Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh

(1)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MAULINA TANJUNG 040801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH

PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH

Kategori : SKRIPSI

Nama : MAULINA TANJUNG

Nomor Induk Mahasiswa : 040801012

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, 27 Oktober 2009

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang Prof. Dr. Muhammad Zarlis


(3)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

PERNYATAAN

ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 27 Oktober 2009

MAULINA TANJUNG 040801012


(4)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

PENGHARGAAN

Seagala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, pemilik segala ilmu pengetahuan di langit dan di bumi, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya serta para sahabatnya. Sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini, terutama ditujukan kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta di Banda Aceh, yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan cinta terbesar yang merupakan hal yang terindah dan terbaik yang pernah Lina miliki. Semoga Lina akan selalu bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda.

2. Yuli dan Fatma adik-adik saya terkasih. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan semangat yang telah diberikan. Semoga kalian juga tidak pernah berhenti memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda kita tercinta.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, ilmu kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik, untuk semua yang telah Bapak berikan kepada saya.

4. Bapak Tanisyahdin, Supervisor Pemeliharaan Listrik di PLTD Lueng Bata, beserta stafnya, Pak Rachmat Zikran, ST. Terima kasih atas ilmu, kerja sama, kesabaran dan bimbingan yang telah diberikan selama saya melakukan penelitian di PLTD Lueng Bata.

5. Bang Brian, Lili, Jepri, Latifa H. Siregar, Heni, Devi dan semua rekan-rekan seperjuangan Fisika ’04. Terima kasih atas diskusi, bantuan, semangat dan do’a kalian. Maafkan Lina kalau sering merepotkan.

6. Ibu Intan (ibu kost terbaik di dunia), Ayunda beserta keluarga dan seluruh warga kost 42. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas perhatian, kasih sayang, dan kesabaran yang telah kalian berikan selama Lina tinggal di Medan. Tanpa kalian, Lina tidak mungkin betah di Medan.


(5)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

ABSTRAK

Sistem tenaga listrik tidak mungkin dapat menyediakan tenaga listrik tanpa gangguan. Seperti halnya pada pembangkit listrik yang menggunakan mesin diesel untuk membangkitkan energi listrik, dibutuhkan suatu alat proteksi yang mampu mendeteksi gangguan pada mesin yang terus bergerak. Oil Mist Detector (OMD) merupakan solusi dari permasalahan ini. Teknologi deteksi OMD menggunakan sensor infra merah sehingga proses pendeteksiannya dapat berlangsung dalam waktu singkat. Tugas akhir ini menganalisis proses pendeteksian oleh sistem sensor infra merah yang dapat mengaktifkan sistem Emergency Shut Down secepat mungkin pada mesin. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan sistem sensor infra merah OMD sangat efektif dalam melindungi mesin diesel dari kerusakan parah, namun dibutuhkan pemantauan berkala terhadap suhu dan tekanan udara di dalam mesin agar kinerja sistem sensor tersebut tidak terganggu.


(6)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

ANALYSIS OF INFRA RED SENSORING SYSTEM IN OIL MIST DETECTOR (OMD) AT PLTD LUENG BATA BANDA ACEH

ABSTRACT

An electrical power system may not serve electrical power without any disturbance. Such as an electric power plant which uses diesel machine to excite the elctric energy, it is needed a protection instrument that can detect the disturbance in the machine which always move. OMD is the solution for this problem. The detection technology of OMD can work in a short time. This final assignment analyzes about the process of detection by using infra red sensoring system that will switch on the Emergency Shut Down system as fast as possible in the machine. The result of this analysis shows that utilization of infra red sensoring system in OMD is very effective to protect the diesel machine from seriously damage, buit it is quite needed to check the temperature and the air pressure in the machine regularly so that the sensoring system will be undisturbable.


(7)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... i

Pernyataan ... ii

Penghargaan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... x

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Tempat Penelitian ... 3

1.6 Metode Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 4

Bab 2 Landasan Teori 2.1 Mesin Diesel... 6

2.1.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel 4 Langkah (4 tak) ... 7

2.1.2 Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 ... 8

2.1.3 Bagian Mesin Diesel yang Rawan Terjadi Gesekan ... 9

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata ... 10

2.3 PLTD Lueng Bata Banda Aceh ... 11

2.4 Bagian-bagian Utama Oil Mist Detector (OMD) ... 12

2.4.1 Detector ... 13

2.4.2 Monitor ... 14

2.4.3 Scavenging Air Set Block ... 14

2.5 Prinsip Kerja OMD ... 15

2.6 Jenis-jenis (Model) OMD ... 15

2.7 Versi (Generasi) Produksi ... 16

2.8 Penggunaan Oil Mist Detector pada PLTD ... 19

2.9 Sistem Sensor ... 21

2.9.1 Persyaratan Sensor yang Baik ... 22

2.9.2 Klasifikasi Sensor ... 23

2.9.3 Sistem Sensor Infra Merah ... 24

2.9.4 Infra Red Transmitter... 27

2.9.5 Infra Red Receiver ... 28

2.9.6 Relay... 31


(8)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Tahap-tahap Penelitian ... 36

