisah karena ia merupakan konsep yang efisien dalam pembiayaan perumahan. Oleh karena itu, jika ada perubahan terhadap tanggungjawab dari pihak bank atau pelanggan harus mengacu kepada kontrak asli yang telah dilakukan dan perubahan yang dilakukan adalah berbasis dan masih memberikan keuntungan kepada kedua pihak. Jadi, ketika melakukan perubahan dalam kontrak, harga harus dijelaskan pada awal kontrak dilakukan dengan mendapat persetujuan dua belah pihak untuk menghindari terjadinya riba atau gharar dalam perubahan kontrak. Selain itu juga, Musyarakah mutanaqisah ini dapat memberikan keyakinan dan kepercayaan terhadap pelanggan dalam menggunakan sistem perbankan Islam yang transparan dan benar. Meskipun produk ini dikatakan akan mengurangi keuntungan bank dibandingkan produk pembiayaan yang lain, akan tetapi produk ini akan menarik lebih banyak pelanggan dan disamping itu dapat mempertahankan keuntungan yang berkepanjangan kepada pihak bank. Dengan efektivitas terhadap kontrak musyarakah mutanaqisah ini akan memberikan perkembangan yang maju dalam kepemilikan properti


(23)

selain dapat mengembangkan lagi ekonomi Negara karena dengan adanya konsep musyarakah mutanaqisah ini, ia akan mendorong orang untuk memilik properti dan akan mengurangi tingkat kemiskinan di Negara karena mereka mampu memiliki aset mereka sendiri. Dengan berdasarkan landasan syariat yang telah ditetapkan, produk ini akan lebih berkembang dan mampu memberikan layanan yang terbaik dalam sistem perbankan Islam disamping memberikan keuntungan yang lebih dalam perbankan Islam ini karena dapat menarik lebih banyak lagi pelanggan untuk menggunakan sistem perbankan Islam ini.

 Ketiga disusun oleh Agisa Muttaqien, tahun 2012, membahas tentang “PEMBIAYAAN PEMILIKAN RUMAH DENGAN AKAD

MUSYARAKAH MUTANAQISAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Terdapat masalah kepemilikan sertifikat sebagai aspek hukum pembuktian dalam penerapan akad Musyarakah Mutanaqisah ini. Bahwa sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah hanya diatasnamakan nasabah saja. Bank Muamalat Indonesia memilih untuk mencantumkan nama nasabah di awal perjanjian, padahal nasabah pada saat itu belum benar-benar memiliki hunian tersebut. Fatwa DSN tentang Musyarakah Mutanaqisah pun mengatakan kepemilikan baru


(24)

12

berpindah kepada nasabah jika telah dilakukan pelunasan seluruhnya. Lalu terdapat permasalahan dalam penerapan prinsip Ijarah dalam akad Musyarakah Mutanaqisah ini, antara lain pandangan bahwa penyewa dan pemberi sewa dalam PHSK adalah satu pihak yaitu nasabah, yang hanya didasari pencantuman nama nasabah pada sertifikat kepemilikan hunian.

 Keempat disusun oleh Chrisanty Amalia, Universitas Sumatra Utara membahas tentang “ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, di kota Medan)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini ia berkesimpulan Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah pada Bank Muamalat antara lain dikarenakan omset nasabah debitur mengalami penurunan dan dikarenakan adanya masalah keluarga dari nasabah debitur atau karena ada bencana alam yang semuanya diluar dari sepengetahuan manusia. Faktor-faktor internal seperti petugas, sistem dan manajemen sudah di antisipasi Bank Muamalat dimana Bank akan berusaha untuk lebih mengenal calon character nasabah debitur, dengan cara wawancara dan melakukan survei lapangan terhadap capacity dan collateral calon nasabah debitur.


(25)

 Kelima disusun oleh Nova Augusta, tahun 2010, membahas tentang

“MEKANISME PENYELESAIAN PEMBIAYAAN IMBT

BERMASALAH PADA BANK DKI SYARIAH”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Dalam penelitian ini Sebagian besar nasabah mengajukan pembiayaan ijarah muntahia bittamlik adalah untuk keperluan konsumtif, yaitu pembelian KPR. Sedangkan sebagian kecilnya untuk modal kerja, pembiayaan penerbangan, dan industry perkapalan. Faktor utama penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah pada pembiayaan IMBT adalah jika nasabah tiba-tiba di PHK (Putus Hubungan Kerja) oleh perusahaan tempat ia bekerja sehingga mempengaruhi resource of payment (kemampuan membayar) nasabah. E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis yaitu untuk menggambarkan secara jelas bagaimana Penerapan Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia.


(26)

14

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.9 Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar bukan angka. Kalaupun ada angka-angka dalam penelitian ini, sifatnya hanya sebagai penunjang saja. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan kejadian yang terjadi saat ini.10 Metode deskriptif ini menjelaskan upaya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam menangani pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah bermasalah.

3. Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data

hasil wawancara peneliti dengan narasumber.11

9

Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Ed: Revisi, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004), h.2

10

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.26

11


(27)

b. Data Sekunder: yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, misalnya dari buku-buku, majalah atau literature-literatur yang berkaitan dengan tema skripsi.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisa suatu pengertian yang bersifat teoritis, untuk itu penulis menggunkan beberapa literatur yang mendukung penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Studi ini dilakukan untuk menguji kebenaran serta relevansi antara teori yang terdapat dalam buku dengan praktek di lapangan.

b. Wawancara, adalah proses pengumpulan data dan memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan menggunakan alat yang dinamakan pedoman wawancara. 12

Proses wawancara ini akan ditujukan langsung pada narasumber, yaitu:

 Muamalat Institute selaku lembaga research yang telah didirikan Bank Muamalat Indonesia.

