84 Penelitian yang dilakukan di DES periode 2010-2014 terdapat
73 perusahaan yang melakukan IPO. Namun dari 73 perusahaan yang melakukan IPO, hanya 59 perusahaan yang mengalami
kualifikasi sampel dalam penelitian ini.
C. Analisis Data
1. Analisis Data di Bursa Efek Indonesia
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan di Bursa Efek Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan yaitu reputasi underwriter RU, jenis industry JI,
reputasi auditor AUD, Time hotcold, return on asset ROA, return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per
shared EPS, umur perushaaan AGE, ukuran perusahaan SIZE sebagai variabel independen, dan variabel underpricing IR, flipping
activity FLIP dan underperformance AR
85
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
IPO di Bursa Efek Indonesia
Sumber : data diolah SPSS 18, 2016 Variabel RU dihitung dengan menggunakan variabel dummy.
Apabila perusahaan yang listing di tahun tersebut dijamin oleh salah satu penjamin emisi yang berada dalam daftar fact book maka diberi
nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Nilai mean variabel
reputasi underwriter dari seluruh sampel adalah 0,7476 yang berarti 74,76 dari seluruh perusahaan sampel telah menggunakan jasa
underwriter yang memiliki reputasi tinggi menurut daftar peringkat
Descriptive Statistics
N Minimum
Maximum Mean
Std. Deviation RU
103 ,00
1,00 ,7476
,43653 JI
103 ,00
1,00 ,1650
,37304 AUD
103 ,00
1,00 ,2913
,45657 Time
103 ,00
1,00 ,6019
,49189 ROA
103 ,01
51,10 7,6743
8,60861 ROE
103 ,01
194,75 20,0741
25,28624 DER
103 ,03
83,70 3,4122
8,45609 EPS
103 ,00
2303,00 135,1276
294,78412 AGE
103 ,92
60,92 18,3108
13,24965 SIZE
103 21,76
31,11 27,8520
1,50892 IR
103 ,35
70,00 25,3221
21,65638 FLIP
103 ,00
1,08 ,0468
,11042 AR
103 -,09
,92 ,0134
,10035 Valid N listwise
103
86 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap
tahunnya yang diperoleh dari fact book. JI dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk
perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Nilai minimum jenis industri sebesar 0 untuk kategori perusahaan dalam sektor non
manufaktur dan nilai maksimum jenis industri sebesar 1 untuk kategori perusahaan dalam sektor manufaktur, dengan rata-rata
sebesar 0,1650. Variabel reputasi auditor AUD menggunakan variabel
dummy dimana nilai 1 diberikan untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang masuk ke dalam KAP Big four dan nilai
0 untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four. Nilai mean variabel auditor dari seluruh
perusahaan sampel adalah 0,2913 yang berarti 29,13 dari seluruh perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan
KAP Big Four yaitu KAP Osman Bing Satrio Eny, KAP Tanudiredja, Wibisana Rekan, KAP Purwantono, Suherman
Surja, KAP Sidharta dan Widjaja. Variabel Time dihitung dengan menggunakan variabel dummy
untuk pasar dalam periode hot dan periode cold. Nilai minimum sebesar 0 untuk kategori periode cold dan nilai maksimum variabel
time sebesar 1 untuk periode hot. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh rata
– rata emiten
87 melakukan IPO pada saat hot period sebesar 0,6019 yang berarti rata
– rata emiten yang melakukan IPO pada saat periode hot 60,19 dibanding dengan emiten yang melakukan IPO pada saat cold
period. Semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik karena
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari semua aktiva yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila ROA
semakin rendah maka perusahaan tidak berhasil menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Informasi ROA ini
diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh
perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROA terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk dan nilai
tertinggi di 51,10 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Tbk . Rasio
profitabilitas ROE
menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba pada laporan keuangan terakhir sebelum melakukan IPO. Informasi ROE ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai ROE terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk. dan nilai tertinggi di 194,75 berada pada
saham PT. Toba Bara Sejahtera.
88 Debt to equity ratio DER sebaiknya besarnya hutang tidak
boleh melebihi modal sendiri, dimana semakin tinggi rasio ini maka akan semakin beresiko. Informasi DER ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai DER terendah dengan nilai 0,03 berada pada saham PT Benakat Petroleum Energy Tbk dan nilai tertinggi di 83,70 berada
pada saham Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. Laba Per Saham atau Earning Per Share EPS adalah jumlah
laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan tersebut. EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham.
Informasi EPS ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik
deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai EPS terendah dengan nilai 0 berada pada saham Capitol Nusantara
Indonesia Tbk dan Golden Plantation Tbk , sedangkan nilai tertinggi di 2303,00 berada pada saham PT Grand Kartech Tbk.
