Force majeure Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah

25 BAB II TEORI FORCE MAJEURE PEMBIAYAAN

A. Force majeure

1. Pengertian Force majeure

Dalam khazanah hukum Indonesia, konsep keadaan memaksa lebih banyak dijelaskan oleh pendapat ahli-ahli hukum Indonesia, antara lain berikut ini. a R. Subekti: Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah disebabkankarena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanksi yang diancamkan atas kelalaian 1 b Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H.F.A. Vollmar: overmacht adalah keadaan di mana debitur sama sekali tidak mungkin memenuhi perutangan absolute overmacht atau masih memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang atau kekuatan jiwa di luar 1 R. Subekti, “ HukumPerjanjian”, Jakarta: PT Intermasa, 1992, hlm.55 26 kemampuan manusia atau dan menimbulkan kerugian yang sangat besar relative overmacht. 2 Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana salah satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau sebagian kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikan, disebabkan adanya suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, di mana pihak yang tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko.

2. Dasar Hukum Force majeure

a Al Qur’an Surat Al Baqarah 2 ayat 280 إو اك و ةر سع ةرظ ف ىلإ ، ةرس ي أو اوق صت ر يخ كل إ ك ت و عت Artinya : Dan jika orang yang berutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. b Al Hadist “Kalau kamu menagih seseorang yang sedang kesulitan, maka bebaskanlah utangnya, semoga Allah juga kelak akan membebaskan kita dari dosa-dosa kita. Maka ketika ia berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benar- benar membebaskannya.” HR. Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah. 2 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A ”,Jogjakarta: Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1980, hlm.20 27 َإ لظ َ وي هش رع لظ ت حت ة ايق لا وي َ ه ظأ هل عضو وأ اًرس ع رظ أ ه ظ “Barang siapa yang mau memberi tangguhan kepada orang yang sedang kesulitan atau bahkan membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan „Arsy-Nya di hari tiada naungan selain naungan- Nya.” HR. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu dan dishahihkan Al Albani dalam Shahihut Targhib no. 909 c Ketentuan Perundang-undangan Dasar hukum force majeure di Indonesia diatur dalam beberapa ketentuan perundang-undangan seperti KUH Perdata Pasal 1244-1245, KUH Perdata 1444-1445, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 48DSN-MUIII2005 tentang Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 07DSN- MUIIV2000 tentang Pembiayaan Mudharabah Qiradh, dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 17DSN-MUIIX2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran.

3. Macam –macam Force majeure

Pada pendapat lain Force majeureini juga dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: a Force majeure menurut jenisnya 1 Force majeure objektif Force majeure objektif ini disebutjuga dengan istilah physical impossibility. Yang dimaksudkan adalah bahwa force majeure tersebut terjadi pada benda yang merupakan objek dari kontrak 28 tersebut, sehingga prestasi tidak mungkin dipenuhi lagi, tanpa adanya kesalahan dari pihak debitur, Misalnya, benda yang menjadi objek dari kontrak terbakar atau disambar petir. 2 Force majeure subjektif Pada force majeure subjektif, peristiwa yang terjadi bukan terhadap benda yang merupakan objek dari kontrak yang bersangkutan, melainkan dalam hubungan dengan keadaan atau kemampuan dari debitur itu sendiri. Misalnya, jika debitur sakit berat atau cacat seumur hidup sehingga tidak mungkin lagi melakukan prestasi. 3 b Force majeure menurut pelaksanaannya 1 Force majeure absolut Force majeure absolut adalah suatu keadaan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar 4 . 2 Force majeure relatif Force majeurerelatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan dimana pemenuhan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan, walaupun secara tidak normal masih mungkin dilakukan.Misalnya terhadap kontrak ekport-impor, di mana setelah 3 Mustafa Kamal Rokan, “Pengantar Hukum Bisnis ”, diakses dari https:awalbarri.wordpress.com20090323pengantar-hukum-bisnis , pada tanggal 17 November 2015 pukul 17 : 51 WIB 4 Oemiy, “Keadaan Memaksa Overmatch Dalam Hukum Perdata”, diakses dari https:oemiy.wordpress.com20101230keadaan-memaksa-overmacht-dalam-hukum-perdata , pada tanggal 17 November 2015 pukul 17 : 30 WIB 29 kontrak dibuat, terdapat larangan impor atas barang tersebut atau PHK masal pada pekerja suatu perusahaan yang pailit. c Force majeure menurut jangka waktu berlakunya 1 Force majeure permanen Force majeureini mengakibatkan tidak dapat terlaksananya prestasi sampai kapan pun sebagai pemenuhan dari suatu kontrak.Misalnya jika barang yang merupakan objek dari kontrak tersebut musnah di luar kesalahan salah satu pihak. 2 Force majeure temporer Dimana terhadap pemenuhan prestasi dari kontrak tersebut tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, dengan kata lainsetelah hilang efek dari terjadinya peristiwa tertentu maka prestasi tersebut dapat dipenuhi kembali.Misalnya, jika barang yang menjadi objek kontrak tersebut tidak mungkin dikirim karena terjadi pergolakan sosial.Akan tetapi, pada saat kondisi sudah aman, maka barang tersebut dapat dikirim kembali. 5

4. Teori Force majeure

a. Teori force majeure menurut kaidah fiqih Islam

Karakterisitik force majeure merupakan suatu bencana atau musibah adalah sebuah keadaan darurat yang secara hukum akan berimplikasi kepada munculnya berbagai aturan untuk menghilangkan 5 Dewo Broto Joko Putranto, “Penyusunan Kontrak Dan Aspek-Aspek Hukum Pengadaan BarangJasa Berdasarkan Kepres No. 80 Tahun 2003 ”, diakses dari http:justitia- indonesia.blogspot.co.id200609penyusunan-kontrak-dan-aspek-hukum.html pada tanggal 01 Februari 2016 pukul 04 : 42 WIB 30 ataupun setidaknya mengurangi kondisi darurat tersebut. Dalam hal force majeure ini misalnya, seorang kreditur tidak layak membebankan debitur yang tertimpa musibah berat dengan beban yang sama saat debitur belum mengalami musibah itu. Bahkan jika dianggap perlu, kontrak dapat dibatalkan untuk menghilangkan beban tambahan bagi debitur dalam keadaan darurat tersebut. Ada beberapa kaidah Islam yang sesuai dengan definisi keadaan force majeure ini, diantara lain : 6 ريسيتلا ب جت هقش لا Artinya : “Kemudharatan itu menarik kemudahan” Sumber pengambilan kaidah diatas diperkuat dari Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah : 185 رسعلا كب يري َو رسيلا كب َ يري Artinya : “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu ” Kaidah diatas ini menjadi sumber adanya keringanan dalam menjalankan tuntutan syari’at diantara nya seperti keringanan yang diberikan karena keadaan terpaksa serta unsur kurang mampu dan kesukaran umum yang menjadi akibat dari terjadinya force majeure. 7 Dalam praktik perbankan, proses penyelesaian kasus force majeure harus melewati beberapa ketentuan dan prosedur tertentu, salah satunya 6 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, Bandng : PT.Al Ma’arif, h. 503 7 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, h. 505-506 31 adalah pembuktian berita terjadinya force majeure yang menimpa nasabah kepada pihak perbankan. pembuktian berita terjadinya force majeure diperlukan untuk memastikan apakah benar nasabah mengalami keadaan memaksa sehingga nasabah tidak dapat melakukan pengembalian kewajiban atau membutuhkan keringanan. Hal ini sesuai dengan kaidah dalam fiqih Islam, yaitu : 8 كشلاب طا ت َ صخرلا Artinya : “keringanan itu tidak dapat disangkutpautkan dengan keraguan” Kaidah diatas menjelaskan bahwa keringanan yang diberikan tidak boleh ada unsur keragu-raguan. Pihak bank yang memberikan keringanan haruslah yakin dengan pembuktian nasabah yang mengalami force majeure.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa force majeure dipandang dari perspektif kaidah fikih telah memenuhi nilai -nilai yang diinginkan dalam kaidah-kaidah tersebut.

b. Teori Ketidakmungkinan onmogelijkheid

Teori ketidakmungkinan berpendapat bahwa keadaan memaksa adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. Ketidakmungkinan dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a Teori ketidakmungkinan absolut atau objektif absolute onmogelijkheid Adalah ketidakmungkinan sama sekali dari debitur untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur Volmar menyebutnya 8 Fatchur rahman, “Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islam”, h. 509 32 absolute overmacht. Dasarnya adalah ketidakmungkinan impossibility memenuhi prestasi karena bendanya lenyapmusnah. 9 b Teori ketidakmungkinan relatif atau subjektif relative onmogelijkheid Adalah ketidakmungkinan relatif dari debitur untuk memenuhi prestasinya Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara.Perikatan tidak berhenti tidak batal, hanya pemenuhan prestasinya tertunda. Jika kesulitan sudah tidak ada lagi, pemenuhan prestasi diteruskan. Akan tetapi, jika prestasi itu sudah tidak berarti lagi bagi kreditur karena sudah tidak diperlukan lagi, perikatan itu gugur. Perbedaan antara perikatan batal dan perikatan gugur terletak pada ada tidaknya objek perikatan dan objek tersebut harus mungkin dipenuhi.Pada perikatan batal, objek perikatan tidak ada karena musnah sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh debitur sifat prestasi.Pada perikatan gugur, objek perikatan ada sehingga mungkin dipenuhi dengan segala macam upaya debitur, tetapi tidak mempunyai arti lagi bagi kreditur.Jika prestasi betul-betul dipenuhi oleh debitur, tetapi kreditur tidak menerima menolak karena tidak ada manfaatnya lagi, perikatan dapat 9 Ridha Nur Arifa, “PerbuatanMelawan Hukum”, diakses dari http:pandaihukum.blogspot.co.id201405perbuata-melawan-hukum.html pada tanggal 01 Februari 2016 pukul 04 : 45 WIB 33 dibatalkan.Persamaanya adalah pada perikatan batal dan perikatan gugur keduanya itu tidak mencapai tujuan. 10

c. Teoripeniadaan kesalahan afwesigheid van schuld

Teori penghapusan atau peniadaan ini mengartikan bahwa dengan adanya overmatch maka terhapuslah kesalahan deb itur. Sehingga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tadi tidak bias dipertangungjawabkan.

5. Akibat Force majeure

Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa membawa konsekuensi bagi para pihak dalam suatu perikatan, di mana pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tidak dinyatakan wanprestasi.Dengan demikian, dalam hal terjadinya keadaan memaksa, debitur tidak wajib membayar ganti rugi dan dalam perjanjian timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan karena perikatannya dianggap gugurterhapus. Beberapa pakar membahas akibat hukum dari keadaan memaksa sebagai berikut A.R. Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa akibat, yaitu 11 a kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi 10 Ridha Nur Arifa, “PerbuatanMelawan Hukum”, diakses dari http:pandaihukum.blogspot.co.id201405perbuata-melawan-hukum.html pada tanggal 01 Februari 2016 pukul 04 : 45 WIB 11 R. Setiawan, “Pokok-Pokok Hukum Perikatan” Bandung: Binacipta, 1994, h..27-28. 34 b debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai,13 dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi c risiko tidak beralih kepada debitur d pada persetujuan timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang menyitir Dr. H.F.A Vollmar. Overmacht harusdibedakan apakah sifatnya sementara ataukah tetap.Dalam hal overmacht sementara, hanya mempunyai daya menangguhkan dan kewajibannya untuk berprestasi hidup kembali jika dan sesegera faktor overmacht itu sudah tidak ada lagi, demikian itu kecuali jika prestasinya lantas sudah tidak mempunyai arti lagi bagi kreditur. Dalam hal terakhir ini, perutangannya menjadi gugur misalnya taksi yang dipesan untuk membawa seseorang ke stasiun karena ada kecelakaan lalu lintas, tidak dapat datang pada waktunya, dan ketika lalu lintas sudah aman kembali, kereta api sudah tidak dapat dicapai lagi. 12 Abdulkadir Muhammad membedakan keadaan memaksa yang bersifat objektif dan subjektif. Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan dalam arti perikatan itu batal the agreement would be void from the outset. 13 Salim H.S., mengemukakan tiga akibat dari keadaan memaksa, yaitu 14 12 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, op. cit, h. 22. 13 Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perikatan” Bandung: Penerbit Alumni, 1982, h..28- 31 14 Salim H.S, “Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW” Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2001, h.184-185. 35 a debitur tidak perlu membayar ganti rugi Pasal 1244 KUH Perdata; b beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara; c kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontraprestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata. Ketiga akibat tersebut lebih lanjut dibedakan menjadi dua macam, yaitu pada akibat keadaan memaksa absolut, yaitu akibat butir a dan c,dan akibat keadaan memaksa relatif, yaitu akibat butir b. Namun, Perlu digarisbawahi bahwa hak kreditur dalam force majeure sama sekali tidak dihilangkan, hanya saja jangka waktu pemenuhan hak tersebut diperpanjang untuk memberi kolonggaran bagi pihak debitur.

B. Force Majeure dalam Hutang Piutang