 Dewan Syariah Nasional Selaku Pembuat Keputusan

12

Nazir Muh. Metode Penelitian. Jakata : Ghalia Indonesia, 1988. cetakan ketiga. h. 234


(28)

16

c. Dokumentasi: yaitu teknik yang digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan oleh penulis, antara lain dengan cara melihat dokumen dan arsip-arsip pada instansi-instansi yang ada kaitannya dengan objek penelitian.

5. Analisis Data

Selanjutnya, dalam pengolahan data yang telah diperoleh, penulis mengklasifikasikan data tersebut, kemudian melengkapinya dengan interpretasi-interpretasi, dengan menggunakan metode analisa data sebagai berikut:

 Metode deduktif, yaitu suatu logika yang beritik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dijadikan titik tolak dalam menilai suatu fakta yang bersifat khusus.

6. Pedoman Penulisan

Adapun pedoman penulisan laporan penelitian ini didasarkan pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitan

oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012. F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang menjadi isi dari penulisan skripsi ini maka dikemukakan susunan dan rangkaian masing-masing bab, sebagai berikut:


(29)

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan penelitian, hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian, kerangka pemikiran teoritis, dan hipotesis.

BAB III : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab ini berisi tentang gambaran umum dari objek penelitian

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penjelasan tentang informasi yang dihasilkan dalam pengelolaan data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti berdasarkan metode yang digunakan dengan berpedoman pada landasan teori dasar.

BAB V : PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang simpulan atas hasil pembahasan analisa dan penelitian, dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.


(30)

19 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kedudukan Fatwa

Fatwa menempati kedudukan strategis dan sangat penting, karena mufti (pemberi fatwa), sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syathibi, berkedudukan sebagai khalifah dan ahli waris Nabi SAW, sebagaimana hadits

yang diriwayatkan oleh Abud Daud dan Tirmidzi bahwa “ulama merupakan ahli waris para Nabi” dalam menyampaikan hukum syariat, mengajar

manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar dan berhati-hati.13

Kedudukan fatwa dalam hukum Islam dapat dikaji dari pengertian fatwa itu sendiri, sehingga bila berbicara mengenai fatwa itu sendiri, maka tidak akan lepas dari aspek siapa atau organisasi apa yang memuat fatwa tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang fatwa, maka tidak terlepas pembicaraan tersebut terhadap konsep ijtihad. Fatwa dikeluarkan oleh para ulama atau ahli fikih Islam yang mampu mengangkat permasalahan akibat kebutuhan siapa yang butuh dasar jawaban sebagai landasan hukum suatu perbuatan atau kegiatan yang sifatnya bisa keagamaan atau non-keagamaan.14

13

Yusuf Qardhawi, Fatwa Antara Ketelitian & Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani Press), 1997, hlm. 13.

14

Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagmaan; Dalam Fikih Islam, (Jakarta: Bumi Aksara), 2006 hlm. 76


(31)

Terkait dengan MUI bahwa, fatwa MUI ini merupakan bentuk dari fatwa kolektif (al-fatwa alijma`) adalah fatwa yang dihasilkan oleh ijtihad sekelompok orang, tim, atau panitia yang sengaja dibentuk. Pada dasarnya fatwa kolektif ini dihasilkan melalui suatu diskusi dalam lembaga ilmiah yang terdiri atas para personal yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang fikih pemahaman problema keagamaan dan berbagai ilmu lainnya sebagai penunjang dalam arti syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan berijtihad. Fatwa yang dihasilkan melalui lembaga ilmiah ini harus mampu menetapkan hukum dengan berani dan bebas dari pengaruh dan tekanan politik, sosial, dan budaya yang dianut Bangsa.15

Fatwa sangat penting dalam kehidupan ini dan keberadaan fatwa membolehkan pelaksanaan hukum-hukum syara‟ ditegakkan berlandaskan kaidah-kaidah syari‟ah. Fatwa memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan UU Islam atau hukum syara‟. Dengan kedudukan itu, institusi fatwa diberikan perhatian yang utama oleh dunia Islam.

B. Konsep Musyarakah Mutanaqisah

a. Pengertian Dan Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqisah

Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah adalah produk pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul 'inan, yang porsi (hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan

15


(32)

21

pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil 'iwadh mutanaqishah) kepada syarik yang lain (nasabah).16

Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyrikusyarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.17

Dalam suatu lembaga harus dituntut mempunyai suatu landasan hukum yang ada begitupun produk – produk dalam perbankan syariah harus

16

Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Definisi Produk.

17

M. Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqisah, hlm. 1.

http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqish_Nadratuz zaman.pdf (diakses pada 17 Maret 2015)


(33)

dilakuan keabsahan produk yang ada, tidak hanya pertanggungjawaban kepada hukum negara saja, melainkan juga terhadap hukum Allah yang merupakan dasar implementasi dari produk perbankan syariah. Landasan hukum yang pertama ialah berasal dari hukum syariah antara lain:

1. Al-Qur‟an

a. Surah Shad ayat 24 yang artinya,

"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka

ini…."

Ayat ini seolah mencela perilaku orang-orang yang bekerjasama atau berserikat dalam dagang dengan menzalimi sebagian dari mitra kerja mereka. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa syirkah pada hakekatnya diperbolehkan oleh risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan, namun harus sesuai dengan hukum Allah SWT.

b. Surah Al-Maidah ayat 5 yang artinya,

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....”

Ayat ini memberikan ketegasan kepada umat manusia yang berkongsi dalam kebaikan untuk selalu mematuhi segala aturan mengenai akad (perjanjian) dan tidak boleh mengingkarinya jika telah berjanji, agar di kemudian hari tidak terjadi permasalahan dan perselisihan yang menghancurkan umat manusia itu sendiri.