Umur perusahaan termuda terjadi pada PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yaitu 1 tahun yang terdaftar pada tanggal 7
Oktober 2010 termasuk dalam sektor manufaktur dalam subsektor Food Beverages. Umur perusahaan tertua terjadi pada PT. Garuda
Indonesia Persero Tbk yaitu 61 tahun yang terdaftar pada tanggal 11 Februari 2011 termasuk dalam sektor non manufaktur dalam
89 subsektor Transportation. Rata-rata umur perusahaan adalah ± 18
tahun. Ukuran perusahaan SIZE dihitung dengan Lntotal asset
yang dimiliki oleh perusahaan. SIZE terendah dimiliki oleh PT. Provident Agro Tbk sebesar 21,76 sedangkan SIZE tertinggi dimiliki
oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk sebesar 31,11
Berdasarkan statistik deskriptif, menggambarkan bahwa rata- rata tingkat underpricing dari 103 perusahaan yang melakukan IPO
di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 adalah sebesar 25,32 dengan standar deviasi 21,66. Tingkat underpricing terendah
terjadi pada PT Golden Plantation Tbk yaitu sebesar 0,35 . Sedangkan tingkat underpricing tertinggi memiliki nilai di atas 70
terjadi pada 3 perusahaan diantaranya PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbk , PT Bank dinar indonesia Tbk dan PT. Bank Agris
Tbk yang memiliki tingkat underpricing tertinggi sebesar 70,00. Variabel Flipping Activity FLIP menunjukan bahwa rata
– rata tingkat flipping di BEI sebesar 0,0468 yang berarti rata rata
46,8 perusahaan yang melakukan IPO mengalami Flipping Activity. Perusahaan yang mengalami tingkat flipping activity
terendah terjadi pada PT. Batavia Prosperindo International Tbk memiliki proporsi sebesaar 0. Sedangkan, Perusahaan yang
90 mengalami tingkat flipping activity tertinggi terjadi pada PT. Minna
Padi Tbk memiliki proporsi sebesar 1,08 Variabel Abnormal return AR menunjukkan bahwa rata
– rata return saham jangka panjang semua perusahaan sampel sebesar
0,134 yang berarti rata – rata return saham jangka panjang seluruh
perusahaan sampel mengalami kenaikan sebesar 13,05 selama 1 tahun setelah IPO. Penurunan return saham jangka panjang terendah
terjadi pada PT Intan Baruprana Finance Tbk sebesar - 0,09, sedangkan tingkat return saham jangka panjang tertinggi terjadi pada
PT Impack Pratama Industri tbk Tbk sebesar 0,92.
b. Uji t- Satu Sampel One Sample Test 1 Uji t- Satu Sampel underpricing
Tabel 4.2 Uji t- satu sampel
initial return
Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 11,867 t-tabel
One-Sample Test
Test Value = 21,274
T Df
Sig. 2-tailed Mean
Difference 95 Confidence Interval of
the Difference Lower
Upper Y1
11,867 122
,000 25,32214
21,0896 29,5547
91 1,97976 dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi one tailed test Ha : μ
0, maka nilai p-values harus dibagi dua 0,000 : 2 = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi underpricing pada penawaran umum perdana IPO berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014 dengan rata-rata tingkat underpricing diperoleh sebesar
25,32. Keterbatasan informasi mengenai perusahaan IPO dapat
menjadi pemicu terjadinya underpricing. Informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO yang terbatas menyulitkan investor
untuk menilai tingkat keuntungan dan risiko yang sebenarnya dari saham IPO Sulistio, 2005:90.
Fenomena underpricing yang terjadi pada penawaran umum saham perdana IPO dalam penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Martani 2005, Yulianti 2011, Fazri 2011, Badriah 2013 bahwa telah terjadi selisih antara harga
saham pada hari pertama penutupan closing price dengan harga penawaran perdana offering price yang menyebabkan terjadinya
undepricing.
92 2 Uji t- Satu Sampel flipping activity
Tabel 4.3 Uji t- satu sampel
flipping activity
Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 4,304 t-tabel 1,97976 dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi one tailed test Ha : μ
0, maka nilai p-values harus dibagi dua 0,000 : 2 = 0,000 untuk uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi flipping activity pada penawaran umum perdana IPO berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014 dengan rata-rata tingkat flipping activity diperoleh sebesar
4,68. Fenomena flipping activity yang terjadi pada penawaran
umum saham perdana IPO dalam penelitian ini menggambarkan
One-Sample Test
Test Value = 0,04694
T Df
Sig. 2-tailed Mean
Difference 95 Confidence Interval of
the Difference Lower
Upper Y2
4,304 122
,000 ,04683
,0252 ,0684
93 bahwa terjadi aktivitas ambil hasil untung dengan menjual saham
IPO dengan memanfaatkan tingkat underpricing. 3 Uji t- Satu Sampel underperformance
Tabel 4.4 Uji t- satu sampel
Underperformance
Sumber : data diolah SPSS Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 1,353 t-tabel 1,97976 dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi one tailed test Ha : μ
0, maka nilai p-values harus dibagi dua 0,179 : 2 = 0,0895 untuk uji satu sisi ini lebih besar dari
α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 diterima sehingga Ha ditolak, dimana tidak terjadi underperformance pada
penawaran umum perdana IPO berdasarkan harga penawaran terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat underperformance diperoleh sebesar 1,33.
One-Sample Test
Test Value = 0,0134824
T Df
Sig. 2-tailed Mean
Difference 95 Confidence Interval of
the Difference Lower
Upper Y3
1,353 122
,179 ,01338
-,0062 ,0330
94 Dari hasil tersebut secara statistik tidak terjadi fenomena
underperformance pada penawaran umum saham perdana IPO dalam penelitian ini, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
menyebutkan bahwa saham yang mengalami underpricing akan mengalami kinerja jangka panjang saham IPO yang menurun.
c. Uji Asumsi Klasik 1 Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk
mengetahui model regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak.
