terhadap berbagai faktor yang terkait sehingga perlu dilakukan simulasi bagaimana dampak penurunan harga jagung dunia terhadap kinerja perdagangan
jagung di Indonesia.
4.6.5. Dampak Kenaikan Populasi Ternak Sebesar Sepuluh Persen
Revolusi Peternakan dengan paradigma demand driven ditandai dengan naiknya konsumsi daging per kapita penduduk Indonesia dari 2.75 kg pada tahun
1970 menjadi 8.42 kg pada tahun 1997. Tingkat konsumsi ini masih yang terendah di Asia Tenggara yang mencapai 18.1 kg per kapita. Konsumsi daging
per kapita 20 tahun mendatang diperkirakan akan meningkat sekitar tiga persen per tahun akibat perbaikan pendapatan dan penurunan harga riil daging Kasryno,
2005. Pertumbuhan sektor peternakan ini diduga besar pengaruhnya terhadap kinerja perdagangan jagung nasional karena jagung merupakan komponen
terbesar pakan ternak. Sementara itu, salah satu konsumen besar jagung nasional adalah industri pakan ternak. Kebutuhan jagung untuk industri pakan setelah
tahun 2020 diperkirakan lebih dari 60 persen dari kebutuhan jagung nasional Suryana et al. 2005.
Pertumbuhan sektor peternakan akan meningkatkan permintaan jagung oleh industri pakan ternak dan akhirnya akan berdampak pada permintaan jagung
nasional secara keseluruhan akan mempengaruhi harga jagung domestik. Perubahan harga jagung domestik akan diikuti dengan perubahan faktor-faktor
lain dalam kinerja perdagangan jagung nasional baik dari sisi produksi maupun perdagangan jagung. Hal ini merupakan alasan pentingnya dilakukan simulasi
dampak pertumbuhan sektor peternakan yang salah satunya ditunjukkan dengan adanya kenaikan populasi ternak unggas.
4.6.6. Dampak Alternatif Kombinasi Kebijakan
Simulasi selanjutnya adalah simulasi kombinasi kelima perubahan dalam simulasi sebelumnya. Perubahan kondisi perekonomian internasional yang terjadi
saat ini dimana terjadinya krisis keuangan global sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia termasuk kinerja perdagangan jagung karena Indonesia
merupakan small country sehingga tidak bisa lepas dari pengaruh perekonomian negara-negara adidaya.
Melihat kondisi perekonomian tersebut perlu dilakukan simulasi kombinasi kelima kebijakan tersebut untuk melihat bagaimana dampak keadaan
yang terjadi saat ini terhadap kinerja perdagangan jagung baik dari sisi produksi, permintaan, perdagangan dan harga domestik. Hasil simulasi ini dapat dijadikan
salah satu patokan untuk mengambil kebijakan selanjutnya untuk melindungi petani jagung maupun sektor peternakan.
V. KERAGAAN MODEL KINERJA PERDAGANGAN JAGUNG
5.1. Hasil Pendugaan Model
Model persamaan simultan untuk menganalisis dampak kesepakatan perdagangan bebas regional terhadap kinerja perdagangan jagung terdiri dari
sembilan persamaan struktural dan empat persamaan identitas. Model dianalisis dengan menggunakan data time series dari tahun 1980 sampai tahun 2006 yang
dikumpulkan dari berbagai sumber. Pendugaan model kinerja perdagangan jagung Indonesia kaitannya dengan
adanya kesepakatan perdagangan bebas regional memberikan hasil dugaan yang cukup baik secara ekonomi, statistika dan ekonometrika. Hampir semua variabel
eksogen yang dimasukkan dalam persamaan struktural mempunyai parameter dugaan yang tandanya sesuai dengan harapan meskipun pengaruhnya tidak
signifikan pada rentang taraf uji α antara 10 persen sampai 30 persen. Beberapa peubah penjelas yang parameter dugaannya tidak sesuai dengan harapan dapat
dijelaskan secara logis dan sesuai dengan keadaan di lapang. Nilai koefisien determinasi R
2
hasil pendugaan model menunjukkan bahwa delapan dari sembilan persamaan struktural berkisar antara 0.56 sampai 0.98 sehingga secara
umum variabel-variabel eksogennya mampu menjelaskan variabel endogen dengan baik. Oleh karena itu hasil pendugaan model cukup representatif untuk
menggambarkan fenomena kinerja perdagangan jagung untuk dianalisis sebagai dampak kesepakatan perdagangan bebas regional Indonesia melalui AFTA. Hasil
pengolahan data kinerja perdagangan jagung sebagai dampak kesepakatan perdagangan bebas regional secara lengkap disajikan pada sub bab berikut.