3.2 Flowchart Prinsip Kerja OMD sebagai Emergency Shut Down pada Mesin Diesel ... 37

3.3 Pengambilan Input Data... 38

3.4 Metode Pengambilan Data ... 39

3.4.1 Pengujian Sensitivitas OMD ... 40

3.4.2 Pengujian Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara terhadap Sensitivitas OMD ... 40

Bab 4 Analisis Data 4.1 Spesifikasi Perangkat OMD ... 42

4.2 Analisis Prinsip Kerja Sistem Sensor Infra Merah pada OMD…………. ... 43

4.3 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Persentase Ketebalan Asap ... 45

4.4 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Level Sensitivitas Sensor... 47

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

Daftar Pustaka LAMPIRAN


(9)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tegangan pada Output Sensor OMD 44 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pada Suhu 30 C 45 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran pada Suhu 40 C 45 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pada Suhu 50 C 46


(10)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bearing yang Mengalami Gesekan 10

Gambar 2.2 Oil Mist Detector VN 215/93 21

Gambar 3.1 Flowchart Prinsip Kerja OMD 37

Gambar 3.2 Posisi OMD pada Mesin Diesel 39

Gambar 4.1 Rangkaian Digital Sensor OMD 43


(11)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

DAFTAR SINGKATAN AC : Alternating Current CO : Change Over

CMOS : Complement Metal Oxide Semiconductor CT : Current Transformer

DC : Direct Current

EMC : Electronic Module Card IR : Infra Red

LED : Light Emitting Diode LEL : Lower Explosive Level

LVDT : Linear Variable Deferential Transformer NC : Normally Close

NO : Normally Open

NPN : Negative-Positive-Negative OMD : Oil Mist Detector

PC : Personal Comput er

PLTD : Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PNP : Positive-Negative-Positive

TTL : Transistor-Transistor Logic VN : Visatron


(12)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman yang sudah serba canggih saat ini efisiensi waktu dan tenaga adalah sebuah prioritas. Penggunaan tenaga mesin sebagai pengganti tenaga manusia diangggap sebagai solusi dari masalah ini. Tenaga manusia hanya digunakan sebagai operator, pengawas atau pemelihara dari mesin itu sendiri. Dalam hal ini, tenaga manusia juga masih memiliki kelemahan terutama dalam mengontrol mesin yang bekerja 24 jam. Sehingga diperlukan juga sebuah alat atau sistem kontrol otomatis yang bisa menutupi kelemahan manusia dalam hal pengawasan 24 jam.

Bila sebuah mesin mendapatkan masalah yang bisa merusak mesin lebih parah lagi atau bahkan bisa membahayakan nyawa manusia, maka yang diperlukan adalah sebuah sistem Emergency Shut Down yang akan mematikan mesin secepat mungkin untuk menghindari kerusakan lebih lanjut atau untuk menjaga keselamatan manusia.

Seperti halnya pada mesin diesel yang digunakan pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yang bekerja non-stop selama 24 jam. Dimana kita ketahui, bahwa sistem tenaga listrik tidak mungkin dapat menyediakan tenaga listrik tanpa gangguan. Setiap bagian pada mesin diesel yang digunakan pada sistem tenaga listrik ini saling terhubung dan bila kurang mendapat perhatian pada bagian yang bergesekan dapat membahayakan jiwa manusia dari ledakan mesin yang terjadi akibat percikan api yang timbul dari gesekan bagian dalam mesin yang bergerak dan dalam temperatur tinggi akan dapat menimbulkan terjadinya ledakan.


(13)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Dengan demikian untuk menghindari hal tersebut, PLTD menggunakan suatu alat yang disebut Oil Mist Detector (OMD) dalam sistem Emergency Shut

Down mesin. OMD merupakan alat pendeteksi kabut minyak yang sangat unggul

dan efektif dalam menyelamatkan mesin-mesin diesel yang dimiliki oleh PLTD dari kerusakan yang fatal. OMD bekerja menggunakan sistem sensor infra merah. Sensor infra merah ini akan mendeteksi tingkat ketebalan asap yang ditimbulkan dari percikan api yang bertemu dengan minyak pelumas pada mesin yang saling bergesekan dan kemudian OMD akan mengirimkan sinyal ke ruang panel untuk mengaktifkan sistem Emergency Shut Down yang akan mematikan mesin secara otomatis.

