Dampak Perdagangan Bebas Unilateral

6.2.2. Dampak Perdagangan Bebas Unilateral

Keikutsertaan Indonesia dalam organisasi-organisasi perdagangan baik internasional maupun regional mengharuskan Indonesia untuk membuka pintu perdagangan dengan negara-negara lain. Mulai tahun 2005, tarif impor jagung Indonesia telah dihapuskan untuk negara-negara anggota AFTA yang telah menyepakati adanya CEPT. Namun tarif impor MFN masih dikenakan sebesar lima persen sampai tahun 2006. Meskipun Indonesia belum mempunyai kesepakatan perjanjian perdagangan dengan negara-negara eksportir di luar anggota AFTA seperti Amerika, namun untuk masa mendatang keanggotaan Indonesia dalam WTO dan organisasi perdagangan lainnya menuntut Indonesia untuk menghapuskan tarif impor jagung secara keseluruhan. Hal ini menjadi alasan yang cukup relevan pentingnya dilakukan simulasi pemberlakuan liberalisasi perdagangan untuk mengetahui bagaimana dampaknya terhadap produksi, permintaan dan perdagangan jagung Indonesia. Hasil simulasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 16. Penghapusan tarif impor jagung baik CEPT maupun tarif MFN membawa dampak pada penurunan harga jagung domestik karena harga jagung domestik mengikuti harga jagung dunia yang berlaku mengingat Indonesia adalah small country . Harga jagung dunia lebih rendah daripada harga domestik sehingga perdagangan bebas membawa dampak penurunan harga jagung domestik. Penghapusan tarif impor juga membuat harga paritas impor turun. Penurunan harga jagung domestik ini membawa pengaruh negatif terhadap produksi jagung meskipun tidak terlalu besar yaitu sebesar 0.005 persen akibat dari penurunan luas areal jagung, sedangkan produktivitas jagung masih tetap naik. Harga jagung dapat mempengaruhi keputusan petani untuk membudidayakan jagung atau tanaman lain sehingga luas areal jagung turun dengan penurunan harga jagung domestik. Tabel 16. Perubahan Nilai Rata-Rata Simulasi Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Jagung, Tahun 1993-2006 Perubahan Peubah Nilai Dasar Nilai Simulasi Kebijakan Unit LAJ Luas Areal Jagung 3 386 791 3 386 485 -306 -0.009 PRJ Produktivitas Jagung 2.930 2.930 0.0001 0.003 QJ Produksi Jagung 9 952 254 9 951 803 -451 -0.005 QS Penawaran Jagung 10 222 150 10 242 867 20 717 0.203 DPT Permintaan oleh Industri Pakan Ternak 2 567 960 2 568 209 249 0.010 DKL Permintaan untuk Konsumsi Langsung 913 415 914 386 971 0.106 DIP Permintaan oleh Industri Pangan 7 675 683 7 686 824 11 141 0.145 QD Permintaan Jagung 11 157 057 11 169 419 12 362 0.111 MUS Impor Jagung dari Amerika Serikat 220 970 253 038 32 068 14.512 MAT Impor Jagung dari ASEAN -511 390 -522 261 -10 871 2.126 MJ Impor Jagung 379 930 401 126 21 196 5.579 XJ Ekspor Jagung 110 034 110 062 28 0.025 HJR Harga Jagung Domestik 12 028.9 12 023.8 -5.1 -0.042 Liberalisasi perdagangan menghapuskan proteksi untuk petani jagung. Selama ini petani jagung mendapatkan proteksi dengan pemberlakuan tarif impor jagung. Hasil penelitian Simatupang 2005 dengan menggunakan Policy Analysis Matrix PAM menunjukkan bahwa harga jual jagung yang diterima petani sekitar lima persen lebih tinggi dari harga sosialnya. Petani memperoleh subsidi neto Rp 121 000 sampai Rp 208 000 per hektar. Proteksi harga tersebut terutama berasal dari pengenaan pajak impor. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian Kurniawan 2008 menunjukkan bahwa di daerah penelitiannya di Kalimantan, petani jagung belum efisien secara alokatif yang menyebabkan efisiensi ekonomisnya juga rendah. Oleh karena itu liberalisasi perdagangan diharapkan akan meningkatkan efisiensi petani jagung sehingga mengurangi kesenjangan produktivitas jagung dengan negara-negara penghasil jagung utama dan Indonesia dapat bersaing di pasaran internasional. Penawaran jagung meningkat dengan pembukaan perdagangan karena terjadi kenaikan impor jagung terutama impor dari Amerika. Penghapusan tarif menyebabkan harga paritas impor sama dengan harga dunia sehingga meningkatkan impor terutama dari Amerika. Ekspor jagung juga naik dengan adanya liberalisasi perdagangan jagung karena harga jagung domestik turun. Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan menaikkan volume perdagangan, impor naik tetapi ekspor jagung juga naik. Di sisi permintaan, hasil simulasi perdagangan bebas unilateral menyebabkan harga jagung domestik turun dan peningkatan penawaran juga memicu peningkatan permintaan jagung baik oleh industri maupun untuk konsumsi langsung. Hasil ini berbeda dengan hasil simulasi perdagangan bebas ASEAN. Perdagangan bebas unilateral bisa mendorong sektor peternakan, karena diharapkan dengan penurunan harga dan meningkatnya ketersediaan jagung di dalam negeri dapat menjadi insentif bagi industri pakan ternak yang akhirnya akan meningkatkan ketersediaan hasil-hasil peternakan. Trade off yang terjadi adalah penurunan produksi akibat penurunan luas areal panen, untuk itu pemerintah perlu mengupayakan peningkatan efisiensi usahatani jagung sebelum membuka perdagangan bebas unilateral ini karena terbukti dari hasil simulasi, perdagangan bebas unilateral berdampak negatif terhadap produksi jagung Indonesia.

6.2.3. Dampak Depresiasi Rupiah Sebesar 20 Persen