95
Gambar 4.1 Uji Normalitas Persamaan Y1
Underpricing Probability Plot of RESI 1
75 50
25 -25
-50
99,9 99
95 90
80 70
60 50
40 30
20
10 5
1 0,1
RESI1
P e
rc e
n t
Mean -5,53258E-14
StDev 18,98
N 103
KS 0,081
P-Value 0,097
Probability Plot of RESI1
Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16 H
: residual menyebar normal H
1
: residual tidak menyebar normal Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob0.097alpha 5
maka terima H artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
96
Gambar 4.2 Uji Normalitas Persamaan Y1
Flipping Activity Probability Plot of RESI 1
0,50 0,25
0,00 -0,25
-0,50
99,9 99
95 90
80 70
60 50
40 30
20
10 5
1 0,1
RESI1 P
e rc
e n
t
Mean -4,14447E-16
StDev 0,1224
N 103
KS 0,064
P-Value 0,150
Probability Plot of RESI1
Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16 H
: residual menyebar normal H
1
: residual tidak menyebar normal Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob 0.150 alpha 5
maka terima H artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
97
Gambar 4.3 Uji Normalitas Persamaan Y1
Underperformance Probability Plot of RESI 4
1,0 0,5
0,0 -0,5
-1,0
99,9 99
95 90
80 70
60 50
40 30
20
10 5
1 0,1
RESI4 P
e rc
e n
t
Mean -2,66454E-15
StDev 0,2998
N 103
KS 0,086
P-Value 0,063
Probability Plot of RESI4
Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16 H
: residual menyebar normal H
1
: residual tidak menyebar normal Gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob0.063 alpha 5
maka terima H artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
98 2 Uji Multikolinearitas
Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data harus terbebas dari gejala multikolonearitas, gejala ini
ditunjukan dengan korelasi antar variabel independen. Pengujian dalam uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF Variance
Inflation Factor harus berada di bawah 10, hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Menggunakan Metode OLS
S u
m S
u m
b e
r
: Sumber : data diolah dengan Minitab16
Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak terjadi gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel
independen yaitu dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai 10 maka data di atas dapat
No. Model
VIF Y1
VIF Y2
VIF Y3
1 Initial Return
- 1.301
1.302 2
Flipping Activity -
- 1.049
3 Abnormal Return
- -
- 4
Reputasi Underwriter 1.099
1.126 1.127
5 Jenis Industri
1.230 1.239
1.241 6
Reputasi Auditor 1.207
1.275 1.280
7 Time hotcold
1.120 1.235
1.260 8
ROA 3.076
3.084 3.084
9 ROE
3.164 3.177
3.179 10
DER 1.059
1.088 1.088
11 EPS
1.396 1.414
1.415 12
Umur Perusahaan 1.125
1.126 1.127
13 Ukuran Perusahaan
1.280 1.289
1.309
99 dipastikan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Karena data di
atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 10, keadaan seperti itu membuktikan tidak terjadinya multikolinearitas.
3 Uji Autokorelasi Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.Untuk mendeteksi autokorelasi dalam
penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson DW.
Tabel 4.6 Nilai Durbin Watson dengan Metode OLS dan GLS
Sumber : Data diolah dengan Minitab16 Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Durbin Watson dari
model OLS dan GLS sama – sama mendekati nilai angka 2,
Persamaan Metode OLS
Metode GLS Nilai Durbin Watson
Y1 2.21469
2.21125 Y2
2.04846 2.05232
Y3 2.15078
2.14273
100 maka dapat disimpulkan dari ke-tiga persamaan tersebut tidak
terjadi autokorelasi. 4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Dimana data yang baik adalah data yang homoskedastisitas yaitu yang memiliki kesamaan
varians dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan uji white.
Tabel 4.7 Uji
White Persamaan Y1 Underpricing
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
2.618074 Prob. F10,92 0.0076
Scaled explained SS 22.50755 Prob. Chi-Square10
0.0127
Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 22,50755 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0127 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
101
Tabel 4.8 Uji
White Persamaan Y2 Flipping Activity
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
1.583691 Prob. F73.,29 0.0843
Scaled explained SS 2378.350 Prob. Chi-Square73
0.0000
Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 2378,350 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,000
≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Tabel 4.9 Uji
White Persamaan Y3 Underperformance
Sumber : data diolah dengan Eviews Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 2035,037 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,000
≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
2.457171 Prob. F86,16 0.0227
Scaled explained SS 2035.037 Prob. Chi-Square86
0.0000
102 Karena dari tiga persamaan tersebut dilihat dari uji white
mengandung heteroskedastisitas maka untuk mendapatkan model terbaik menggunakan model Generalized Least Square
GLS d. Pengujian Hipotesis
1 Uji t Parsial Model Generalized Least Square Uji parsial digunakan untuk mengetahui besarnya masing-
masing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
reputasi underwriter RU, jenis industri JI, Reputasi Auditor AU, Time hotcold, return on asset ROA, return on equity
ROE, debt to equity ratio DER, Earning Per Shared EPS, umur perusahaan AGE, dan ukuran perusahaan SIZE
terhadap variabel dependen yaitu Underpricing, Flipping Activity, dan Underperformance.
103
Tabel 4.10 Uji t Parsial Variabel
Underpricing
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Berikut analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas :
a Pengaruh RU terhadap Underpricing Variabel
reputasi underwriter
memiliki nilai
signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya RU secara parsial
104 berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial
return. Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel
Reputasi underwriter UND memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Artinya,
bahwa semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin
rendah, dan sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari 2013:803 bahwa
underwriter memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Menurutnya, underwriter yang
bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga
tingkat underpricing rendah Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung
melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki
informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter
dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang pasar.
105 b Pengaruh JI terhadap Underpricing
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,002 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return.
Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh industri
manufaktur dan
nonmanufaktur terhadap
underpricing . Arah koefisien negatif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underpricing tidak
searah. Menurut Lowry dan Schwert 2002, penumpukan
pendaftaran bagi banyak IPO dengan kesamaan dalam jenis industri dalam satu periode akan menyebabkan korelasi
berantai terhadap initial return. Selain itu, initial return yang
tinggi akan
menyampaikan informasi
yang menguntungkan tentang valuasi pasar. Informasi informasi
positif yang muncul di pasar akan memicu lebih banyak perusahaan sejenis untuk melakukan IPO. Hal ini dapat
berpengaruh tingkat underpricing. c Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha :
106 β
1
≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial return.
Hal ini sesuai dengan hipotesa pada penelitian ini, dimana semakin baik reputasi auditor yang digunakan
emiten maka akan menurunkan tingkat underpricing atau initial return begitupun sebaliknya.
Auditor mempunyai peranan penting dalam proses penawaran saham perdana IPO, karena auditor memiliki
peranan dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip
akuntansi dan ketentuan Bapepam serta memberikan pendapat atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan.
Emiten yang menggunakan auditor yang memiliki reputasi baik dapat mengurangi kesenjangan informasi sehingga
dapat mengurangi adanya ketidakpastian yang tidak diungkapkan oleh informasi yang tertera di prospektus.
Sehingga semakin kecil ketidakpastian mengenai nilai perusahaan di masa mendatang maka tingkat underpricing
akan semakin kecil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Beatty
1989 yang menemukan bahwa variabel reputasi auditor memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
107 underpricing atau tingkat initial return. Hasil yang sama
juga ditemukan pada penelitian di Indonesia dimana Desalfianti 2010 menemukan bahwa terdapat hubungan
negatif signifikan antara reputasi auditor dengan tingkat underpricing atau tingkat initial return.
d Pengaruh Time hotcold Terhadap Underpricing
Variabel Time hotcold memiliki nilai signifikansi 0,020 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya Time hotcold secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap initial return.
Hal ini
berarti terdapat
perbedaan tingkat
underpricing pada saat pasar hot atau pasar cold. Arah koefisien yang positif menunjukan kenaikan yang searah.
Dimana pada pasar hot tingkat underpricing lebih tinggi pada pasar cold. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu
yang menyebutkan bahwa rata-rata tingkat underpricing pada sahat pasar hot lebih tinggi dari pasar cold.
Brownhilder 2013 menyatakan bahwa pasar IPO panas ditandai dengan sangat tinggi initial return dan
variabilitas yang sangat tinggi dari initial return ada korelasi positif yang kuat antara mean dan volatilitas return
awal dari waktu ke waktu. Referensi menegaskan bahwa
108 pasar IPO panas ditandai oleh volume yang sangat tinggi
saat offering,
underpricing yang
tinggi ,
sering oversubscription saat offering. Sebaliknya, IPO pasar dingin
memiliki underpricing yang rendah dan penerbitan lebih rendah, lebih sedikit contoh kelebihan permintaan, dan
penawaran yang lebih besar. Cold market biasanya dipicu oleh kualitas perusahaan IPO yang kurang baik dan tawaran
diterima dengan harga rendah dan sektor bisnis perushaan hanya sedikit yang bersedia untuk go public
e Pengaruh ROA terhadap Underpricing Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,526
0,05; maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Tidak berpengaruhnya ROA profitabilitas perusahaan pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan
investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh emiten.Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. 1993
dan Gerianta 2008 yang telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan negatif pada
underpricing.
Rini 2010 dalam Kristiantari 2012 melakukan penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun
109 1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa
perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan manajemen laba sebelum IPO dua tahun dan satu tahun
sebelum IPO
dengan pola
income maximization
menaikkan laba. Terkait hasil penelitian Rini 2010, maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA
yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang
disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang
disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik.
f Pengaruh ROE terhadap Underpricing Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,059 0,05;
maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya ROE secara parsial tidak berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap initial return. Hasil uji parsial menunjukkan bahwa probabilitas
signifikansi ROE tidak signifikan. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan ROE tidak berpengaruh
terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. ROE dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil yang
diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi
110 ROE semakin tinggi tingkat imbal hasil yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi para investor tidak melihat ROE perusahaan dalam investasi karena banyak
perusahaan yang ROEnya tinggi pada saat sebelum melakukan IPO, tetapi kemudian hari banyak juga
perusahaan yang mengalami kerugian. Penelitian ini sejalan dengan Risqi dan Harto 2013
dan Aini 2013 dimana ROE tidak memiliki pengaruh positif terhadap Underpricing. Akan tetapi penelitian ini
tidak sejalan dengan Hapsari dan mahfud 2012 dimana nilai ROE memiliki pengaruh negatif terhadap nilai
Underpricing. g Pengaruh DER terhadap Underpricing
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap initial return. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai
DER berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin
tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor
111 melihat
bahwa perusahaan
tersebut berarti
berani mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi
dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga
perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari 2013 dimana DER berpengaruh positif terhadap
Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Retnowati 2013 dimana DER tidak berpengaruh
positif terhadap Underpricing. h Pengaruh EPS terhadap Underpricing
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak da n menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
positif terhadap initial return. Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS
berpengaruh terhadap
kenaikan ataupun
penurunan Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan
imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi
112 juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh
para investor. Penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hapsari
dan Mahfud 2012 dimana nilai EPS tidak memiliki pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi
penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan 2014 dan Retnowati 2013 dimana nilai EPS berpengaruh signifikan
ke arah positif terhadap nilai Underpricing. i Pengaruh AGE terhadap Underpricing
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,123 0,05; maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari 2012 bahwa secara parsial AGE tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah
negatif terhadap underpricing dimana menjadi bukti bagi para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan
patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu investor dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan
umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan,
113 belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai
kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri.