Oleh karena itu, untuk lebih mengoptimalkan kinerja OMD dalam memproteksi mesin diesel pada PLTD maka perlu dipahami mengenai prinsip kerja sistem sensor infra merah pada OMD terutama berkaitan dengan aplikasinya yang secara khusus dilakukan pada Emergency Shut Down pada mesin diesel milik PLTD. Selain itu, perlu juga diketahui mengenai bagaimana suhu dan tekanan udara berpengaruh terhadap sensitivitas sensor infra merah itu sendiri.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian mengenai sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD) ini dibatasi pada:

1. Analisis aplikasi OMD dilakukan secara khusus pada proses Emergency Shut

Down pada mesin diesel.

2. Analisis rangkaian hanya dilakukan pada rangkaian sensor infra merah OMD.

3. Suhu dan tekanan udara hanya ditinjau pada bagian internal mesin.

1.3 Tujuan Penelitian


(14)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

1. Menganalisis aplikasi OMD pada mesin diesel.

2. Menganalisis prinsip kerja rangkaian sensor infra merah pada OMD.

3. Mengetahui pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap kinerja sensor infra merah pada OMD.

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan analisis untuk lebih memahami proses pendeteksian asap menggunakan sistem sensor infra merah pada OMD, sehingga mampu mengoptimalkan fungsi OMD tersebut untuk menyelamatkan mesin diesel dari kerusakan fatal yang dapat menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar bagi pihak PT PLN dan juga membahayakan masyarakat, terutama di lingkungan sekitar PLTD.

1.5 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata Banda Aceh.

1.6 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dilakukan melalui hal-hal berikut: 1. Metode Literatur

Studi pustaka sebagai persiapan dalam melakukan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi mengenai Oil Mist Detector (OMD) yang digunakan pada mesin diesel PLTD.

2. Metode Konsultasi

Berkonsultasi secara interaktif dengan dosen pembimbing dan pembimbing instansi yang berkompeten langsung dengan peralatan Oil Mist Detector (OMD).


(15)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Melakukan pengamatan dan inspeksi langsung ke lapangan untuk melihat perangkat Oil Mist Detector (OMD) yang digunakan pada mesin Sulzer 12 ZV 40/48.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Menjelaskan secara singkat tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Membahas tentang diagram alir penelitian dan prosedur penelitian yaitu metode pengambilan data pada pengujian rangkaian sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD).

Bab IV Analisis Data

Bab ini membahas tentang pengolahan data yang berisi pengolahan hasil pengamatan dan analisis data penelitian.


(16)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Bab ini memuat kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Mesin Diesel

Pada tahun 1900 di Jerman, Rudolph Diesel merencanakan sebuah motor dengan mengkompresikan udara sampai mencapai temperatur nyala dari bahan bakar, kemudian bahan bakar diinjeksikan dengan laju penyemprotan sedemikian rupa sehingga dihasilkan proses pembakaran pada tekanan konstan. Penyalaan terhadap bahan bakar diakibatkan oleh suatu kompresi dan bukan oleh penyalaan busi seperti halnya motor cetus api (Spark Ignition Engine). Oleh karena itu, motor diesel disebut juga motor penyalaan kompresi (Compression Ignition Engine), dimana pelayanan motor diesel adalah dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara bertekanan dan bertemperatur tinggi. Sehingga motor diesel digolongkan ke dalam mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine).

Pada mesin-mesin pembakaran dalam ( Internal Combistion Engine), bahan bakar dibakar dalam silinder di mana energi kimia bahan bakar dikonversikan menjadi kerja berguna oleh mekanisme-mekanisme bagian mesin dari torak, poros engkol, dan sebagainya. Mesin pembakaran dalam dapat diklasifikasikan menurut


(17)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

bahan bakar yang dipergunakan, siklus kerja, kecepatan operasi, sistem pembakaran, dan aksi kerja tunggal atau ganda.

Beberapa jenis bahan bakar untuk mesin pembakaran dalam adalah bensin, bahan bakar gas, dan minyak diesel. Motor-motor dengan kecepatan rendah mempunyai kecepatan di bawah 400 rpm, kecepatan menengah antar 400 rpm sampai dengan 1.000 rpm, dan kecepatan tinggi di atas 1.000 rpm. Mesin pembakaran dalam kebanyakan bekerja dengan siklus 4 langkah, tetapi dengan siklus 2 langkah juga masih banyak digunakan.

