Kinerja Jangka Panjang Menurun underperformance

25 dilakukan oleh investor yang bekerja sama dengan penjamin emisi. Aktivitas flipping ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Aktivitas flipping ini menjadi efisien jika dapat di kendalikan, salah satu tugas penjamin emisi untuk mengendalikan aktivitas flipping tersebut. Semuanya baik selama kegiatan flipping tidak tidak terlalu panas di pasar primer secara keseluruhan. Selanjutnya, kegiatan flipping dapat diselesaikan dengan menawarkan saham kepada berbagai investor hal ini di lakukan untuk mencegah kecenderungan beberapa investor institusi untuk monopoli saham IPO di satu sisi dan volatilitas dari IPO pada hari pertama perdagangan. Oleh karena itu, dapat diatasi dalam kekuatan penjamin emisi. Kegiatan flipping memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya.

6. Kinerja Jangka Panjang Menurun underperformance

Penurunan kinerja saham jangka panjang underperformed yang diukur dengan abnormal return merupakan fenomena selanjutnya yang mengikuti IPO. Keadaan underpeformed akan terjadi bilamana abnormal return negatif, artinya harga saham sesudah IPO menjadi lebih buruk dari harga perdananya. Penelitian yang berkaitan dengan kinerja saham setelah penawaran perdana telah banyak dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terdapat fenomena underpricing dan dalam jangka panjang terdapat penurunan kinerja underperformed. Adapun faktor yang bisa menjelaskan terjadinya 26 underperformance tersebut adalah kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan Ritter, 2000. Kinerja saham yang outperformed menggambarkan kinerja saham yang positif atau mengalami kenaikan dalam jangka panjang. Dalam penelitian ini kinerja saham akan diukur melalui abnormal return jangka pendek 3 bulan dan abnormal return jangka panjang 24 bulan, apakah terjadi underperformed atau outperformed Ritter, 1991. Kinerja jangka panjang adalah kinerja saham dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Sebuah peneltian yang menguji mengenai fenomena underperformance pada kinerja periode jangka panjang dari IPO yang dilakukan di Italia. Hasil yang didapatkan pada sebagian besar IPO yang terjadi mengalami outperformance setelah 1, 5, dan 10 hari perdagangan dan setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan mengalami underperformance di pasar, meskipun return saham IPO yang terjadi di era 80an tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan return saham-saham lainnya Arosio, 2001. Dalam penelitian lainnya mengenai perilaku dari saham IPO di Kanada. Didapatkan hasil bahwa secara signifikan kinerja periode jangka panjang dari IPO di Kanada mengalami underperformance pada pasar yang sama Kooli dan Suret, 2002. Sedangkan penelitian lainnya mengenai kinerja surat berharga setelah penawaran perdana di Indonesia dengan melihat perbedaan dari 27 kinerja periode jangka panjang pendek dan periode jangka panjang. Didapatkan hasil bahwa kinerja surat berharga pada periode jangka pendek cukup baik outperformance sedangkan kinerja periode jangka panjang mengalami penurunan underperformance. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang pada surat berharga yang dibeli pada harga perdana Prastiwi dan Kusuma, 2001. Adanya kecenderungan perusahaan emiten melakukan manipulasi dengan meningkatkan laba earning management sebelum melakukan IPO. Apabila perusahaan melakukan manajemen laba akan berdampak pada kinerja jangka panjangnya yang diukur dengan besarnya return yang diterima investor Friedlan, 1994. 7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian a. Reputasi Underwiter Saat melakukan IPO biasanya perusahaan bekerja sama dengan banker investasi. Proses pembelian sekuritas oleh banker investasi yang nantinya akan dijual kembali ke publik disebut dengan underwriting Jogiyanto, 2003. Banker investasi yang melakukan proses underwriting ini disebut dengan underwriter. Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin emisi underwriter yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan. Pada umumnya underwriter mempunyai 3 fungsi, 28 yaitu advisory function, underwriter function dan marketing function. Sebagai advisory, underwriter memberikan saran kepada perusahaan yang akan go public mengenai jenis sekuritas yang akan dikeluarkan, penentuan harga sekuritas dan waktu penawarannya. Underwriter function adalah fungsi penjaminan dimana emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham perdana emiten tersebut. Jika emiten meminta underwriter untuk memberikan jaminan full commitment, maka underwriter menjamin seluruh sekuritas akan terjual, dan bersedia membeli sisanya jika sebagian sekuritas tidak terjual. Dalam prakteknya, tidak semua underwriter bersedia memberikan jaminan full commitment, terutama untuk sekuritas perusahaan-perusahaan yang belum mapan dan memiliki resiko yang tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan yang belum mapan tersebut, biasanya underwriter hanya berani memberikan jaminan best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut. Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana offering price telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan melakukan go public dan penjamin emisi. Dalam menentukan offering price, underwriter dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang wajar. Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price lebih rendah dari harga yang 29 diharapkan oleh perusahaan yang akan go public, dengan tujuan untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang ditawarkan pada saat IPO tidak laku atau tidak habis terjual. Harga penawaran yang relatif rendah inilah yang menjadi salah satu penjelas mengapa harga saham pada saat dibuka di pasar sekunder harganya cenderung meningkat. Kecenderungan naiknya harga di pasar sekunder ini menjadi daya tarik utama bagi investor untuk membeli saham di pasar perdana, karena kenaikan harga ini hampir selalu terjadi pada setiap IPO. Pola yang cenderung sama dan berulang ini dianggap sebuah anomali kerena bertentangan dengan hipotesis pasar modal yang efisien. Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0.

