UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berproton seperti hidrokarbon, eter dan senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang Gritter, et al., 1991.
Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut
Adnan, 1997. Pelarut dalam ruangan pengembang dihindarkan dari atmosfer luar untuk menghindari penguapan komponen-
komponen Sastrohamidjojo, 1985 dan campuran pelarut dianjurkan hanya dipakai untuk sekali pengembangan saja karena
susunannya mudah berubah akibat salah satu komponennya menguap Gritter, 1991.
c. Metode Deteksi
Bercak yang terpisah dapat diamati dengan beberapa cara setelah lempeng dikeringkan. Cara untuk mendeteksi bercak terdiri
dari 2 macam yaitu metode kimia dan metode fisik. Dari kedua jenis tersebut, masing-masing dapat dibedakan lagi menjadi 2
macam yaitu metode destruktif secara permanen merubah identitas kimia dari zat dan non-destruktif tidak memberikan
perubahan permanen pada identitas kimia zat. Contoh untuk metode kimia destruktif adalah pengarangan dengan asam sulfat,
sedangkan metode non-destruktif adalah dengan uap iodin. Contoh untuk metode fisik adalah pengamatan di bawah sinar UV banyak
digunakan dan bersifat non-destruktif terhadap sebagian besar zat, walaupun pada beberapa vitamin dan steroid dapat bersifat
destruktif Touchstone Dobbins, 1983. Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung
sebagai retardation farctor Rf. Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak
yang ditempuh oleh fase gerak Gandjar Rohman, 2007. Faktor yang mempengaruhi bercak dan harga Rf dari KLT
antara lain struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari fase diam, tebal dan kerataan dari fase diam, derajat kemurnian
dari fase gerak, serta derajat kejenuhan uap dalam bejana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengembang yang digunakan. Jika dengan cara tersebut senyawa tidak dapat terdeteksi, maka dipakai reaksi kimia atau metode khas
Stahl, 1985. 2.5.2
Kromatografi Kolom
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom
fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel, selulose atau poliamida. Sedangkan fasa geraknya dapat dimulai dari pelarut non
polar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tungal ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda
kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan Stahl, 1969.
Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki
pola kromatogram yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat
KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet 254366 untuk senyawa- senyawa yang mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda
seperti larutan Iod, FeCl
3
dan H
2
SO
4
dalam metanol 10 Stahl, 1969.
Senyawa hasil isolasi sulit didapatkan berupa senyawa murni karena terdiri dari banyak senyawa gabungan. Untuk senyawa
berbentuk kristal pemurniannya dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat utama yang
dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau
campuran pelarut yang cocok Stahl, 1969. a.
Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam
rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan
warna larutan,
memindahkan zat
padat,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya Williamson, 1999.
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali
zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan
zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan.
Mula-mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut
yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi.
Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan
pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan.
Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa
tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila
pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan.
Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor
penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih
pelarut yang sesuai adalah sebagai berikut:
1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan
tidak melarutkan zat pencemarnya. 3.
Titik didih pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah pengeringan kristal yang terbentuk.
4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan
dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai. Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan,
tergantung pada dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti nukleasi dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti
tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang
terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi
derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan
kristal merupakan
faktor lain
yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan
berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh Svehla,
1979.
2.6 Karakterisasi Senyawa Murni