Menurut sistem penyalaan, mesin pembakaran dalam dibedakan menjadi mesin pembakaran cetus api (Spark Ignition) dan mesin pembakaran kompresi (Compression Ignition). Biasanya motor bakar adalah single acting, tetapi untuk motor propulsi kapal laut yang besar sering digunakan motor double acting, di mana besar daya indikatif yang dihasilkan pada bagian atas torak sedikit lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh bagian bawah torak akibat adanya pengurangan oleh luas penampang torak.

2.1.1 Prinsip kerja mesin diesel 4 langkah (4 tak)

Pada mesin diesel jenis 4 langkah dihasilkan suatu langkah kerja untuk setiap 4 langkah atau 2 kali putaran poros engkol. Langkah-langkah dari mesin diesel 4 langkah adalah langkah hisap, langkah kompresi, langkah kerja dan langkah buang. Selama langkah hisap, katup masuk terbuka, katup buang tetap tertutup dan torak bergerak dari titik mati atas ke titik mati bawah, baik secara mendatar maupun secara tegak lurus ke bawah pada mesin-mesin yang vertikal.

Fluida kerja akan dihisap ke dalam silinder. Selama langkah kompresi, katup masuk tertutup dan katup buang tetap tertutup, dan bergerak menuju ke titik mati atas, sehingga fluida kerja baik campuran udara dengan bahan bakar untuk mesin Otto maupun hanya udara untuk mesin diesel dikompresikan sampai mencapai


(18)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

tekanan yang lebih tinggi. Pada mesin diesel, bahan bakar disemprotkan pada saat-saat akhir langkah kompresi, sehingga terbentuk campuran udara dengan bahan bakar. Fluida kerja kemudian dinyalakan akibat kalor kompresi pada mesin diesel dan dengan busi pada mesin Otto.

Selama langkah kerja, baik katup masuk maupun katup buang tetap dalam posisi tertutup, sehingga gas hasil pembakaran akan berekspansi dan mendorong torak bergerak menuju titik mati bawah. Gerakan linear ini diubah menjadi gerak putar oleh mekanisme poros engkol, sehingga daya luaran dapat dihasilkan. Selama langkah buang, katup buang terbuka, sedangkan katup masuk tetap tertutup, dan torak bergerak ke titik mati atas mendorong gas hasil pembakaran keluar melalui katup buang.

2.1.2 Mesin Sulzer 12 ZV 40/48

Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 merupakan sebuah mesin diesel 4 tak (4 langkah) yang mempunyai dimensi panjang 9,38 meter dan tinggi 5,27 meter serta mempunyai bobot 132 ton. Mesin ini bekerja pada putaran 600 rpm dan mampu untuk menggerakkan beban generator sebesar 1.200 kWatt.

Seperti mesin diesel lainnya, mesin diesel Sulzer 12 ZV 40/48 juga memiliki bagian-bagian yang sama seperti Piston, Bearing dan Main Bearing. Bagian utama dari mesin ini adalah pada Main Bearing. Main Bearing adalah batangan baja berbentuk silinder yang terletak memanjang di tengah-tengah badan mesin. Ujung dari Main Bearing ini nantinya dihubungkan dengan generator. Dengan berputarnya

Main Bearing, maka generator juga akan berputar dan menghasilkan medan listrik.

Agar main bearing bisa berputar, main bearing di hubungkan dengan piston. Piston adalah sebuah silinder yang bergerak naik-turun pada tabungnya (Cilinder


(19)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

bearing. Sehingga dengan bergerak naik-turunnya piston, maka bearing akan

bergerak dan otomatis main bearing juga akan berputar.

Walaupun mempunyai bagian yang sama dengan mesin diesel yang lain, tetapi konstruksi mesin ini berbeda dengan mesin diesel pada umumnya yang memiliki satu buah piston pada masing-masing chamber (kamar). Mesin ini memiliki dua buah piston untuk menggerakkan bearing pada satu buah chamber. Keseluruhan mesin ini mempunyai 12 piston yang saling bersisian. Enam di sisi kiri dan sisanya di sisi sebelah kanan.

Piston-piston ini nantinya akan terhubung dengan con rod (cincin pengait)

yang melingkar pada bearing dan kemudian seiring dengan bergerak naik-turunnya

piston, con rod ini akan memutar bearing yang pada ujungnya dihubungkan dengan

generator. Sehingga dengan berputarnya bearing maka generator juga akan berputar dan menghasilkan medan listrik.

2.1.3 Bagian Mesin Diesel yang Rawan Terjadi Gesekan

Bagian-bagian dari mesin Sulzer ini saling terhubung dan rawan terjadi gesekan antar komponen dan ini sangat berbahaya bagi mesin. Gesekan yang terjadi akan menimbulkan percik api dan dalam temperatur tinggi di dalam bagian mesin bisa menimbulkan ledakan. Bagian-bagian yang rawan terjadigesekan adalah Piston

Seizure, Top End Bearing, cilinder Liner, Main Bearing Bottom End Bearing dan Cam Shaft Bearing.