b. Jenis Industri

Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat underpriced perusahaan perusahaan dari 30 industri manufaktur berbeda dengan perusahaan non manufaktur Suyatmin, 2006:16. Jenis industri digunakan sebagai variabel independen bertujuan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat underpricingnya Kristiantari, 2012:30. Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur maka akan diberi nilai 0.

c. Reputasi Auditor

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik Keputusan Menteri Keuangan RI No.859 KMK.011987. Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Investor membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi Rosyati dan Sebeni, 2002. 31 Penggunaan adviser yang profesional KAP Big Four dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten. Dengan memakai jasa KAP Big Four akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Dengan demikian, investor akan lebih mempercayai laporan keuangan yang diaudit oleh KAP Big Four dan percaya untuk menginvestasikan dananya pada emiten tersebut. Dengan signal positif yang diberikan emiten, tingkat underpricing dapat di minimalisir Ratnasari dan Hudwinarsih, 2013:89. Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten Holland dan Horton, 1993. Emiten yang memilih untuk menggunakan auditor yang berkualitas akan dinilai positif oleh investor yaitu emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya di masa mendatang. Hal ini berarti penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Ketidakpastian yang rendah berasosiasi dengan tingkat underpricing yang rendah Kristiantari, 2013:792. Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four 32 maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big Four maka diberi nilai 0.