j Pengaruh SIZE terhadap Underpricing Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,026
0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap initial return. Variabel ukuran perusahan SIZE memiliki pengaruh
yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Hal ini menunjukan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan
semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana ukuran
perusahaan menunjukan
besarnya sebuah
perusahaan dalam melakukan aktivitas perusahaan sehingga mampu bersaing dengan baik dengan perusahaan lain, dari
hasil negatif ini berarti para investor melihat perusahaan dengan ukuran perusahaan yang kecil tetapi dapat bersaing
dengan perusahaan besar lainya, yang berarti tingkat produktivitas, jasa dan lainya pada perusahaan tersebut
memiliki nilai yang bagus meski dengan ukuran perusahaan yang kecil sehingga mempengaruhi nilai underpricing
perusahaan tersebut.
114 Penilitian ini sejalan dengan Hasil penelitian dari
Kristianti 2013, Retnowati 2013, dan Hapsari dan Mahfud 2012 menunjukan bukti empiris bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian Wirawan 2014,
Aini 2013 dan Safitri 2013 dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap underpricing.
Tabel 4.11 Uji t Parsial Variabel
Flipping Activity
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
115 Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen flipping activity. Berikut analisis
dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas :
a Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap flipping activity Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,029 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap
flipping activity. Reputasi underwriter dinilai berpengaruh signifikan
dalam menjelaskan flipping activity. kehadiran underwriter terkemuka menyebabkan investor dalam pasar primer untuk
membentuk ekspektasi positif mengenai prospek jangka panjang dari perusahaan penerbit. Dengan demikian, ini
harus memperoleh loyalitas pemegang saham yang lebih besar, meningkatkan wawasan investasi lebih lanjut dari
aftermarket awal dan mengurangi kejadian flipping activity.
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di lakukan oleh Che-yahya 2014 yang menemukan bahwa
116 peran reputasi underwriter tidak berpengaruh dalam
menentukan flipping activity. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chong et
al. 2009 yang menunjukkan bahwa reputasi underwriter dilihat sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga memicu
permintaan tambahan dan meningkatkan flipping activity. Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena
permintaan investor ditemukan berhubungan positif dan signifikan terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat permintaan IPO maka semakin tinggi kecenderungan untuk pemegang saham baru untuk
melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket
langsung. b Pengaruh Jenis Industri terhadap flipping activity
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya perbedaan jenis industri suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan jenis industri suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada
117 perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel jenis industri di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka
dari itu variabel jenis industri juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah
kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal
Arosio et al, 2001. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya 2014 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara sektor perusahaan
dengan flipping activity. c Pengaruh Reputasi Auditor terhadap flipping activity
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya reputasi auditor suatu perusahaan saat melakukan IPO berpengaruh signifikan terhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan auditor suatu perusahaan ketika melakukan
investasi pada perusahaan go public. Auditor yang berputasi
118 tinggi dinilai dapat memberikan informasi secara akurat
dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan juga dengan tingkat underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel
reputasi auditor
di nilai
mempengaruhi tingkat
underpricing, maka dari itu variabel reputasi auditor juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana
flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal Arosio et al, 2001. d
Pengaruh Time hotcold terhadap flipping activity Variabel Time hotcold memiliki nilai signifikansi
0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya Time hotcold secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya periode waktu pasar hotcold berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Dapat
disimpulkan bahwa pasar IPO mengalami flipping activity yang aktif pada IPO pasar hot untuk membantu dalam
memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya. Tingginya flipping activity pada IPO akan membantu penjamin emisi
untuk menstabilkan harga IPO,
119 Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aggarwal 2003 menunjukkan bahwa flipping activity terjadi sebagian besar dalam IPO pasar hot. Selain itu,
ditemukan bahwa volume perdagangan yang rendah terdapat di IPO pasar very cold dari rata-rata flipping
activity 60,13 ke 116,82 yang dilaporkan dalam IPO pasar hot. Oleh karena itu, dimensi flipping activity lebih
sering terjadi dalam IPO pasar hot. Namun, hasil ini bertentangan dengan percobaan dari
Krigman et al. 1999, yang dianggap sebagai IPO US 1988-1995 dan menunjukkan bahwa flipping activity terjadi
lebih tinggi di frekuensi dalam IPO dingin dibandingkan dengan IPO panas, bersama-sama dengan 45 dan 22
dari perdagangan awal volume masing-masing. e Pengaruh ROA terhadap flipping activity
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,328 0,05; maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap flipping activity. Artinya
tinggi rendanhnya
nilai ROA
suatu perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak
120 memperhatikan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan asetnya ketika melaukan investasi pada perusahaan go public, karena
investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping
activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal Arosio et al, 2001. f Pengaruh ROE terhadap flipping activity
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,044 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
negatif terhadap flipping activity. Artinya
tinggi rendanhnya
nilai ROE
suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai ROE suatu perusahaan ketika melakukan investasi
pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel ROE di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel ROE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
121 mengambil keuntungan dari underpricing awal Arosio et
al, 2001. Flipping dinilai memberikan likuiditas aftermarket,
yang dapat
menurunkan biaya
perdagangan dan
menurunkan biaya perusahaan penerbit untuk modal Booth dan Chua, 1986 .
g Pengaruh DER terhadap flipping activity Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,012
0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap flipping activity. Artinya
tinggi rendanhnya
nilai DER
suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai DER suatu perusahaan ketika melakukan investasi
pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel DER di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu variabel DER juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
122 mengambil keuntungan dari underpricing awal Arosio et
al, 2001. h Pengaruh EPS terhadap flipping activity
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,023 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
negatif terhadap flipping activity. Artinya tinggi rendahnya nilai EPS suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai
EPS suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel EPS di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel EPS juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal Arosio et
al, 2001 i Pengaruh AGE terhadap flipping activity
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,009 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0.
123 Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap flipping activity. Artinya lama tidaknya umur suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan umur
perusahaan ketika perusahaan melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel AGE di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel AGE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal Arosio et
al, 2001. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya 2014 yang menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur perusahaan
dengan flipping activity. j Pengaruh SIZE terhadap flipping activity
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0.
124 Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap flipping activity. Artinya besar rendahnya ukuran suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan ukuran
suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel SIZE di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel SIZE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal Arosio et
al, 2001. Temuan ini konsisten dengan hasil Islam dan Munira
2004, yang melaporkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada IPO
flipping. Itu hubungan negatif yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Malaysia investor
tertarik untuk berpartisipasi dalam IPO di pasar sekunder, kemungkinan karena mereka terus berharap hasil positif
dari penerbitan IPO. Hubungan negatif harus, karena itu, merupakan hasil supply dari IPO yang dikeluarkan, yaitu,
125 mengingat sejumlah konstan saham yang diperdagangkan,
yang lebih besar lebih kecil jumlah saham yang diterbitkan, dan lebih kecil lebih besar yang dihasilkan
tersebut proporsi volume perdagangan terhadap total saham yang diterbitkan.
k Pengaruh Underpricing terhadap flipping activity Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi
0,073 0,05; maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendahnya tingkat underpricing suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat flipping
activity saham IPO. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Che-Yahya dkk 2014 dimana dalam
penelitiannya menemukan hubungan yang positif signifikan antara flipping activity terhadap initial return. Begitupun
dengan penelitian abdul rahim et al 2013 berdasarkan pada kedua underpricing menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap flipping activity pada tingkat 1. Koefisien positif dari initial return menunjukkan bahwa
lebih dihargai. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini menunjukkan bahwa saat IPO lebih signifikan
underpriced , “flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk
126 melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang
tersedia. Hasil ini tidak sesuai dengan fakta bahwa semakin
tinggi return awal, semakin besar kecenderungan bagi investor tangan pertama untuk menjual saham mereka di
aftermarket untuk mencoba membuat pengembalian yang instan. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini
menunjukkan bahwa saat IPO tingkat underpricing berpengaruh signifikan terhadap kegiatan flipping, dan
“flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia.
127
Tabel 4.12 Uji t Parsial Variabel
Underperformance
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16 Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Undeperformance. Berikut analisis
dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel bebas :
128 a Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap kinerja saham
jangka panjang Variabel
reputasi underwriter
memiliki nilai
signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya RU secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap
Undeperformance. Hal ini berarti semakin tinggi reputasi underwriter
yang digunakan maka akan semakin baik kinerja saham perdana jangka panjangnya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sanora 2013:1074 bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara
reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang, Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan
penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau
tidaknya penawaran saham. Apabila emiten menggunakan underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor
akan merespon positif informasi tersebut. b Pengaruh Jenis Industri terhadap kinerja saham jangka
panjang Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
129 β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap Undeperformance. Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh
industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap tingkat underperformance saham yang melakukan IPO . Arah
koefisien positif menandakan bahwa hubungan variabel jenis industri dengan underperformance searah. Menurut
Bravo 1998 fenomena underperformance hampir terjadi pada seluruh jenis indutri kecuali pada industri finansial dan
restoran. Menurut Miller 2000 pengaruh industri keuangan
terhadap underperformance dapat dijelaskan dengan pendekatan teori divergence of opinion dimana hanya
terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri
keuangan mempunyai
regulasi yang
paling ketat
dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya, sehingga industri keuangan lebih cenderung mempunyai
underperformance yang kecil.
130 c Pengaruh Reputasi Auditor terhadap kinerja saham jangka
panjang Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Artinya reputasi auditor berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang saham IPO. Arah koefisien yang
positif menunjukan bahwa semakin baik reputasi auditor yang digunakan emiten maka akan semakin baik kinerja
saham jangka panjangnya. Hal ini disebabkan auditor yang bereputasi baik diangkap memberikan kualitas audit yang
tinggi sehingga informasi yang diberikan auditor bereputasi tinggi di anggap akurat oleh investor dan hal ini dinilai
dapat menghindakan investor dari ketidakpastian dimasa mendatang.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari 2013:803 bahwa reputasi
auditor tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice hal ini disebabkan karena mulai tahun 2002,
banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4.
131 d Pengaruh Time hotcold terhadap kinerja saham jangka
panjang Variabel Time hotcold memiliki nilai signifikansi
0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya Time hotcold secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah
positif terhadap
variabel Undeperformance.
Hal ini berarti terdapat pengaruh kondisi pasar saat hot atau cold terhadap tingkat underperformance. Hal ini
berkaitan dengan pasar hotcold berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Dimana tingkat underpricing yang
tinggi biasanya diikuti dengan kinerja saham yang buruk underperformance di periode selanjutnya.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Jaskiewicz,et al ,2005 melakukan penelitian kondisi pasar hot market
menghasilkan koefisien
korelasi positif
terhadap underperformance.
Sedangkan tidak
sesuai dengan
penelitian Sahoo dan Rajib 2010 melakukan penelitian hot maket menghasilkan koefisien korelasi negatif terhadap
underperformance. Coacley,et al 2005 melakukan penelitian kondisi pasar hot market menghasilkan bahwa
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada kondisi
132 hot
market memiliki
kecenderungan untuk
lebih underderperformance dibandingkan pada cold market.
e Pengaruh ROA terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,003
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya ROA secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap Undeperformance. Return On Asset berpengaruh terhadap Return Saham,
hal ini menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh
aktiva yang dimiliknya mendapatkan keuntungan. Return on Asset ROA salah satu teknik analisis keuangan yang
bersifat menyeluruh atau komprehensif dengan mengukur efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Nilai ROA yang besar dalam penelitian ini, berarti sampel perusahaan yang digunakan mempunyai kinerja
yang bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian total aktiva yang dimiliki. Perusahaan
mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan laba,
133 sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga
saham akan naik dan return saham juga akan naik. Naiknya keuntungan pada perusahaan maka diperkirakan perusahaan
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, sehingga nilai saham menjadi tinggi.
Tingginya keuntungan yang dihasilkan perusahaan juga akan menjadikan investor tertarik akan saham, aktiva
dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Banyaknya investor yang berminat untuk berinvestasi maka akan
menyebabkan naiknya return saham yang diterima oleh investor.
f Pengaruh ROE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,004
0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap Undeperformance. Hal ini berarti manajemen perusahaan berhasil
meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai
dengan tujuan
manajemen keuangan
memaksimumkan nilai perusahaan. ROE mempunyai fungsi untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para
investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam
134 perusahaan emiten, ROE yang positif menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut dapat menghasilkan keuntungan dengan kemampuan modal sendiri yang dapat menguntungkan para
pemegang saham. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ratnasari dan Hudiwinarsih 2013:94 bahwa ROE berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice
yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling yang dikemukakan oleh Kim.et.al
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina Yolana dan Dwi Martani 2005 bahwa variabel Return On
Equity ROE berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum penawaran saham perdana.
g Pengaruh DER terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,640
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya DER secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance.
135 Hal ini menunjukkan bahwa investor dalam
berinvestasi guna memperoleh return di pasar sekunder kurang memperhatikan informasi DER yang terdapat dalam
prospektus, karena investor memandang besarnya nilai DER sangat dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan selain
kinerja manajemen perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain
Purnomo 1998 mengenai variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
h Pengaruh EPS terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,839 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance. Dalam pengujian parsial menunjukkan bahwa variabel
EPS secara individu tidak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja saham. Hasil dalam penelitian
ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa EPS memiliki pengaruh positif terhadap AR. Sebagian besar
permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga
minat investor
terhadap saham
suatu perusahaan
dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Hasil yang
136 ditunjukan dalam penelitian ini mengindikasikan terjadi
perubahan trend investor dalam menentukan investasinya, dimana investor lebih menginginkan laba jangka pendek
berupa capital gain dari investasinya sehingga tidak terlalu mempertimbangkan EPS. Dengan demikian penelitian ini
tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dan positif antara earning per shared EPS
dengan kinerja saham. Tidak ada hubungan antara Earning Per Shared
terhadap Return saham disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: perbedaan teknis perhitungan, ukuran
perusahaan, kondisi pasar uang Indonesia, adanya faktor internal selain fundamental ekonomi, suku bunga deposito,
devaluasi, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan jumlah uang beredar, penjualan, pertumbuhan
penjualan, biaya, deviden tunai, kondisi sosial, politik, dan ekonomi.
i Pengaruh AGE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,391 0,05;
maka Ho : β
1
= 0 diterima dan menolak Ha : β
1
≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
Undeperformance.
137 Hal ini menunjukkan bahwa bagi para investor, umur
perusahaan tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan, sehingga umur perusahaan kurang
diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.
Amelia dan Saftiana 2007 juga menemukan bahwa variabel umur perusahaan ternyata tidak berpengaruh secara
signifikan. Padahal seharusnya sesuai dengan teori yang dikemukakan sebelumnya bahwa semakin lama perusahaan
berdiri mengakibatkan underpricing semakin kecil kinerja saham baik. Investor tidak memperdulikan umur
perusahaan tempatnya melakukan investasi dananya. Baik perusahaan tersebut sudah berdiri sejak lama, memiliki tim
manajemen yang lebih berpengalaman, solid dan memiliki informasi yang lebih banyak dalam mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang, maupun perusahaan yang belum lama
berdiri, yang kurang berpengalaman sehingga manajemen tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam mengatasi
kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Yang paling menjadi perhatian para investor
perusahaan terhadap
perusahaan yang
melakukan
138 penawaran umum perdana adalah prospek pertumbuhan
perusahaan pada masa depan bukan pada umur perusahaan. Tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ritter 1991 dan Carter et al. 1998 di US yang menunjukkan adanya pengaruh
positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja saham jangka panjang setelah IPO. Hal ini berarti bahwa
terdapat perbedaan gambaran pasar terhadap ukuran perusahaan di US, UK, dan Indonesia. Investor di Indonesia
tidak memperhatikan
lamanya perusahaan
berdiri, perusahaan yang sudah terkenal, atau seberapa lama
perusahaan mampu bertahan dalam mengambil keputusan pembelian saham perdana.
j Pengaruh SIZE terhadap kinerja saham jangka panjang Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,394 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance. Hasil penelitian ini berarti bahwa variabel ukuran
perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang pada
keseluruhan perusahaan
dan perusahaan
yang
139 underperformed. Hasil penelitian ini juga ditemukan pada
penelitian yang dilakukan oleh Harlina Meidiaswati 2007 pada perusahaan manufaktur tahun 1991-1993 di Indonesia
yang menunjukkan tidak adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang.
Investor di pasar modal Indonesia sebagian masih berinvestasi dalam jangka pendek sehingga ukuran
perusahaan tidak menjadi tolak ukur dalam mengambil keputusan pembelian sebuah saham perdana. Investor ini
juga masih mempertimbangkan indikator fundamental perusahaan dalam keputusan investasinya.
k Pengaruh Underpricing terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi 0,000 0,05; maka Ho : β
1
= 0 ditolak dan menerima Ha : β
1
≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah
positif terhadap
variabel Undeperformance.
Underpricing memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap return saham jangka panjang. Artinya ada
hubungan antara underprice terhadap return saham jangka panjang, dimana semakin tinggi nilai underpicing maka
semakin tinggi pula nilai underperformancenya. Dilihat dari
140 arah koefisien yang bernilai positif hal ini sejalan dengan
hipotesis fads berargumen bahwa IPO kemungkinan dihargai secara benar akan tetapi para investor menilai
terlalu berlebihan over reaction terhadap penerbitan saham baru pada awal perdagangan di pasar sekunder.
Hipotesa lain yang mendukung adalah hipotesa impresario Shiller, 1990 dan Debondt and Thaler 1985,
yang menyatakan bahwa saham IPO sengaja di-underprice oleh underwriter untuk menampilkan kesan adanya
kelebihan permintaan saham, sehingga diduga investor yang tidak mendapat alokasi saham IPO pada pasar perdana akan
mau membelinya dengan harga lebih tinggi pada awal perdagangan di pasar sekunder Asmalidar, 2011:175.
l Pengaruh Flipping Activity terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel Flipping Activity memiliki nilai signifikansi 0,996 0,05; maka Ho : β
3
= 0 diterima dan menolak Ha : β
3
≠ 0. Artinya Flipping Activity secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance.
Artinya aktifitas
ambil keuntungan
dengan memanfaatkan tingkat underpricing flipping activity tidak
berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang
141 perusahaan yang melakukan IPO. Hal ini tidak sesuai
dengan anggapan
bahwa saham
perusahaan yang
mengalami flipping activity yang tinggi cenderung mengalami undeperformance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Bayley 2006 tidak ada kaitan antara
pengembalian jangka panjang dengan flipping activity. 2 Uji F Simultan
Uji simultan digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh variabel reputasi underwriter RU, jenis industri JI , reputasi
auditor AUD, Time hotcold, return on asset ROA, return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per
shared EPS umur perusahaan AGE, dan ukuran perusahaan SIZE terhadap variabel Undepricing, flipping activity dan
Underperformance
142
Tabel 4.1 Uji F Simultan
No Persamaan
F P
1 Underpricing
231,85 0,000
2 Flipping Activity
144,75 0,000
3 Underperformance
285,78 0,000
Sumber : data diolah Dari hasil uji simultan dapat dilihat bahwa secara bersama
sama variabel independen yang terdiri dari reputasi underwriter RU, jenis industri JI , reputasi auditor AUD, Time
hotcold, return on asset ROA, return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per shared EPS umur
perusahaan AGE, dan ukuran perusahaan SIZE, memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama- sama simultan variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen dalam penelitian ini. 3 Koefisien Determinasi Adjusted R Square
Koefisien determinasi Adjusted R
2
untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel dependen yaitu Underpricing,
flipping activity, dan Underperformance dapat dijelaskan oleh
143 variabel independen yaitu Reputasi Underwriter RU, Jenis
Industri JI, Reputasi Auditor AU, Timehotcold, ROA, ROE, DER, EPS, AGE, dan SIZE.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas menunjukkan besarnya nilai koefisien determinasi adjusted R
2
sebesar 95,8 yang berarti variabel dependen Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 95,8. Sedangkan sisanya 4,2 dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan
bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu
variabel reputasi underwriter RU, jenis industri JI , reputasi auditor AUD, Time hotcold, return on asset ROA, return
on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per shared EPS umur perusahaan AGE, dan ukuran perusahaan
SIZE. Berdasarkan tabel 4.11 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi adjusted R
2
sebesar 93,9 yang berarti variabel dependen Flipping Activity dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 93,9. Sedangkan sisanya 6,1 dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa
emiten maupun
investor mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter RU, jenis
144 industri JI , reputasi auditor AUD, Time hotcold, return on
asset ROA, return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per shared EPS umur perusahaan AGE, dan
ukuran perusahaan SIZE. Berdasarkan tabel 4.12 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi adjusted R
2
sebesar 97,1 yang berarti variabel dependen Underperformance dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 97,1 . Sedangkan sisanya 2,9 dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter RU, jenis industri JI , reputasi auditor AUD, Time hotcold, return on
asset ROA, return on equity ROE, debt to equity ratio DER, earning per shared EPS umur perusahaan AGE, dan
ukuran perusahaan SIZE.
145
4. Analisis Data di Daftar Efek Syariah