Cilinder Linear merupakan rongga/tabung tempat bergerak naik-turunnya

badan piston. Dengan desain ruang yang selebar badan piston (piston seizure) agar

piston bergerak stabil, mengakibatkan daerah ini rawan terjadi gesekan yang dapat


(20)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Piston Seizure merupakan badan piston yang bergerak naik turun pada

tabungnya yang memutar batang bearing. Piston Seizure mempunyai potensi besar untuk menimbulkan percikan api karena bergesekan dengan tabungnya (Cilinder

Liner).

Cam Shaft Bearing adalah roda yang berfungsi untuk membuka dan menutup

katup pelumas dan udara pada Piston Seizure. Roda ini berputar pada selnya dan memiliki kemungkinan terjadi gesekan.

Top End Bearing merupakan batangan baja yang tersambung dengan badan piston. Bagian ini berfungsi sebagai penghubung antara badan piston dengan badan bearing. Top End Bearing terpasang pada tuas di badan piston dan seiring

pergerakannya akan memungkinkan terjadi gesekan.

Bottom End Bearing merupakan batangan baja yang tersambung dengan bearing. Bagian ini berfungsi sebagai penghubung antara badan piston dengan

badan bearing. Top end bearing terpasang pada tuas di badan bearing dan seiring dengan pergerakan memutar dari bearing maka akan memungkinkan terjadi gesekan.

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata

PLTD Lueng Bata berdiri pada tahun 1978 di bawah PLN cabang Banda Aceh wilayah 1 – Aceh.

1. Pada tahun 1988 PLTD Lueng Bata dibawahi oleh PLN Sektor Lueng Bata PLN wilayah 1 – Aceh.

2. Pada tahun 1997 PLTD Lueng Bata dibawahi oleh PLN Sektor Kitlur Lueng Bata PT. PLN Kitlur Sumbagut.

3. Pada tahun 2004 PT. PLN (Persero) sektor pembangkit Lueng Bata dibawahi oleh PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).


(21)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

PLTD Lueng Bata merupakan suatu pembangkit listrik yang menyalurkan daya kepada konsumen yang mempunyai banyak mesin pembangkit. PLTD Lueng Bata kini mempunyai 16 mesin yang terdiri dari berbagai jenis dan merek serta kapasitas untuk memenuhi kebutuhan energi listrik kota Banda Aceh dan sekitarnya. Salah satu jenis mesin diesel yang hingga saat ini masih beroperasi di PLTD Lueng Bata adalah mesin diesel merek Sulzer 12 ZV 40/48.

Sebagaimana mesin diesel pada umumnya, maka mesin-mesin diesel yang berada pada PLTD Lueng Bata juga berdasarkan siklus 4 langkah, dimana untuk melakukan sekali kerja mekanik (proses pembakaran) yang dibutuhkan empat kali piston turun-naik dengan kali melakukan putaran poros engkol (penggerak mula).

Mesin-mesin pembangkit yang akan dioperasikan perlu terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan seperti pemeriksaan terhadap mesin pembangkit mana yang akan dioperasikan, dan persiapan-persiapan terhadap alat-alat dari sistem pendukung, pemeriksaan terhadap generator dan exciter dari setiap mesin pembangkit yang akan dioperasikan. Sedangkan dalam memulai (start) mesin pembangkit dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

2.3 Sejarah Oil Mist Detector (OMD)

Sejarah Oil Mist Detector (OMD) sudah bermula sejak ditemukannya mesin diesel pertama kali oleh Rudolf Diesel. Rudolf Diesel telah mengetahui adanya bahaya yang bisa menyebabkan terjadinya ledakan pada crankcase (cangkang mesin) akibat terjadinya gesekan pada bagian-bagian mesin diesel tersebut.

Kecelakaan pertama muncul pada tahun 1947 pada sebuah perusahaan bernama MV “REINA DEL PACIFICO” di Belfast. Kecelakaan ini menimbulkan


(22)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

korban jiwa sebanyak 28 orang meninggal. Pemerintah Inggris waktu itu segera memerintahkan untuk segera menemukan cara untuk menangkal bahaya ini terulang kembali.

Hasil penelitian tentang kecelakaan tersebut mengarah pada pengembangan tindakan awal pengamanan dan memperbaiki bentuk desain crankcase. Langkah-langkah ini sudah bisa mengurangi bahaya ledakan, tetapi itu semua belum cukup aman. Perlu dilakukan tindakan lebih untuk meminimalisasi kerusakan pada mesin dan kecelakaan pada manusia.