d. Hot and Cold Market TIME

Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial Return IR di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila Initial Return IR saham baru secara rata-rata sangat tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Ibbotson dan Jaffe 1975 dan Ritter 1984 menemukan bahwa tingkat underpricing bervariasi dari periode satu ke periode lainnya dan membentuk siklus initial return yang tinggi Hot dan rendah Cold. Tingkat underpricing juga bervariasi dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat dilihat pada volume IPO Sembel, 1996. Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari 25 dan sebaliknya berlaku pada cold market Arifin, 2010. Hot IPO ditenggarai tidak hanya dari besarnya underpricing, tetapi juga adanya volume penawaran saham yang banyak, seringnya terjadi over-subscription dalam permintaan, dan kadang ada konsentrasi penawaran yang dilakukan oleh industri tertentu Helwege dan Liang, 2004. Menjelaskan siklus saham- saham “Hot “dan “Cold” secara 33 tidak langsung berhubungan dengan penjelasan IR positif. Sebagai contoh, Ritter 1984 mencoba menggunakan model Winner’s Curse dari Rock sebagai dasar pengembangan hipotesis perubahan komposisi resiko changing risk composition. Dalam hal ini model Rock menyatakan bahwa ada hubungan positif antara uncertainty dan underpricing, hipotesis Ritter ini memprediksi bahwa pasar IPO selama periode “Hot” terdiri dari perusahaan yang beresiko tinggi. Tetapi ternyata Ritter tidak menemukan bukti yang menyakinkan untuk mendukung hipotesisnya karena hubungan antara resiko dan initial return bukanlah linear dan stasioner. Penjelasan teoritis tentang fenomena hot IPO dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1 Model asymmetric information Model ini memprediksi bahwa hot market mendorong perusahaan yang kualitasnya bagus untuk melakukan IPO atau penawaran saham baru tambahan karena biaya asymmetric information pada hot market akan lebih rendah. 2 Model keputusan melakukan IPO Fischer 2000 menemukan bahwa kebanyakan perusahaan di Jerman yang melakukan IPO adalah perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi. 3 Model behavioral finance. Model ini muncul terkait dengan temuan bahwa banyak 34 perusahaan IPO yang kinerja saham jangka panjangnya mengalami underperformance, utamanya yang hot IPO. Dalam kelompok ini ada, misalnya, Lerner 1994 yang mengemukakan bahwa underperformance terjadi karena perusahaan IPO mengeksploitasi overoptimism investor saat IPO. Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan Cold market dimana variabel ini merupakan variabel dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO tahunan.

e. Return On Asset ROA

Return on asset itu menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bersih bagi perusahaan. Return On Asset adalah rasio antara keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah aset secara keseluruhan, atau ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset perusahaan. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai dari efektifitas perusahaan Prastica, 2012. Return on asset ROA merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset Kasmir, 2010: 115. ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar 35 mengenai efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing, Yasa 2002. Hendrajaya 2005 menyatakan bahwa prestasi perusahaan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham.

f. Return On Equity ROE

Menurut Brigham dan Houston 2010:149 Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity ROE adalah Rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al 2008:75 Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity ROE yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa. 36 Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity ROE adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif Horne Machowicz, 2005:225

g. Debt Equity Ratio DER

Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan underpricing Gatot dkk, 2013:152. Sedangkan menurut Riyanto 2013:333 Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio DER yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio DER adalah rasio yang menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor margin perlindungan jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar. Horne dan Machowicz 2005:209 37 Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaliknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi Sutrisno, 2001:233.

h. Earning Per Shared EPS

Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik Samsul, 2006. Menurut Fahmi 2013 earning per shared EPS atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan Tandelilin, 2010. Investor cenderung lebih memilih membeli saham perusahaan dengan nilai EPS yang tinggi. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang menjanjikan. Munawir, 2004 laba perlembar saham digunakan sebagai indikator laba yang yang diperhatikan oleh investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan. Senada, Munawir Sartono, 2001 menjelaskan para pemegang saham biasa dan calon investor sangat tertarik pada EPS yang tinggi, karena saham dengan EPS yang tinggi 38 merupakan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Syamsuddin 2007 menambahkan, EPS yang besar merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham perusahaan dengan harapan agar memperoleh deviden dan capital gain.

i. Umur Perusahaan

Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat Daljono, 2000. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru Aini, 2009:42.

j. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat di jadikan sebagai proxy tingkat ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek 39 perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak Ardiansyah,2004. Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investasi Perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian dimasa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang Nurhidayati dan Indriantoro, 1998. Dipasar riil ada beberapa cara untuk mengelompokan perusahaan perusahaan. Ada pengelompokan yang didasarkan pada jenis industri, ukuran perusahaan dan lain-lain. Pengelompokan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar dan kecil dapat dilihat dari berbagai cara antara lain dengan market value kapitalisasi pasar dimana kapitalisasi ini diperoleh dengan cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham pada akhir tahun sebelumnya atau berdasarkan pada total asetnya Machfoedz, 1994. Salah satu faktor fundamental dari perusahaan 40 adalah besarnya total aset faktor ukuran perusahaan ini turut menggambarkan kemungkinan kemampuan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

8. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian