Permintaan Jagung Pembahasan Hasil Pendugaan Model Kinerja Perdagangan Jagung

berpengaruh nyata dalam meningkatkan produktivitas jagung. Oleh karena itu masih diperlukan penelitian dan pengembangan jagung yang adaptif dan inovatif untuk meningkatkan produktivitas jagung dalam rangka meningkatkan produksi jagung domestik, karena perluasan areal jagung saat ini sulit dilakukan. Hasil penelitian Gongo et al. 2004 menunjukkan bahwa usaha perluasan areal jagung dengan memanfaatkan lahan gambut juga tidak menghasilkan hasil yang diharapkan.

5.2.3. Permintaan Jagung

Hasil estimasi persamaan permintaan jagung di disagregasi ke dalam tiga persamaan, yaitu permintaan untuk industri pakan ternak, permintaan untuk konsumsi langsung dan permintaan untuk industri pengolahan. Secara keseluruhan hasil estimasi persamaan permintaan menunjukkan bahwa variasi variabel eksogennya mampu menjelaskan dengan baik variasi variabel endogennya antara 80.94 persen sampai 87.50 persen sehingga cukup representatif menggambarkan fenomena permintaan jagung di Indonesia. Pada persamaan permintaan oleh industri pakan ternak seperti yang terlihat pada Tabel 7, variabel eksogen yang memberikan pengaruh signifikan diantaranya adalah variabel populasi ternak. Kenaikan populasi ternak diakibatkan semakin maraknya sektor peternakan unggas. Laju peningkatan kapasitas terpasang pabrik pakan dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 15 persen per Kasryno, 2005. Kenaikan permintaan jagung oleh industri pakan ini disebabkan oleh adanya Revolusi Peternakan yang merupakan demand driven, yang terjadi karena perubahan pola konsumsi masyarakat dengan meningkatnya pola konsumsi daging, telur dan susu Delgado et al. 1999 dalam Kasryno, 2005. Kenaikan permintaan hasil peternakan tersebut akan meningkatkan permintaan pakan ternak sehingga produsen pakan ternak juga akan menaikkan permintaan jagung dan komponen-komponen lainnya sebagai bahan baku pakan ternak untuk memenuhi permintaan peternak unggas. Tangendjaja et al. 2005 juga mengungkapkan bahwa memang terdapat korelasi positif antara produsen jagung dengan kemampuan suatu negara untuk mengekspor produk ayam. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan pasar jagung dan pasar hasil peternakan. Tabel 7. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Jagung oleh Industri Pakan Ternak Elastisitas PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimasi P-value Jangka Pendek Jangka Panjang Permintaan oleh Industri Pakan Ternak DPT Intersept - 745577.1 0.240 - - Harga jagung domestik HJR -43.2561 0.155 -0.241 -0.279 Populasi ternak PT 0.001527 .0001 0.353 0.408 Harga kedelai HKDR 35.31954 0.212 0.412 0.476 Lag permintaan oleh industri pakan ternak LDPT 0.134493 0.198 - - R² = 0.80937 Harga jagung memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan jagung oleh industri pakan ternak meskipun dalam jangka pendek maupun jangka panjang kurang respon dengan perubahan harga jagung karena jagung sebagai bahan baku pakan merupakan derived demand sehingga industri tidak dapat merespon harga inputnya secara langsung tetapi tergantung pada Marginal Cost MC dan Marginal Revenue MR masing-masing perusahaan pakan ternak. Meskipun terjadi kenaikan harga input, jika MC yang dihasilkan masih meningkatkan keuntungan maka permintaan input akan terus naik. Hirshleifer et al. 2005 menyebutkan bahwa kurva pemintaan industri terhadap input lebih curam, artinya lebih tidak elastis jika dibandingkan dengan permintaan input oleh masing-masing perusahaan. Selain itu, elastisitas yang rendah ini terjadi karena jagung memiliki kelebihan untuk pakan unggas yang tidak dimiliki oleh biji-bijian lainnya yaitu kandungan xantofil yang berguna untuk menjadikan warna kuning telur lebih cerah. Perubahan harga kedelai tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan jagung. Selama ini bahan baku pembuatan pakan ternak yang utama adalah jagung sehingga perubahan harga kedelai yang juga bisa sebagai pengganti jagung kurang direspon oleh industri pakan ternak. Meskipun demikian, kenaikan harga kedelai akan menyebabkan kenaikan permintaan jagung karena industri pakan ternak akan meningkatkan komposisi penggunaan jagung dan mengurangi komposisi kedelai dalam produksinya. Selain itu penggunaan kedelai untuk pakan perlu pengolahan lebih lanjut agar tidak beracun bagi ternak menyebabkan perubahan harga kedelai kurang direspon oleh industri pakan ternak untuk menggantikan jagung sebagai bahan bakunya. Di Indonesia, substitusi jagung memang masih sedikit, berbeda dengan di negara lainnya. Di negara subtropis seperti Eropa dan Australia, biji-bijian seperti barley, rye, gandum atau oat banyak dipakai sebagai pengganti jagung. Di beberapa wilayah Indonesia, penggunaan jagung bisa digantikan oleh sorgum namun hanya terbatas, sepuluh persen dari jagung karena sorgum mengandung tanin dan ketersediaanya relatif terbatas dan tidak tersedia sepanjang tahun Tangendjaja et al. 2005. Bahan baku pakan yang kandungan energinya cukup tinggi adalah minyak. Namun persentasenya pada pakan ternak paling tinggi hanya 4 persen karena pemakaian yang lebih tinggi dapat menurunkan kualitas pelet yang dihasilkan Tangendjaja et al. 2005. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memasukkan bahan-bahan tersebut sebagai substitutor jagung sebagai bahan baku pakan ternak pada penelitian lebih lanjut. Permintaan jagung selanjutnya adalah permintaan jagung untuk industri pangan. Hasil estimasi parameter faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jagung untuk konsumsi langsung disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Jagung untuk Konsumsi Langsung PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimasi P-value Elastisitas Permintaan untuk Konsumsi Langsung DKL Intersept - 2.94E+06 .0001 - Harga jagung domestik HJR -193.471 0.011 -1.703 Harga beras HBRR 105.3315 0.004 1.531 Perubahan pendapatan per kapita PK1 -222.008 0.168 -0.017 Tren T -92092.9 .0001 - R² = 0.81475 Permintaan jagung untuk konsumsi langsung sangat responsif terhadap perubahan harga jagung. Pada saat harga jagung naik, permintaan jagung untuk konsumsi langsung akan turun, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia memang sudah meninggalkan jagung sebagai bahan pangan pokoknya. Umumnya masyarakat yang menggunakan jagung sebagai bahan pangan pokok tidak dikonsumsi dalam bentuk tunggal, tetapi dicampur dengan pangan lain. Hampir di setiap propinsi jagung dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan lainnya seperti makanan tradisional, makanan ringan, sayuran dan lauk. Penggunaan jagung oleh rumahtangga juga bermacam-macam seperti biji jagung, jagung muda, bekatul jagung, menir jagung dan tepung maizena Ariani dan Pasandaran, 2005. Permintaan jagung untuk konsumsi langsung juga responsif terhadap perubahan harga beras. Beras masih menjadi barang substitutor permintaan jagung yang terlihat dari tandanya yang positif sehingga kenaikan harga beras akan menyebabkan masyarakat mengalihkan konsumsinya dengan jagung. Jagung memang dapat berfungsi seperti beras bila dinilai dari kandungan nilai gizinya. Kandungan energi antara beras dan jagung relatif sama, bahkan protein jagung lebih tinggi daripada beras Departemen Kesehatan, 1990 dalam Ariani dan Pasandaran, 2005. Dengan demikian sebenarnya peran beras sebagai pangan pokok dapat digantikan oleh jagung tanpa harus mengubah kebiasaan pola makan untuk dikonsumsi seperti lauk pauknya sehingga dapat menambah diversifikasi pangan dan ketergantungan Indonesia pada pangan pokok beras. Namun karena ketidakpraktisan pengolahan jagung dibanding beras dan tingkat konsumsi beras lebih tinggi dari jagung, maka daya substitusi beras terhadap jagung akan lebih besar dibanding substitusi jagung terhadap beras Ariani dan Pasandaran, 2005. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan jagung agar lebih praktis dalam pengolahan dan memasyarakatkan berbagai kelebihan jagung sebagai bahan pokok seperti dari segi kesehatan sebagai upaya diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pangan pokok beras. Perubahan permintaan untuk konsumsi langsung juga ditentukan oleh perubahan pendapatan per kapita. Sebelum tahun 1975, pola konsumsi jagung pada kelompok berpendapatan rendah berkorelasi positif dengan pendapatan rumah tangga serta terjadi substitusi pangan dari ubi kayu ke jagung. Namun pada tahun 1978 terjadi kebalikannya, semakin tinggi pendapatan, semakin rendah tingkat konsumsi jagung pada kelompok tersebut. Sebagai pangan pokok, jagung memang memperlihatkan sifat barang inferior Kariyasa, 2003; Ariani dan Pasandaran, 2005. Penurunan permintaan jagung dengan peningkatan pendapatan di kota lebih tajam dari di pedesaan karena masyarakat di perkotaan memiliki berbagai alternatif pangan, apalagi tingkat partisipasi kerja yang tinggi cenderung mengonsumsi makanan di luar rumah berupa makanan jadi. Sementara itu variabel tren digunakan sebagai proksi dari selera masyarakat dimana terjadi penurunan selera terhadap jagung. Masyarakat menganggap bahwa jagung merupakan pangan pokok bagi masyarakat kelas bawah sehingga terjadi kecenderungan meninggalkan jagung untuk konsumsi. Permintaan jagung yang lain adalah permintaan jagung oleh industri pangan. Menurut hasil survei Ariani dan Pasandaran 2005 di Bogor, produk olahan yang menggunakan bahan baku jagung antara lain adalah bahan setengah jadi, kue kering, keripik, minyak goreng, minuman ringan, bubur, saus dan bumbu masak instan. Sementara itu produk setengah jadi berupa bahan campuran pembuat kue, bubur instan untuk bayi, campuran kopi dan produk minuman rendah kalori corn syrup dan minyak jagung. Hasil estimasi parameter faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan jagung oleh industri pangan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pendugaan Parameter Permintaan Jagung oleh Industri Pangan Elastisitas PersamaanPeubah Notasi Parameter Estimasi P-value Jangka Pendek Jangka Panjang Permintaan oleh Industri Pangan DIP Intersept - -1377543 0.335 - - Harga jagung domestik HJR -159.363 0.181 -0.464 16.545 Harga output olahan jagung HOJR 146.3466 0.125 0.741 -26.414 Harga terigu HTRR 22.25818 0.304 0.148 -5.289 Lag permintaan oleh industri pangan LDIP 1.02807 .0001 - - R² = 0.87504 Permintaan jagung oleh industri pangan dalam jangka pendek kurang responsif terhadap perubahan variabel-variabel eksogennya tetapi sangat responsif dalam jangka panjang. Seperti halnya pada permintaan jagung oleh industri pakan ternak, pada permintaan oleh industri pengolahan pangan, dengan kenaikan harga jagung domestik maka akan menurunkan permintaan jagung. Sementara itu harga output industri pangan dari jagung memberikan pengaruh signifikan terhadap permintaan jagung. Hal ini terjadi karena harga jual ditentukan oleh masing-masing perusahaan pengolahan jagung sesuai dengan pertimbangan MR dan MC. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap industri pangan sehingga permintaan input jagung akan direspon dalam jangka panjang. Melalui uji t juga dapat diketahui bahwa perubahan harga riil terigu tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan jagung oleh industri pengolahan pangan dan hanya direspon dalam jangka panjang seperti juga jagung yang merupakan bagian dari input produksi. Terigu merupakan substitutor jagung jika dilihat dari nilai dan arah parameter dugaannya yang bertanda positif.

5.2.4. Impor Jagung