Karena penyebab terjadinya ledakan adalah akibat terjadinya gesekan pada bagian-bagian tertentu mesin diesel yang indikasi awalnya adalah berupa timbulnya asap, maka pada tahun 1960-an ditemukanlah sebuah alat yang berguna untuk mendeteksi asap pada crankcase begitu terjadi adanya gesekan. Alat ini disebut Oil

Mist Detector (OMD). Bila telah terjadi gesekan maka tindakan terbaik yang bisa

dilakukan adalah mencegah mesin dari kerusakan yang lebih parah dan menghindarkan manusia (operator) dari bahaya yang mengancam jiwa.

Oil Mist Detector (OMD) ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke

waktu. Sampai sekarang banyak perusahaan menawarkan keunggulan pruduknya masing-masing yang memiliki kelebihan dibanding yang lain. Salah satunya adalah pabrikan Visatron yang meluncurkan produk mulai dari VN 115/79, VN 115/87, VN 116/87, VN VN 215/87, VN 115/93, VN 116/93 dan VN 215/93.

2.4 Bagian-bagian Utama Oil Mist Detector (OMD)

Oil Mist Detector (OMD) merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa

bagian yang saling terhubung dan terkait satu sama lain. Tetapi untuk lebih sederhananya alat ini bisa dibagi menjadi tiga bagian utama. Yakni detektor, monitor dan Scavenging Air Set Block. Ketiga bagian ini mempunyai fungsi masing-masing seperti dijelaskan di bawah ini.


(23)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

2.4.1 Detektor

Detektor itu sendiri terdiri dari Measuring Head Unit, yang merupakan bagian paling vital yang berfungsi mengendalikan seluruh fungsi kerja OMD. Beberapa bagian dari Measuring Head Unit yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:

1. Electronic Module Card (EMC)

EMC merupakan unit rangkaian elektronik yang tergolong sensitif, karena di situ antara lain terdapat rangkaian sistem sensor infra merah.

2. Penutup Measuring Head

Meski hanya berfungsi sebagai penutup, keberadaan dan kondisinya tidak bisa diabaikan. Alasannya, jika pernutup tersebut sudah tidak bisa terkait rapat sempurna dengan measuring box, maka hal itu akan menyebabkan masuknya udara dari luar mesin ke dalam OMD. Sehingga udara dari ruang mesin akan bercampur dengan udara tadi dan mengakibatkan kinerja OMD menjadi tidak optimal.

3. Fresh Air Filter

Jika penutup Measuring Head dibuka, maka akan tampak dua buah filter bulat berbentuk koin dan berwarna kuning emas. Filter tersebut berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke dalam OMD.

4. Measuring Box

Selain filter, juga akan tampak rongga-rongga di dalam Measuring Head, jika penutupnya dibuka. Rongga tersebut adalah bagian dari saluran yang berada di dalam unit OMD dan dilalui oleh udara yang dideteksi, dimana di situ juga terdapat filter infra merah.

2.4.2 Monitor

Bagian-bagian ini berfungsi untuk mengamati segala aktifitas dari OMD dan menampilkan hasil pendeteksiannya pada layar. Pada monitor terdiri dari Level


(24)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

1. Level Indicator

Level Indicator merupakan LED yang menginformasikan tingkat ketebalan asap di dalam crankcase.

2. Alarm LED

Saat alarm LED menyala, berarti ada kerusakan pada Oil Mist Detector (OMD) yang memerlukan tindakan darurat atau terjadi explose (ledakan) yang menimbulkan kabut asap pada crankcase sehingga mesin akan mati dengan sendirinya.

3. Test LED

Test LED menyala saat dilakukan pengetesan pada OMD. Lampu ini

menandakan bahwa kondisi alat pada saat itu adalah dalam keadaan uji coba. 4. Ready LED

Saat LED ini menyala, berarti alat sedang bekerja dan dalam keadaan baik yang tidak memerlukan penanganan khusus.

2.4.3 Scavenging Air Set Block

Scavenging Air Set Block adalah tempat dimana asap yang diambil yang kemudian

dideteksi oleh sensor infra merah dan merupakan sistem aliran udara di dalam OMD yang berfungsi untuk menyerap sampel udara /asap di dalam mesin kemudian mengeluarkan dari OMD.

Pada bagian ini juga dapat mengurangi resiko kesalahan alarm yang diakibatkan oleh polusi udara di dalam mesin yang bertumpuk di bagian detektor, namun tekanan udara di dalamnya harus stabil dan konstan.


(25)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

OMD bekerja berdasarkan kabut asap dari dalam mesin yang terus bergerak, dimana asap ini timbul dari gesekan/panas dari bagian mesin yang bergerak terus menerus yang kemudian dilalui pelumas. Asap akan diserap masuk ke dalam Scavenging Air

Set Block melalui pipa kemudian sensor infra merah akan mendeteksi ketebalan asap

tersebut. Apabila asap tersebut telah mencapai ketebalan asap berdasarkan ketentuan dari OMD maka sensor infra merah akan memberikan sinyal kepada monitor dan dengan segera memberi peringatan melalui alarm/emergency stop yang kemudian menutup pipa bahan bakar dan pelumas melalui relay yang terhubung dengan OMD yang berfungsi menutup bahan bakar dan pelumas untuk mematikan mesin.

2.6 Jenis-jenis (Model) OMD

OMD yang dikeluarkan oleh pabrikan Visatron memiliki tiga varian model, yaitu sebagai berikut:

1. Model VN 115

Model ini akan segera memberikan sinyal alarm atau menghentikan mesin. Apabila OMD mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya, maka OMD tidak bisa menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi. Karena itu, pihak terkait di lapangan harus melakukan pemeriksaan menyeluruh dengan teliti dan cermat, untuk mengetahui apa jenis dan dimana sumber kerusakan terjadi.

2. Model VN 116

Model ini agak lebih mengarah dalam menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi, apakah di sisi sebelah kiri atau kanan OMD berdasarkan pipa saluran yang terhubung langsung dengan OMD. Contoh, ada uap oli yang melebihi batas normal dan itu berasal dari carter nomor 2. Sementara itu, pipa saluran udara yang keluar dari carter 2 dihubungkan ke OMD melalui sisi kanan. Jadi, OMD tidak memberikan indikasi bahwa kerusakan terjadi di carter 2, melainkan hanya mengindikasikan ada kerusakan dari sebelah kanannya.


(26)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Apabila terjadi kerusakan mesin yang menimbulkan uap oli melebihi batas normal, OMD model ini akan segera memberikan sinyal alarm atau stop mesin, sekaligus menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi. Dengan demikian, pemeriksaan hanya dilakukan pada carter (bagian) mesin yang ditunjukkan oleh OMD tersebut. VN 215 lebih diminati oleh pemakai dan belakangan juga sudah menjadi kelengkapan standar dari beberapa merek mesin diesel.

2.7 Versi (Generasi) Produksi OMD

Sejauh ini, sudah ada 3 versi OMD keluaran pabrikan Visatron, yaitu sebagai berikut:

1. Versi 79

Versi 79 adalah generasi pertama dan saat ini sudah tidak diproduksi lagi, termasuk suku cadangnya. Khusus di unit pembangkitan diesel PLN, versi ini masih digunakan terutama pada mesin Sulzer type ZV 40/48 yang merupakan “bawaan” dan menjadi standar kelengkapan bagi mesin tersebut. Versi 79 mempunyai kelemahan antara lain:

a. Respon pendeteksian tergolong cukup lambat. Sehingga meskipun mesin tidak sampai mengalami kerusakan fatal karena OMD menghentikan mesin, kerusakan yang terjadi dianggap terlanjur berat.

b. Tidak bisa secara lebih spesifik memberikan indikasi adanya gangguan OMD. Sehingga akan menyulitkan pihak di lapangan mengidentifikasi jenis gangguannya.

c. Tidak bisa menunjukkan kadar uap oli yang dideteksi.

d. Meski OMD mengindikasikan berfungsi, tetapi tidak dapat dipastikan optimal tidaknya.

e. Tidak dilengkapi pengunci sinyal alarm (tombol “reset”). Apabila terjadi uap oli yang berlebihan, maka OMD akan menghentikan mesin. Namun, karena berkurangnya kecepatan putaran mesin dalam proses berhentinya, sangat memungkinkan uap oli tadi lambat laun menghilang. Karena


(27)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

OMD tidak lagi mendeteksi uap oli tadi, maka secara otomatis OMD akan kembali normal dan mesin dapat kembali dijalankan. Jika tidak segera dilakukan pemeriksaan pada OMD, maka pihak di lapangan sulit mengetahui penyebab terhentinya mesin dan kemudian langsung menekan tombol “start”. Demikian seterusnya sampai akhirnya kerusakan terlanjur fatal.

f. Tidak mampu berfungsi optimal karena faktor teknologi dan umur teknis yang sudah sangat tua.

Tanpa mengetahui pasti versi OMD yang digunakan, ada pihak-pihak yang mempermasalahkan OMD yang dianggap tidak mampu memberikan proteksi sebagaimana mestinya.

