Underpricing ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA (Studi kasus pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah periode 2010 – 2014)

20 dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer baru jika perusahaan diambil alih.

4. Underpricing

Underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan ketika diperdagangkan di pasar sekunder Arum Prastiwi, 2001. Underpricing merupakan biaya tidak langsung indirect cost bagi perusahaan yang melakukan IPO issuer. Artinya, bila harga saham dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak dijual pada harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder Gumanti, 2002. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran wealth dari pemilik kepada investor Beatty, 1989 Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return IR atau positif return bagi investor. Pihak investor lebih mengharapkan tingginya underpricing karena dengan demikian para investor dapat menerima initial return. Initial return adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat IPO dengan harga jual saham bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder 21 Daljono, 2000. Beberapa teori tentang fenomena underpricing pada penawaran umum perdana diantaranya asymetric information, winner’s curse, dan signalings theory.

a. Asymetric Information

Informasi yang tidak asimetris atau asimetrik informasi information asymetric adalah informasi privat yang hanya dimiliki oleh investorinvestor yang mendapat informasi saja informed investrors. Asimetrik informasi dapat terjadi di pasar modal atau di pasar yang lain Jogiyanto, 2009: 516. Intinya adalah para calon investor sekuritas memiliki lebih sedikit informasi daripada pihak manajemen, dan pihak manajemen cenderung untuk menerbitkan sekuritas ketika penilaian pasar terhadap nilai perusahaan lebih tinggi daripada penilaian pihak manajemen. Hal ini secara khusus berlaku untuk saham biasa, dengan para investor hanya memiliki klaim residual atas laba dan aktiva. Oleh karena arus kas akan terpengaruh ketika sekuritas baru akan ditawarkan, pengaruh informasi asimetris sulit untuk dideteksi dengan menggunakan data dari peenrbitan baru tersebut Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 345. b. Winner’s Curse Sayangnya, underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa kaya dengan membeli saham dalam IPO. Jika emisinya di- 22 underprice, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan mempunyai cukup saham untuk diputar. Karena itu investor cenderung hanya mendapatkan sedikit saham dari emisi yang menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari seharusnya overpricing, dan penjamin akan sangat senang menjualnya pada investor. Fenomena ini dikenal dengan kutukan pemenang winner’s curse Brealey et, al, 2008 :417. c. Signalings Theory Kepercayaan pada tekanan harga ini menyiratkan bahwa emisi baru menekan harga saham untuk sementara di bawah nilai sebenarnya. Akan tetapi, pandangan ini sepertinya tidak sepenuhnya cocok dengan paham efisiensi pasar. Jika harga saham turun hanya karena naiknya penawaran, maka saham itu akan menawarkan pengembalian yang lebih tinggi daripada saham yang setara dan investor akan tertarik padanya seperti semut melihat gula Brealey et, al, 2008 :423

5. Flipping Activity