Impor Jagung Pembahasan Hasil Pendugaan Model Kinerja Perdagangan Jagung

Permintaan jagung oleh industri pangan dalam jangka pendek kurang responsif terhadap perubahan variabel-variabel eksogennya tetapi sangat responsif dalam jangka panjang. Seperti halnya pada permintaan jagung oleh industri pakan ternak, pada permintaan oleh industri pengolahan pangan, dengan kenaikan harga jagung domestik maka akan menurunkan permintaan jagung. Sementara itu harga output industri pangan dari jagung memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan jagung. Hal ini terjadi karena harga jual ditentukan oleh masing-masing perusahaan pengolahan jagung sesuai dengan pertimbangan MR dan MC. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap industri pangan sehingga permintaan input jagung akan direspon dalam jangka panjang. Melalui uji t juga dapat diketahui bahwa perubahan harga riil terigu tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan jagung oleh industri pengolahan pangan dan hanya direspon dalam jangka panjang seperti juga jagung yang merupakan bagian dari input produksi. Terigu merupakan substitutor jagung jika dilihat dari nilai dan arah parameter dugaannya yang bertanda positif.

5.2.4. Impor Jagung

Impor jagung Indonesia dalam persamaan strukturalnya di disagregasi menjadi dua, impor jagung dari Amerika dan impor jagung dari ASEAN yang umumnya berasal dari Thailand, Philipina, Singapura dan Malaysia. Selain karena harga pembelian impor dan perbandingan nilai mata uang yang berbeda, tarif impor jagung yang diberlakukan keduanya juga berbeda karena Indonesia telah menyepakati adanya tarif CEPT dengan negara-negara ASEAN yang tergabung dalam AFTA, sementara itu belum ada perjanjian khusus dengan Amerika. Nilai koefisien determinasi R 2 pada persamaan impor jagung dari Amerika sudah cukup tinggi, 0.6799 persen yang menjelaskan bahwa 67.99 persen dari variasi peubah endogennya, impor dari Amerika, mampu dijelaskan oleh variasi dari peubah-peubah eksogennya. Sementara itu untuk impor dari ASEAN, variasi peubah eksogennya hanya bisa menjelaskan variasi endogennya sebesar 35.27 persen sehingga masih perlu diidentifikasi lebih lanjut variabel-variabel apa lagi yang perlu ditambahkan dan dikurangi jika dilakukan penelitian lebih lanjut serta pengumpulan data yang lebih memadai. Tangendjaja et al. 2005 mengatakan bahwa hampir semua jagung impor digunakan untuk pakan. Padahal menurut data produksi yang tersedia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga data produksi jagung Indonesia perlu dipertanyakan. Data produksi dari Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan tahun 2000 sebesar 9.1 ton, sedangkan data dari USDA hanya 6.2 juta ton. Pabrik pakan menyangsikan kedua data ini karena kebutuhan jagung untuk pabrik pakan pada tahun 2000 hanya sekitar 2.5 juta ton dan mereka harus mengimpor satu juta ton. Hampir seluruh tanda parameter dugaan dalam persamaan impor jagung dari Amerika memiliki tanda yang telah sesuai dengan harapan. Nilai tukar rupiah terhadap US bernilai positif tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Purba 1999. Hasil estimasi parameter faktor-faktor yang mempengaruhi impor jagung dari Amerika disajikan pada Tabel 10. Kenaikan perubahan harga dunia memberikan pengaruh signifikan terhadap impor jagung dari Amerika dan sangat responsif terhadap perubahannya. Harga jagung dunia merupakan harga jagung impor dari Amerika sehingga kenaikan perubahan antara harga jagung dunia tahun ini dengan harga jagung dunia tahun sebelumnya menyebabkan daya beli Indonesia akan semakin turun sehingga impor juga akan turun menghadapi kenaikan harga dunia tersebut. Jika harga jagung dalam negeri mampu bersaing dengan harga jagung dunia, maka kenaikan harga dunia akan menurunkan impor sehingga konsumen akan beralih ke jagung dalam negeri untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memacu perkembangan jagung Indonesia. Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Impor Jagung dari Amerika PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimasi P-value Elastisitas Impor dari Amerika MUS Intersept - 341495.7 0.140 - Nilai tukar rupiah terhadap US NTRR 9.763707 0.620 - Perubahan harga jagung dunia HWR1 -2.82E+05 0.121 2.6772 Tarif impor MFN TMMR -778296 0.029 -1.9348 Perubahan permintaan oleh industri pakan ternak DPT1 0.23641 0.034 0.0874 Permintaan untuk konsumsi langsung DKL 0.056138 0.296 0.6183 Perubahan permintaan oleh industri pangan DIP1 0.161051 .0001 0.1789 Perubahan produksi jagung domestik QJ1 -0.04974 0.142 -0.0525 Tren T -15327.1 0.146 - R² = 0.67994 Tarif impor jagung memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap impor jagung dari Amerika dan cukup elastis. Tarif impor untuk persamaan impor dari Amerika yang diterapkan adalah tarif impor MFN karena Indonesia belum mempunyai kesepakatan perdagangan dengan Amerika untuk menerapkan tarif impor khusus. Jika tarif impor MFN naik maka harga paritas impor jagung yang diterima juga ikut naik sebesar kenaikan tarif sehingga jagung impor terasa lebih mahal, maka impor akan turun. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin membendung impor jagung yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun untuk melindungi petani jagung, maka kebijakan penghapusan tarif impor sangat merugikan bagi petani jagung. Di sisi lain pemerintah juga harus mempertimbangkan keberadaan industri pakan ternak yang mempunyai keterkaitan dengan sektor peternakan jika ingin menaikkan tarif impor karena pengaruhnya signifikan terhadap penurunan impor jagung, sedangkan industri pakan ternak adalah konsumen utama impor jagung nasional. Penetapan tarif impor yang tepat dan berimbang harus disertai dengan berbagai pertimbangan lain, baik kesiapan petani maupun industri pakan ternak. Variabel penjelas yang memberikan arah parameter dugaan positif dalam persamaan impor jagung dari Amerika adalah variabel perubahan permintaan oleh industri pakan ternak tahun lalu dan tahun sekarang, permintaan untuk konsumsi langsung dan perubahan permintaan oleh industri pangan tahun lalu dan tahun sekarang. Variabel permintaan oleh industri baik pakan ternak maupun pangan memberikan pengaruh yang signifikan karena merekalah konsumen jagung impor yang paling besar. Pada saat permintaan naik, impor jagung dari Amerika juga akan naik. Hal ini terjadi karena produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Pertumbuhan permintaan memang tidak berimbang dengan pertumbuhan produksi jagung sehingga masih terus perlu mengimpor untuk memenuhi permintaan tersebut. Sebaliknya, pada saat produksi dalam negeri naik, maka impor dengan sendirinya akan turun. Hal ini dapat dilihat pada variabel perubahan produksi jagung tahun lalu dengan produksi tahun ini yang mempunyai arah parameter dugaan negatif dan pengaruhnya signifikan terhadap perubahan impor jagung. Sementara itu variabel tren mempengaruhi impor jagung secara signifikan dengan arah parameter estimasi negatif. Hal ini karena adanya kecenderungan penurunan impor dari Amerika karena berbagai alasan seperti pengalihan impor dari negara lain seperti negara-negara ASEAN yang dikenakan tarif yang lebih rendah ataupun kecenderungan penurunan ekspor Amerika salah satunya karena penggunaan jagung di Amerika untuk biofuel serta penghapusan berbagai kemudahan impor dari Amerika seperti kredit impor. Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi impor jagung dari ASEAN dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai tukar dan tarif impor memberikan pengaruh yang positif terhadap impor jagung dari ASEAN tetapi tidak signifikan. Hasil pendugaan parameter tarif menunjukkan bahwa tarif tidak mempengaruhi impor jagung dari ASEAN. Keikutsertaan Indonesia dalam AFTA pengaruhnya kurang dirasakan sektor pertanian sehingga dampak penghapusan tarif tidak terlalu dirasakan. Impor dari ASEAN lebih disebabkan karena tuntutan dari permintaan jagung impor yang tinggi terutama dari sektor industri. Pengaruh yang lebih besar dirasakan dengan adanya liberalisasi perdagangan regional adalah sektor industri dan perdagangan Kaihatu, 2003. Pasadilla 2006 menyebutkan bahwa perdagangan antar negara ASEAN naik 10 persen setelah pemberlakuan AFTA, tetapi sebagian besar kenaikan tersebut berasal dari perdagangan sektor industri, bukan dari perdagangan sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak perlu ada keraguan lagi penerapan liberalisasi perdagangan. Namun adanya berbagai kemudahan seperti harmonisasi standar produk, standar sanitary dan phythosanitary, serta nomenklatur produk dan penyederhanaan prosedur perdagangan tidak bisa dipandang sebelah mata karena hal itu juga mendorong impor jagung dari ASEAN. Demikian juga perbedaan nilai tukar rupiah dengan bath nilainya tidak signifikan karena anggota AFTA mempunyai perekonomian yang hampir seragam selain dengan Singapura dan Brunei Darussalam Hutabarat, 2007 sehingga jika Indonesia mengalami depresiasi maka akan terjadi pengalihan impor ke negara ASEAN. Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Impor Jagung dari ASEAN PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimate P-value Elastisitas Impor dari ASEAN MAT Intersept - -318678 0.201 - Nilai tukar rupiah terhadap bath Thailand NTTHR 731.5928 0.767 - Harga jagung Thailand HJTHR -11.2675 0.499 - Tarif impor CEPT TATR 304429.7 0.922 - Permintaan oleh industri pakan ternak DPT 0.03609 0.243 1.281 Permintaan untuk konsumsi langsung DKL 0.027151 0.295 0.611 Permintaan oleh industri pangan DIP 0.012651 0.248 0.860 Produksi jagung domestik QJ -0.02321 0.176 -2.959 Tren T 15106.27 0.118 - R² = 0.35265 Sementara itu untuk variabel permintaan jagung oleh industri pakan ternak, permintaan untuk konsumsi langsung dan permintaan oleh industri pangan arah parameter dugaannya telah sesuai dengan harapan. Impor jagung dari ASEAN memberikan respon yang cukup tinggi terhadap perubahan permintaan jagung oleh industri pakan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa industri pakan ternak sangat mempengaruhi impor jagung Indonesia dan mendukung anggapan bahwa pengguna utama impor jagung Indonesia adalah sektor industri. Tangendjaja et al. 2005 menyatakan bahwa hampir semua jagung impor digunakan untuk pakan. Variabel produksi jagung seperti halnya pada persamaan impor jagung dari Amerika juga memberikan pengaruh negatif. Impor jagung dari ASEAN cukup responsif terhadap perubahan produksi jagung dalam negeri. Hal ini juga menunjukkan bahwa perubahan permintaan yang mempengaruhi perubahan impor dapat diantisipasi dengan menaikkan produksi jagung nasional jika menginginkan penurunan impor jagung. Semakin tinggi permintaan impor maka akan semakin besar, sebaliknya semakin tinggi produksi jagung nasional, impor akan semakin turun. Hal ini sebaiknya menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menurunkan impor jagung karena kenyataannya pada saat ini pertumbuhan permintaan lebih tinggi daripada pertumbuhan produksi. Adanya kecenderungan tren impor jagung menarik untuk dikaji, dimana pada persamaan impor jagung dari Amerika memberikan pengaruh negatif sedangkan untuk impor dari ASEAN pengaruhnya positif. Hal ini bisa terjadi karena berbagai alasan, diantaranya adalah penghapusan kemudahan impor komoditi dari Amerika yang dahulu sempat diberlakukan seperti kredit bagi importir serta berbagai kemudahan-kemudahan non-tarif dalam keanggotaan AFTA.

5.2.5. Ekspor Jagung