66 heteroskedastisitas dapat dilakukan uji White, dengan melihat nilai
ObsR-Squared apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 maka data dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas Winarno,
2011:5.14. Jika terjadi heteroskedastisitas maka dapat menggunakan metode Generalized Least Square GLS untuk mengatasinya.
Untuk permasalahan heteroskedastisitas menurut Gujarati 2003 dalam bukunya basic econometric, permasalahan tersebut
dapat di atasi denga menggunakan metode GLS Generalized Least Square.
Metode GLS
telah diberikan
perlakuan “white
heterescedasticity - consistent covariance” untuk mengantisipasi
data yang tidak bersifat homoskedastis.
2. Generalized Least Square GLS
Penyimpangan asumsi homoskedastisitas terhadap operasi OLS sekalipun tidak merusak sifat unbiased dan konsistensinya, namun
merusak efisiensi estimatornya. Rusaknya sifat efisiensi estimator OLS tersebut menyebabkan hasil pengujian hipotesisnya menjadi meragukan.
GLS, sebagai salah satu bentuk estimasi least square, merupakan bentuk estimasi yang dibuat untuk mengatasi sifat heteroskedastisitas yang
memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat efisiensi estimatornya tanpa harus kehilangan sifat unbiased dan konsistensinya.
Y
i
= β
+
β1
X
i
+ ε
i
dengan Var ε
i
= σ
i 2
67 Masing-masing dikalikan, maka diperoleh transformed model sebagai
berikut: Y
i
= β
+ β
1
X
i
+ ε
i
1σ
2
Dari perbandingan hasil perhitungan antara model estimasi OLS dengan GLS terlihat bahwa GLS merupakan alternatif model estimasi
yang baik untuk berhadapan dengan gejala heteroskedastisitas. Hal tersebut dikarenakan, di samping GLS memiliki kemampuan untuk
menetralisir akibat pelanggaran asumsi homoskedastisitas, model GLS juga tidak kehilangan sifat unbiased dan konsistensi dari model estimasi
OLS. Sifat estimator metode GLS yaitu linear, tidak bias unbiased, variansi minimum.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji t Parsial
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelasindependen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel penelitian. 1
Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.
2 Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
b. Uji F Simultan
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
68 pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen terikat.
1 Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen. 2
Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi adjusted R
2
Uji koefisien determinasi ditunjukkan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan
variabel dependen yang dilihat melalui adjusted R square karena
variabel independen lebih dari dua. E.
Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan variabel terikat dependent variable dan
variabel bebas independent variable, yaitu : 1.
Variabel Terikat Dependent Variable
Variabel dependen adalah variabel yang terikat dan dipengaruhi oleh variabel
Independen. Berdasarkan
tujuan penelitian
ini
maka variabel dependen yang digunakan adalah a.
Initial Return IR.
Variabel ini diukur berdasarkan return harian dengan menggunakan metode sederhana mean yang merupakan selisih antara harga
saham pada hari pertama penutupan dipasar sekunder dengan harga saham pada penawaran perdana dibagi dengan harga saham
penawaran perdana Jogiyanto,2000.
69 FLIP = VOL
NOSH Dimana :
IR = Initial Return Pt
1
= Harga penutupan saham perdana closing price hari pertama Pt
= Harga penawaran saham perdana offering price hari pertama
b. Flipping Activity
Dimana : VOL
: trading volume of the ith issuer on the first trading day Total volume perdagangan saham pada hari ke-1
NOSH : number of shares issued for the ith issuer at the IPO Jumlah total saham yang di terbitkan saat IPO
c. Abnormal Return
Pengukuran abnormal return ini diukur dengan menggunakan Market Adjusted Model yang menganggap bahwa penduga yang terbaik
untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu
menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi IR =
P
ti
− P
to
P
ti
x
70 Rmt
= IHSGt – IHSGt-
1
IHSGt-
1
AR
it
= R
it
─ R
mt
karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return indeks
pasar. Berikut adalah rumus menghitung Market Adjusted Model :
AR
it
: Abnormal Return saham i pada hari ke-t R
it
: Actual Return saham i pada hari ke-t R
mt
: Return pasar yang di hitung dengan cara :
2. Variabel Bebas lndependent Variable
Variabel Independen adalah variabel yangn mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen.
Berdasarkan tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa ada tidaknya anomali Initial Public Offering di pasar modal
Indonesia. Maka variabel independen yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time
hotcold, Return On Asset, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Earning Per Shared , Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan.
Dimana reputasi underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, dan Time hotcold merupakan variabel dummy.
a. Reputasi Underwriter
Penelitian reputasi
underwriter dalam
penelitian ini
71 Berdasarkan peringkat 50 penjamin emisi di Bursa Efek Indonesia :
Penjamin emisi yang terdaftar di BEI = 1
Penjamin emisi yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia = 0
Berdasarkan kategori perusahaan : Perusahaan Manufaktur = 1 Perusahaan Non Manufaktur = 0
menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam
perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin
oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi
tersebut maka diberi nilai 0.
b. Jenis Industri
Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam
kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur
maka akan diberi nilai 0.
c. Reputasi Auditor
Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi
72 Kategori penentuan Pasar HotCold
Tingkat rata- rata Underpricing tahunan 25 periode Hot : 1 Tingkat rata- rata Underpricing tahunan 25 periode Cold : 0
tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten Holland dan Horton, 1993.
Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four
maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big
Four maka diberi nilai 0.
d. Time hotcold
Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode
dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari 25 dan sebaliknya berlaku pada cold market Arifin,
2010. Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan Cold market dimana variabel ini merupakan Variabel
dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO
tahunan. Berdasarkan kategori Reputasi Auditor :
Auditor yang masuk dalam KAP Big Four = 1
Auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four = 0
73 Laba Setelah Pajak EAT
Return On Asset = x 100
Total Asset
e. Return On Asset ROA
ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai
efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variable ini sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan
dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan
dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga
menurunkan tingkat underpricing, Yasa 2002.
f. Return On Equity ROE
Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity ROE adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi
nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan
pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi
74 ROE =
Laba Bersih Ekuitas Pemegang Saham Biasa
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham Beredar Total Hutang
Debt To Equity Ratio = Modal
yang baik dan manajemen biaya yang efektif Horne
Machowicz, 2005:225
g. Debt to Equity Ratio DER
Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga
ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan underpricing Gatot dkk, 2013:152.
h. Earning Per Shared EPS
Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi,
maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif
berarti tidak baik Samsul, 2006.
75 Umur Perusahaan = Tahun IPO
Tahun Pendirian Perusahaan
Ukuran Perusahaan = Ln Total aktiva
i. Umur Perusahaan
Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang
ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya
informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap
masyarakat Daljono, 2000.
j. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar merupakan perusahaan yang memiliki sumber daya yang besar dan mampu untuk membiayai
penyediaan informasi baik untuk keperluan internal maupun eksternal, Ulfani 2008. Variabel Ukuran Perusahaan
menggunakan data perusahaan pada periode 1 tahun sebelum perusahaan melakukan IPO.
76 Rmt
= IHSGt – IHSGt-
1
IHSGt-
1
Tabel 3.3 Operasional Variabel Penelitian
Variabel Penjelasan
Indikator
Initial Return
Y1 Selisih antara harga saham
saat penawaran umum perdana lebih rendah
dengan harga penutupan hari perdana di pasar
sekunder IR =
P
ti
− P
to
P
ti
x
Flipping Activity
Y2 Proporsi dari total volume
perdagangan pada hari pertama perdagangan
dengan jumlah total saham yang di terbitkan.
FLIP = Total volume perdagangan saham pada hari ke-1
Jumlah total saham yang di Terbitkan
Abnormal Return
Y3 Pengukuran abnormal
return ini diukur dengan menggunakan Market
Adjusted Model yang menganggap bahwa
penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu
sekuritas adalah return indeks pasar saat tersebut.
AR
it
= R
it
– R
mt
Dimana :
Reputasi Underwiter
X1 Diukur dengan penjamin
emisi yang terdaftar dalam peringkat 50 penjamin
emisi teraktif di Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan peringkat 50 penjamin emisi di Bursa Efek Indonesia :
Penjamin emisi yang terdaftar di BEI = 1
Penjamin emisi yang tidak terdaftar di BEI = 0
77 Jenis
Industri
X2 Menunjukkan tingkat
Underpricing perusahaan dari Industri manufaktur
berbeda dengan perusahaan non manufaktur
Berdasarkan kategori perusahaan : Perusahaan Manufaktur = 1
Perusahaan Non Manufaktur = 0
Reputasi Auditor
X3 Diukur kategori apabila
perusahaan menggunakan auditor yang termasuk
dalam KAP Big Four saat perusahaan melakukan
listing Berdasarkan kategori Reputasi
Auditor : Auditor yang masuk dalam
KAP Big Four = 1 Auditor yang tidak masuk dalam
KAP Big Four = 0
Time HotCold
X4 Diukur dengan variabel
dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market
dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan
tingkat underpricing IPO tahunan.
Kategori penentuan Pasar HotCold :
Tingkat rata- rata Underpricing tahunan 25 periode Hot = 1
Tingkat rata- rata Underpricing tahunan 25 periode Cold = 0
Return On Asset
X5 Mengukur kemampuan
manajemen dalam menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan aset. ROA = Laba setelah pajak EAT
Total Aset
Return On Equity
X6 Mengukur kemampuan
manajemen dalam menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan modal equity
ROE = Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham Biasa
Debt Equity Ratio
X7 Debt to Equity Ratio DER
yaitu rasio total hutang terhadap modal perusahaan
Total Hutang DER =
Modal
78 Earning Per
Shared
X8 Mengukur berapa laba yang
di dapat per lembar sahamnya.
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak Jumlah Saham Beredar
Umur Perusahaan
X9 Selisih antara tahun IPO
dengan tahun pendirian perusahaan
AGE = Tahun IPO – Tahun
Pendirian Perusahaan Ukuran
Perusahaan
X10 Diukur dengan Ln total
aktiva yang dimiliki perusahaan tahun terakhir
sebelum perusahaan tersebut go public.
SIZE = Ln Total Aktiva
79
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
B. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia BEI adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam
upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Indonesia juga berperan dalam upaya mengembangkan pemodal lokal
yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal Indonesia yang stabil.
Bursa Efek Indonesia BEI, atau Indonesia Stock Exchange IDX merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek
Jakarta BEJ dengan Bursa Efek Surabaya BES. Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung
Bursa Efek
Jakarta sebagai pasar
saham dengan Bursa Efek
Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
Sejarah Bursa Efek, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia Merdeka. Bursa efek Indonesia awalnya pada saat
pemerintahaan Hindia Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang di selenggarakan oleh Vereniging Voor de
Effectenhandel. Pada tanggal 11 Januari 1925 di Buka Bursa Efek di
80 Surabaya, dan disusul dengan pembukaan Bursa Efek di Semarang pada
tanggal 1 Agustus 1925. Pada tahun 1952, pemeritah membuka bursa efek di Jakarta, yang
diharapkan dapat menjadi indikator penunjang perekonomian. Namun, karena inflasi dan resesi ekonomi yang berlangsung di Indonesia pada
waktu itu, maka pada tahun 1958 kegiatan bursa efek dihentikan Rodoni, 2005:109.
2. Daftar Efek Syariah