(34)

23

c. Surah Al-Baqarah ayat 233 yang artinya,

“… dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa

bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat

apa yang kamu kerjakan”

Ayat ini merupakan salah satu dasar hukum dari ijarah yang menjadi bagian dari akad Musyarakah Mutanaqisah. Allah telah memberikan hukum kepada manusia bahwa memberikan pembayaran karena mengambil manfaat dari orang lain tidak dilarang dan tidak berdosa.

d. Surah Az-Zukhruf ayat 32 yang artinya,

“… dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain

beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka

kumpulkan”

Ayat ini menerangkan bahwa memang Allah menjadikan sebagian umat menjadi lebih tinggi beberapa derajat daripada yang lain, agar umat yang kekurangan dapat mengambil manfaat dan bekerjasama demi dan dengan manfaat tersebut.

2. Hadist Rasulullah saw

a. HR Abu Hurairah RA yang artinya, “Allah swt. berfirman: „Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak


(35)

tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah

berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan

oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)

b. HR Tirmidzi dan Amr bin Auf yang artinya, “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

c. HR Ibn Majah dari Ibnu Umar, yang artinya, “Berikanlah upah pekerja

sebelum keringatnya kering” Hadist ini menegaskan bahwa menyewa

atau memanfaatkan tenaga dari buruh atau pekerja adalah diperbolehkan, namun tidak boleh menyingkirkan kewajiban untuk membayar sewa atas manfaat tersebut, bahkan kewajiban untuk membayar sewa harus dilunasi sebelum keringatnya kering.

d. HR Abu Saad bin Abi Waqqash tentang sewa menyewa yang artinya, “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”

Pemaparan diatas merupakan pemaparan mengenai dasar hukum agama (syariah) menurut Al-Qur‟an, Hadist dan Taqrir Rasulullah saw Namun, sebagai lembaga yang bergerak secara nasional dan internasional, dibutuhkan pula perangkat hukum positif yang mendasari pijakan


(36)

25

perbankan syariah dan produk-produk yang terdapat di dalamnya, yaitu antara lain:

1. Bank Indonesia

Bank Indonesia sebagai perpanjangan tangan dari undang-undang yang telah disahkan oleh DPR dan Presiden RI, juga membuat instrumen hukum bagi akad, antara lain:18

a.PBI No. 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. b.PBI No.10/16/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang

Perubahan Atas PBI No.9/19/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

c.PBI Nomor 10/17/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 Tentang Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

d.PBI Nomor. 9/19/PBI/2007 Tanggal 17 Desember 2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

18

Bank Muamalat Indonesia, Panduan Produk Nomor 01/RPDD/PMBY/2010 Panduan Pembiayaan iB Syariah Kongsi, 2010, hlm. 1.


(37)

b. Karakteristik Musyarakah Mutanaqisah

Karakteristik Musyarakah Mutanaqishah Semua rukun dan ketentuan yang ada dalam akad musyarakah, sebagaimana fatwa DSN-MUl No. 8IDSN-MUIIIV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah berlaku juga pada Musyarakah Mutanaqishah. Sedangkan ciri-ciri khusus Musyarakah Mutanaqishah adalah sebagai berikut:19

a.Modal usaha dari para pihak (Bank Syariah/Lembaga Keuangan Syariah [LKS]) dan nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha tersebut dilakukan tajzi'atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit unit hishshah. Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah). Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal usaha syirkah adalah 100 unit hishshah.

b.Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada huruf a, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta rupiah (l00 unit hishshah).

19

Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Karakteristik


(38)

27

c.Adanya wa'd (janji). Bank Syariah/LKS berjanji untuk mengalihkan seluruh hishshahnya secara komersial kepada nasabah dengan bertahap;

d.Adanya pengalihan unit hishshah. Setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada Bank Syariah/LKS, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah Bank Syariah/LKS secara komersial (naqlul hishshah bil 'iwadh), sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak Bank Syariah/LKS.

c. Prinsip Dan Ketentuan Musyarakah Mutanaqisah

Prinsip yang digunakan dalam produk ini adalah akad Musyarakah Mutanaqishah. Syirkah dalam akad Musyarakah Mutanaqishah adalah syirkah al-'inan. Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Musyarakah Mutanaqishah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:20

a. Berlaku ketentuan hukum/prinsip syariah sebagaimana yang diatur dalam fatwa DSN-MUI No.08/DSN-MUI/lV /2000 tentang Pembiayaan Musyarakah;

20

Indonesia, Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional No: 01/DSN-MUI/XI/2013 Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan, Prinsip Dan Ketentuan.


(39)

b. Karakteristik sebagaimana angka 2 harus dituangkan secara jelas dalam akad;

c. Setelah seluruh proses pengalihan selesai, seluruh porsi modal (hishshah) Bank Syariah/LKS beralih kepada nasabah;

d. Pendapatan Musyarakah Mutanaqishah berupa bagi hasil dapat berasal dari:

i. Margin apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip jual beli;

ii. Bagi hasil apabila kegiatan usahanya berdasarkan musyarakah atau mudharabah;

iii. Ujrah apabila kegiatan usahanya berdasarkan prinsip ijarah. e. Nisbah keuntungan (bagi hasil) ditetapkan berdasarkan kesepakatan

para pihak dan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan modal;

f. Proyeksi keuntungan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah dapat didasarkan pada pendapatan masa depan (future income) dari kegiatan Musyarakah Mutanaqishah, pendapatan proyeksi (projected income) yang didasarkan kepada pendapatan historis (historical income) dari kegiatan Musyarakah Mutanaqishah atau dasar lainnya yang disepakati. Para pihak dapat menyepakati nisbah keuntungan tanpa menggunakan proyeksi keuntungan;


(40)

29

g. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), maka obyek yang dibiayai dengan akad Musyarakah Mutanaqishah dapat diambil manfaatnya oleh nasabah selaku pengguna atau pihak lain dengan membayar ujrah yang disepakati. Apabila nasabah menggunakan obyek Musyarakah Mutanaqishah, maka nasabah adalah pihak yang mengambil manfaat dari obyek tersebut (intifa' bil ma'jur) dan karenanya harus membayar ujrah;

h. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah) dan obyek ijarah yang dibiayai dalam proses pembuatan pada saat akad (indent), maka seluruh rincian kriteria, spesifikasi, dan waktu ketersediaan obyek harus disepakati dan dinyatakan secara jelas, baik kualitas maupun kuantitasnya (ma'luman mawshufan mundhabithan munafiyan lil jahalah) dalam akad sehingga tidak menimbulkan ketidak-pastian (gharar) dan perselisihan (niza');

i. Dalam hal kegiatan usaha Musyarakah Mutanaqishah menggunakan prinsip sewa menyewa (ijarah), obyek pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah boleh diatas namakan nasabah secara langsung atas persetujuan Bank Syariah/LKS;


(41)

j. Nasabah boleh melakukan pengalihan hishshah bank syariah/LKS sesuai dengan jangka waktu yang disepakati atau dengan jangka waktu dipercepat atas persetujuan Bank Syariah/LKS.

C. Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Syariah

Seperti yang terlihat dalam Keputusan DSN NO.01/DSN-MUI/X/2013 Model Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui jalur Non Litigasi dan Jalur Litigasi:

a. Non Litigasi

Maksud dari Penyelesaian Non Litigasi ialah dengan tidak melalui pengadilan, tetapi dilakukan melalui jalur perdamaian (Musyawarah) dan juga bisa melibatkan badan arbitrase yang telah dibentuk.

1. Perdamaian Musyawarah Mufakat

Pada dasarnya langkah pertama yang dilakukan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah ialah melalui jalan damai. Perdamaian ialah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan.21 Selanjutnya dikatakan ada tiga rukun yang harus dipenuhi yaitu : ijab, qabul dan lafadz

Upaya damai yang dilakukan biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat diantara para pihak yang berselisih. Dengan musyawarah yang mengedepankan

21 Sohari Sahrani, Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011) Cet


(42)

31

prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan. Salah satu penerapan dari penyelesaian secara Perdamaian ini terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain:

o Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

o Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:

 perubahan jadwal pembayaran;  perubahan jumlah angsuran;  perubahan jangka waktu;

 perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah;


(43)

 perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah; dan/atau pemberian potongan.

o Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain meliputi:

 penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;  konversi akad Pembiayaan;

 konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; dan/atau

 konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.

2. Badan Arbitrase Syariah Nasional a. Pengertian

Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut "kebijaksanaan". Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.22

22


(44)

33

Sedangkan arbitrase dalam perspektif Islam (arbitrase syariah) dapat disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata kerja hakkama.23 Secara teknis tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal saat ini, yaitu : "Pengangkatan seorang atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai". Kata sinonim yang digunakan adalah muhakkam, sedang wasit atau arbiter digunakan istilah hakam, yaitu yang menyelesaikan perselisihan.

b. Landasan Hukum

Al-qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum yang paling utama memberikan petunjuk kepada manusia apabila terjadi sengketa di antara para pihak, apakah di bidang politik, keluarga, ataupun bisnis. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur'an surat An-Nissa ayat 35 yang artinya :

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". (Q.S. An-Nisaa : 4 : 35)

Hal ini juga dijelaskan dalam HR. Al-Nasa‟i yang artinya:

23 Luis Ma‟luf, Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-A‟lam


(45)

“Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepada kami, (riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa ketika ia (Hani) menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya dengan panggilan Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani seraya bersabda: sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepadaNyalah dimintakan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?” Abu Syuraih menjawab: jika kaumku bersengketa maka mereka mendatangiku untuk meminta

penyelesaian dan kedua belah pihak akan rela dengan putusanku”, kemudian nabi mengomentari jawaban Abu Syuraih : “Alangkah baiknya perbuatanmu ini! Apakah kamu mempunyai anak ?”. Abu Syuraih menjawab: “Ya, saya punya anak yaitu Syuraih, „Abdullah, dan Musallam”. Siapa yang paling tua? “. Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: “Syuraih” kata Rasul: “kalau begitu, engkau adalah Abu Syuraih”. (HR. Al-Nasa‟i).

Kemudian MUI pun mengeluarkan SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 Tanggal 30 Syawal 1424 H (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Sedangkan dasar hukum arbitrase yang berlaku secara positif dapat dijelaskan bahwa, Alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat umum, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi, Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang


(46)

35

Desain Industri, dan Undang - undang No. 32 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu.

c. Macam – macam Arbitrase dan Ketentuan

Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek, yaitu sebagai berikut:

a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)

Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan suatu kasus sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan arbitrase ad-hoc ini pun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. Para arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara pengangkatan para arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa, tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan hal hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh undang-undang.24

Dalam arbitrase ad hoc proses beracara dalam arbitrase ditentukan sendiri oleh para pihak menurut ketentuan yang lazim

24

Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19


(47)

berlaku, atau jika dikehendaki dapat diikuti proses beracara pengadilan. Pada arbitrase ad hoc para pihak dapat mengatur cara-cara bagaimana pelaksanaan pemilihan arbiter, kerangka kerja prosedur arbitrase dan aparatur administrasi dan arbitrase. Namun demikian dalam pelaksanaannya, arbitrase ad hoc ini memiliki kesulitan antara lain kesulitan dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan prosedural dan arbitrase serta kesulitan dalam merencanakan metode metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak. Karena ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase kedua yaitu arbitrase institusional.

b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)

Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Negara tersebut.

Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main dari


(48)

37

lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan - peraturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.25

Proses beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutus proses beracara yang sudah baku menurut ketentuan lembaga tersebut. Dalam arbitrase institusional, di samping ketentuan yang berlaku umum tata cara pengangkatan arbiter biasanya sudah ditentukan oleh lembaga tersebut, termasuk perlawanan yang mungkin ditiadakan terhadap arbiter yang ditunjuk. Selain itu bagi arbitrase institusional, proses beracara dalam arbitrase institusional biasanya memutuskan proses beracara yang sudah baku menurut lembaga tersebut.

d. Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Terkait dengan prosedur, bahwa arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter.26 Sedangkan yang dimaksud dengan prosedur berperkara melalui badan arbitrase adalah keseluruhan proses yang harus ditempuh sejak awal pendaftaran perkara dari segi administratif, penunjukan arbiter/majelis arbiter, persidangan, pemeriksaan perkara, pembuktian dan kesimpulan, kemudian diputuskan.

25

Ibid. hlm. 19

26

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1999), h. 144


(49)

Berkaitan dengan prosedur dan proses penyelesaian sengketa lembaga keuangan syariah melalui Basyarnas harus didasarkan pada UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Peraturan Prosedur Basyarnas (dulu BAMUI). Adapun ketentuan-ketentuan umum yang terkait prosedur penyelesaian sengketa UU No. 30 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:27

a) Pemeriksaan sengketa harus diajukan secara tertulis, namun demikian dapat juga secara lisan apabila disetujui para pihak dan dianggap perlu oleh Arbiter atau Majelis Arbiter.

b) Arbirter atau Majelis Arbirter terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara pihak yang bersengketa.

c) Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak Arbiter atau Majelis Arbiter terbentuk, namun demikian dapat diperpanjang apabila diperlukan dan disetujui para pihak.

d) Putusan Arbitrase harus memuat kepala putusan yang berbunyi “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” nama sengkat sengketa, uraian singkat sengketa, pendirian cara pihak, nama lengkat dan alamat Arbiter atau Majelis Arbiter mengenai keselurhan sengketa, pendapat masing-masing Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase, amar putusan, tempat dan tanggal putusan, dan tanatangan Arbiter atau Majelis Arbiter.


(50)

39

e) Dalam putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan.

f) Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan harus ditutup dan ditetapkan sidang mengucapkan putusan arbitrase dan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemeriksaan ditutup.

g) Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter atau Majelis Arbiter untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi dan atau menambah atau mengurangi seuatu tuntutan putusan.

Berdasarkan ketentuan-ketentuaun prosedur di atas, dimaksudkan untuk menjaga agar jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase termasuk juga arbitrase syariah menjadi berlarut-larut, sehingga dengan demikian dalam arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Dengan demikian, putusan yang sudah tandatangani arbiter bersifat final and binding artinya putusan Basyarnas mempunyai kekuatan mengikat dan padanya tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun.

Namun, di sini ada pengecualian apabila telah terjadi kekhilafan, atau penipuan di dalamnya mengenai suatu fakta atau dengan adanya novum. Setelah putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepeniteraan


(51)

PN (Pengadilan Negeri). Bilamana putusan tidak dilakukan secara sukarela, maka dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN (Pengadilan Negeri). Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 8 Tahun 2008 perubahan No. 02 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah, disebutkan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan secara sukarela, maka putusan tersebut berdasarkan perintah Pengadilan Agama.

b. Litigasi (Pengadilan Agama)

Langkah ini akan diambil bilamana nasabah tidak beritikad baik yaitu menunjukkan kemauan untuk memenuhi kewajibannya sedangkan nasabah sebenarnya masih mempunyai harta kekayaan lain yang tidak dikuasai oleh bank atau sengaja disembunyikan atau mempunyai sumber-sumber lain untuk mengatasi kredit macetnya.

Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka bilamana terjadi sengketa dalam bidang muamalah maka diselesaikan lewat Pengadilan Agama. Perubahan penting yang ada dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 adalah perluasan kekuasaan atau kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga sengketa di bidang Ekonomi Syariah . Hal ini terdapat pada Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, yang dimaksudkan dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi Bank


(52)

41

Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi dan surat berharga jangka menengah syariah, Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, Bisnis Syariah serta Lembaga Keuangan Mikro Syariah.28.

Perbedaan yang sangat mendasar pada kedudukan Peradilan Agama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah terletak pada kewenangan absolutnya. Ketika masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 sebagai payung hukum terakhir bagi tugas-tugas Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama hanya sebatas menyelesaian perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf dan shadaqoh. Sehingga bilamana terjadi sengketa menyangkut ekonomi syariah hanya bisa dilakukan di Pengadilan Negeri. a. Penyelesaian Melalui Proses Persidangan (Litigasi)

Adapun hal hal penting yang harus dilakukan terlebih dahulu tersebut antara lain yaitu :

1) Pastikan Lebih Dahulu Perkara Tersebut Bukan Perkara Perjanjian yang Mengandung Klausula Arbitrase.

2) Pelajari Secara Cermat Perjanjian (Akad) yang Mendasari Kerja Sama Antar Para Pihak.

3) Prinsip Utama dalam Menangani Perkara Ekonomi syari‟ah.

28

Indonesia, Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49 huruf i.


(53)

penyelesaian perkara perbankan syari‟ah di lingkungan peradilan agama akan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum. Artinya, setelah upaya damai ternyata tidak berhasil maka hakim melanjutkan proses pemeriksaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan ketentuan hukum perdata dimaksud. Dengan demikian dalam hal ini proses pemeriksaan perkara tersebut akan berjalan sebagaimana lazimnya proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan yang secara umum akan dimulai dengan pembacaan surat gugatan penggugat, lalu disusul dengan proses menjawab yang akan diawali dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat, dan terakhir duplik dari pihak tergugat.

Setelah proses jawab menjawab tersebut selesai, lalu persidangan dilanjutkan dengan acara pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua belah pihak beperkara masing-masing mengajukan bukti-buktinya guna mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan di persidangan. Setelah masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap berikutnya adalah kesimpulan dari para pihak yang merupakan tahap terakhir dari proses pemeriksaan perkara di persidangan. Setelah seluruh tahap pemeriksaan perkara di persidangan selesai, hakim melanjutkan kerjanya untuk mengambil putusan dalam rangka mengadili atau memberikan


(54)

43

keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan selanjutnya yang harus dilakukan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah melakukan konstatir, mengkualifitsir, dan meng-konstituir guna menemukan hukum dan menegakkan keadilan atas perkara tersebut untuk kemudian disusun dalam suatu putusan (vonnis) hakim Adapun kerangka kerja dari ketiga hal tersebut, yaitu :29

Pertama, meng-konstatir artinya menguji benar tidaknya peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak melalui pembuktian menggunakan alat-alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian. Hal ini harus diuraikan secara sistematis dalam putusan hakim pada bagian duduk perkaranya. Kerangka kerja berkaitan dengan hal ini secara garis besar meliputi :

1. Memeriksa identitas para pihak, termasuk kuasa hukumnya jika ada. 2. Mengupayakan perdamaian bagi para pihak beperkara sesuai dengan

ketentuan Pasal 154 R.Bg / 130 HIR dan / atau melalui upaya mediasi sebagaimana PERMA No. 01 Tahun 2008 seperti diuraikan sebelumnya.

3. Memeriksa syarat-syarat perkara tersebut sebagai perkara.

4. Memeriksa seluruh fakta atau peristiwa yang dikemukakan para pihak.

29

A. Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 33, 36-37


(55)

5. Memeriksa syarat-syarat dan unsur-unsur setiap fakta atau peristiwa. 6. Memeriksa alat-alat bukti yang diajukan di persidangan sesuai

dengan tata cara pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata. 7. Memeriksa jawaban, sangkalan, keberatan dan bukti-bukti pihak

lawan.

8. Mendengar kesimpulan masing-masing pihak.

9. Melakukan pemeriksaan di persidangan sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

Kedua, meng-kualifisir, artinya menilai peristiwa atau fakta yang telah terbukti itu termasuk hubungan hukum apa dan menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir. Hal ini harus diuraikan dalam putusan hakim pada bagian pertimbangan hukumnya. Kerangka kerja dalam hal ini secara garis besar meliputi :

1. Merumuskan pokok perkara tersebut

2. Mempertimbangkan syarat-syarat formil perkara 3. Mempertimbangkan beban pembuktian

4. Mempertimbangkan keabsahan peristiwa atau fakta sebagai fakta hukum

5. Mempertimbangkan secara logis, kronologis, dan yuridis fakta-fakta hukum menurut hukum pembuktian


(56)

45

6. Mempertimbangkan jawaban, keberatan dan sangkalan sangkalan serta bukti-bukti lawan sesuai hukum pembuktian

7. Menemukan hubungan hukum peristiwa-peristiwa atau fakta yang terbukti dengan petitum

8. Menemukan hukumnya, baik hukum tertulis maupun yang tidak tertulis dengan menyebutkan sumber-sumbernya (lihat antara lain sumber-sumber hukum materiil setelah pembahasan ini)

9. Mempertimbangkan biaya perkara

Ketiga, meng-konstituir artinya menetapkan hukum atas perkara tersebut. Dalam hal ini hakim :

1. Menetapkan hukum atas perkara tersebut dalam amar putusannya 2. Mengadili sebatas petitum yang ada, kecuali ditentukan lain oleh

undang-undang

3. Menetapkan biaya perkara

Demikian secara garis besar prosedur pemeriksaan perkara

ekonomi syari‟ah di pengadilan agama sesuai dengan ketentuan hukum


(57)

47 A. Profil Bank Muamalat Indonesia

1. Sekilas Tentang Bank Muamalat Indonesia

Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan kepada 3,9 juta nasabah melalui 456 kantor layanan yang tersebar di 34 Provinsi di dan didukung oleh jaringan layanan di lebih dari 4.000 outlet System Online Payment Point (SOPP) di PT. POS Indonesia dan 1.483 Automated Teller Machine (ATM). Untuk memantapkan aksesibilitas nasabah. Bank Muamalat telah meluncurkan Shar-e Gold yang dapat digunakan untuk bertransaksi bebas biaya di jutaan merchant di 170 negara.

Bank Muamalat merupakan satu-satunya bank syariah yang berekspansi ke luar negeri dengan membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Nasabah dapat memanfaatkan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) dengan jangkauan akses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia.

Pelopor perbankan syariah ini selalu berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan mudah dijangkau bagi masyarakat hingga ke berbagai pelosok Nusantara.


(58)

48

Bukti komitmen tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional, serta masyarakat luas dengan perolehan lebih dari 100 penghargaan bergengsi selama 5 tahun terakhir.30

2. Sejarah Singkat Perjalanan Bank Muamalat Indonesia

Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, pada 22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di Indonesia.

Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November yang dibuat oleh Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan Izin Menteri Kehakiman Nomor C2.2413. T.01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.

Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian

30

Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), h. 16.


(59)

dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud dukungan mereka.

Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1223/ MK.013/1991 tanggal 5 November1991 serta izin usaha yang berupa Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 430/ KMK.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat kepercayaan dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa.

Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut. Tahun 1998, angka non performing financing (NPF) Bank Muamalat sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau kurang dari sepertiga modal awal.

Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang saham


(60)

50

luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999.

Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan berhasil membalikkan keadaan dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh dari tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun 2013.31 3. Visi dan Misi32

a. Visi

Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan dipasar spiritual dikagumi dipasar ragional

b. Misi

Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder.

31

Ibid, hlm. 17

32

Bank Muamalat Indonesia, Visi dan Misi. http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-misi (diakses pada tanggal 4 April 2015)


(61)

B. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia Dewan Pengawas Syariah

Bank Muamalat Indonesia secara struktur tidak terpisah dengan unit-unit oraganisasi Bank BNI lainnya. Adapun strukutr tersebut adalah sebagai pimpinan tertinggi yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, kemudian Dewan Pengawas Syariah (DPS), Sementara itu, Dewan Komisaris membewahi Direktur Utama.

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat Indonesia. Tugasnya memimpin rapat pemegan saham serta mengawasi jalannya kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia.

2. Dewan Pengawas Syariah33

Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

Berdasarkan hasil keputusan RUPS Tahunan tanggal 23 April 2009 dan Berita Acara RUPS Tahunan No.142 tanggal 23 April 2009 yang dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, ditetapkan

33

Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), h. 232.


(62)

52

bahwa susunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah sebanyak 3 (tiga) orang, yang terdiri dari:

1. KH. Ma‟ruf Amin : Ketua DPS

2. Prof. DR. KH. Muardi Chatib, MA : Anggota 3. Prof. DR. Umar Shihab, MA : Anggota 3. Dewan Komisaris34

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Anggota Dewan Komisaris Bank Muamalat berjumlah 6 (enam) orang termasuk Komisaris Utama. Pengangkatan berdasarkan hasil keputusan RUPS Luar Biasa tanggal 27 Oktober 2011 yang dituangkan dalam akta notaril Berita Acara RUPS Luar Biasa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk No. 280 tanggal 27 Oktober 2011 yang dibuat oleh Notaris Arry Supratno, SH di Jakarta, serta surat rekomendasi dari Komite Remunerasi dan Nominasi No.003/KRN/BMI/VIII/2011 tanggal 23 Agustus 2011 tentang rekomendasi pengangkatan Saleh Ahmed Al-Ateeqi dan Mohamad AlMidani sebagai anggota Dewan Komisaris Perseroan dengan

34


(63)

jabatan masing-masing selaku Komisaris Perseroan. Adapun susunannya sebagai berikut :

1. Widigdo Sukarman Sebagai Komisaris Utama 2. Emirsyah Satar Sebagai Komisaris

3. Sultan Mohammed Hasan Abdulrauf Sebagai Komisaris 4. Andre Mirza Hartawan Sebagai Komisaris

5. Mohamad Al-Midani Sebagai Komisaris 6. Saleh Ahmed Al-Ateeqi Sebagai Komisaris 3. Dewan Direksi35

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Adapun nama-nama anggota Direksi dan jabatannya serta tugas dan tanggung jawab dari masing-masing Direktur, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Direksi No.076A /DIR/KPTS/ X/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi Bank Muamalat dan terakhir dirubah sesuai dengan Surat Keputusan No.039/DIR/KPTS/II/2013 tanggal 19 Februari 2013 tentang

35


(64)

54

Penyempurnaan Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk dan Surat Keputusan No.177/DIR/KPTS/IX/2013 tanggal 23 September 2013 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi dibawah Retail Banking Director dan Finance & Operations Director PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sebagai berikut:

1. Arviyan Arifin Sebagai Direktur Utama

2. Andi Buchari Sebagai Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko

3. Adrian Asharyanto Gunadi Sebagai Direktur Bisnis Ritel 4. Luluk Mahfudah Sebagai Direktur Bisnis Korporasi 5. Hendiarto Sebagai Direktur Keuangan dan Operasional C. Produk-Produk Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat Indonesia memiliki berbagai macam jenis produk dan jasa, produk ini pun terbagi menjadi 2 bagian yaitu produk pendanaan dan produk pembiayaan:36

I. Produk Pendanaan A. Giro Muamalat

i. Giro Perorangan

36

Bank Muamalat Indonesia, Laporan Tahunan 2013, (Jakarta: Bank Muamalat Indonesia, 2013), hlm. 570.


(65)

Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang memudahkan semua jenis kebutuhan transaksi bisnis maupun transaksi keuangan personal Anda. Giro ini diperuntukkan perorangan dengan usia 18 tahun ke atas.

ii. Giro institusi

Giro syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang memudahkan dan membantu semua jenis kebutuhan transaksi bisnis perusahaan Anda. Giro ini diperuntukkan bagi institusi yang memiliki legalitas badan.

B. Tabungan

i. Tabungan Muamalat

Tabungan dalam mata uang rupiah yang dapat digunakan untuk beragam jenis transaksi, memberikan akses yang mudah, serta manfaat yang luas. Tabungan Muamalat kini hadir dengan dua pilihan kartu ATM/Debit yaitu Kartu Shar-E Reguler dan Shar-E Gold.

ii. Tabungan Muamalat Dollar

Tabungan dalam denominasi valuta asing US Dollar (USD) dan Singapore Dollar (SGD) bertujuan untuk melayani kebutuhan transaksi dan investasi yang lebih beragam.


(66)

56

iii. Tabungan Haji Arafah

Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah Haji.

iv. Tabungan Haji Arafah Plus

Tabungan haji dalam mata uang rupiah yang dikhususkan bagi Anda masyarakat muslim Indonesia yang berencana menunaikan ibadah Haji secara regular maupun plus.

v. Tabungan iB Muamalat Rencana

Tabungan iB Muamalat Rencana merupakan tabungan berjangka dalam mata uang rupiah dan dengan setoran rutin bulanan yang tidak bisa ditarik sebelum jangka waktu berakhir kecuali penutupan rekening dan pencairan dana hanya bisa dilakukan ke rekening sumber dana bertujuan untuk membantu mewujudkan berbagai rencana nasabah. vi. Tabungan Muamalat Umroh

Tabungan Umroh merupakan tabungan berencana dalam mata uang rupiah yang akan membantu Anda mewujudkan impian untuk berangkat beribadah Umroh.

vii. TabunganKu

Tabungan syariah dalam mata uang rupiah yang sangat terjangkau bagi Anda dan semua kalangan masyarakat.


(67)

viii. Tabungan iB Muamalat Prima

Tabungan iB Muamalat Prima merupakan tabungan prioritas yang didesain bagi nasabah yang ingin mendapatkan bagi hasil maksimal dan kebebasan bertransaksi.

C. Deposito

i. Deposito Mudharabah

Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal bagi Anda. Deposito Mudharabah diperuntukkan perorangan usia 18 tahun ke atas dan institusi yang memiliki legalitas badan.

ii. Deposito Fulinves

Deposito syariah dalam mata uang Rupiah dan US Dollar yang fleksibel dan memberikan hasil investasi yang optimal serta perlindungan asuransi jiwa gratis bagi Anda.

iii. Dana Pensiun Muamalat

Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat ditransfer dari bank lain.


(68)

58

II. Produk Pembiayaan A. Konsumen

i. KPR MUALAMAT iB

KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take over KPR dari bank lain. Pembiayaan rumah indent, pembangunan dan renovasi. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun untuk karyawan dan 60 tahun untuk wiraswasta atau profesional pada saat jatuh tempo pembiayaan.

ii. iB MUAMALAT UMROH

iB Muamalat Umroh adalah produk pembiayaan yang akan membantu mewujudkan impian Anda untuk beribadah umroh dalam waktu yang segera. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) cakap hukum yang berusia minimal 21 tahun atau maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembiayaan. Dengan jangka waktu pembiayaan sampai dengan 36 bulan.

iii. iB MUAMALAT KOPERASI KARYAWAN

Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end user) melalui koperasi. Diperuntukkan bagi karyawan usia 18 tahun keatas secara berkelompok yang diajukan melalui Koperasi Karyawan.


(69)

iv. iB MULTIGUNA

Pembiayaan untuk pemenuhan kebutuhan konsumen yaitu untuk pembelian barang halal (selain tanah, bangunan, mobil dan emas) serta sewa jasa yang dibolehkan secara syariah (selain pembiayaan ibadah haji dan umroh).

v. iB PENSIUN

Muamalat Pensiun adalah fasilitas pembiayaan konsumer untuk pembelian barang halal (tidak termasuk rumah) atau sewa jasa yang diberikan kepada para pensiunan dan janda/duda pensiunan, dimana pembayaran manfaat pensiun wajib dialihkan melalui Bank Muamalat. vi. iB KONSUMER DUO

Fasilitas pembiayaan konsumer berdasarkan 2 (dua) Akad Murabahah yang diberikan bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan properti/hunian dan pembiayaan kendaraan bermotor.

vii. Pembiayaan kepada Mulitifinance (Autoloan)

Pembiayaan kepada perusahaan multifinance untuk penyaluran fasilitas pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor kepada end user. B. Modal Kerja

i. iB Modal Kerja SME

Pembiayaan modal kerja adalah produk pembiayaan yang akan membantu kebutuhan modal kerja usaha Anda yang akan diberikan dalam rupiah maupun valuta asing sehingga kelancaran operasional


(70)

60

dan rencana pengembangan usaha Anda akan terjamin. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia.

ii. iB Rekening Koran Muamalat

Pembiayaan rekening koran syariah adalah produk pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan usaha Anda dalam mencairkan dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan. Diperuntukkan bagi badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia. iii. iB Muamalat Usaha Mikro

Produk pembiayaan Mikro yang akan diluncurkan dengan brand UMMAT (Usaha Mikro Muamalat) merupakan pembiayaan dalam bentuk modal kerja dan investasi, yang diberikan kepada pengusaha mikro baik untuk pengusaha perorangan maupun badan usaha non hukum.

iv. Program Sahabat Muamalat

Merupakan program pembiayaan khusus modal kerja dalam rupiah yang akan diberikan kepada BMT/ Koperasi Syariah/KJKS. Bank Muamalat melakukan kerjasama dengan Baitul Maal wat-Tamwil (BMM) untuk menambahkan fungsi pendampingan dan monitoring usaha kepada BMT/Koperasi Syariah/ KJKS dalam rangka pengembangan organisasi serta usahanya.


(71)

C. Investasi

i. iB Investasi SME

Pembiayaan investasi adalah pembiayaan yang akan membantu kebutuhan investasi jangka menengah/ panjang usaha Anda guna membiayai pembelian barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru sehingga mendukung rencana ekspansi yang telah Anda susun. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha yang memiliki legalitas di Indonesia.

ii. iB Properti Bisnis Muamalat

iB Properti Bisnis Muamalat adalah produk pembiayaan yang akan membantu usaha Anda untuk membeli, membangun, ataupun merenovasi property maupun pengalihan take-over pembiayaan property dari bank lain untuk kebutuhan bisnis Anda. Diperuntukkan bagi perorangan (WNI) pemilik usaha dan badan usaha dalam negeri yang memiliki legalitas di Indonesia.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)