2. Versi 87

Versi 87 memiliki kelebihan antara lain seperti: a. Respon pendeteksian lebih cepat

b. Sudah menggunakan sistem Light Emitting Diode (LED) yang bisa memberikan indikasi adanya gangguan OMD sekaligus mampu mengidentifikasi jenis gangguannya dan bisa menunjukkan kadar uap oli yang dideteksi (meski belum spesifik).

c. Sudah dilengkapi dengan sensor dan indikator ambient temperature. d. Sudah dilengkapi dengan pengunci alarm. Jika mesin dihentikan oleh

OMD, maka OMD tetap akan memberikan sinyal alarm dan mesin tetap tidak dapat dijalankan (meski tombol “start” ditekan), sebelum tombol “reset” ditekan. Dengan demikian, pihak di lapangan dapat langsung mengetahui penyebab terhentinya mesin dan memeriksa jenis kerusakan yang terjadi.

Versi ini umumnya digunakan antara lain pada mesin Sulzer ZAV, Warsila, MaK dan Caterpilar sebagai kelengkapan standar mesin. Namun, karena faktor pemeliharaan yang tidak memadai, kinerja OMD versi ini juga dianggap masih kurang optimal. Keluhan tersebut sebenarnya tidak akn muncul, seandainya pemeliharaan dilakukan secara intensif (rutin) sebagaimana seharusnya seperti dijelaskan di dalam buku panduan OMD.


(28)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan OMD terabaikan, antara lain adalah padatnya jadwal pekerjaan pemeliharaan mesin, kurangnya tenaga pelaksana serta kurangnya informasi tentang OMD dan pentingnya pemeliharaan terhadapnya.

3. Versi 93

Versi 93 merupakan generasi terbaru yang sudah memiliki berbagai penyempurnaan dan pengemabangan teknologi yang mengedepankan aspek kecepatan pendeteksian dan aspek kemudahan bagi pemakainya.

Kelebihannya dibandingkan dengan versi sebelumnya, antara lain sebagai berikut:

a. Respon pendeteksiannya lebih cepat lagi.

b. Mengaplikasikan sistem digital yang lebih memudahkan lagi serta lebih cepat bagi pihak di lapangan untuk mengetahui jenis gangguan pada OMD, kadar uap oli yang dideteksi., ambient temperature dan tekanan hisap. Meskipun menggunakan sistem elektronik digital yang lebih sensitif, fungsi kerja OMD versi ini tidak akan terganggu oleh faktor vibrasi mesin.

c. Arsitekturnya lebih disempurnakan, sehingga jauh lebih memudahkan pemakainya dari segi pengoperasian maupun pemeliharaannya (tidak lagi seketat sebagaimana yang diperlukan oleh OMD generasi sebelumnya).

d. Sudah dilengkapi dengan fitur yang tidak ada pada generasi sebelumnya. Misalnya, kemampuan berintegrasi dengan komputer yang memungkinkan aktifitas OMD dimonitor dari ruang pengawasan (control room).

Kemampuan OMD versi ini sudah dibuktikan di beberapa lokasi unit pembangkitan diesel PLN yang sudah menggunakannya, seperti yang sudah dipasang pada mesin SWD dan Sulzer ZV 40/48.

Untuk mengetahui type (model) OMD yang mungkin ada saat ini (masih) digunakan di unit-unit pembangkitan diesel, dapat dilihat dari data identifikasi OMD yang tertera pada name plate OMD (pada tampak depan).


(29)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Pada name plate tersebut antara lain tertera:

Tipe: 115 / 79 Identifikasi model identifikasi versi

Dimana kedua identifikasi tersebut tertera dengan tulisan tangan (dari pihak produsennya). Jika keduanya sudah hilang, maka identifikasinya dilakukan melalui

serial number yang juga tertera (dengan tulisan tangan) pada name plate OMD

tersebut.

2.8 Penggunaan Oil Mist Detector (OMD) pada PLTD Lueng Bata

Oil Mist Detector (OMD) atau pendeteksi kabut minyak adalah suatu alat proteksi

yang dipakai oleh mesin diesel di PLTD Lueng Bata Banda Aceh untuk mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya sehingga bisa menyebabkan kerusakan pada mesin diesel tersebut. Uap oli berlebih yang berasal dari pergesekan

sparepart mesin sehingga menimbulkan panas yang dapat menguapkan oli mesin.

Uap oli memberikan beberapa pertanda utama pada permasalahan-permasalahan yang membahayakan bagian-bagian tertentu dari mesin diesel yang terus bergerak. Ada dua jenis uap oli namun yang perlu diperhatikan adalah yang dikenal dengan asap biru dan asap putih. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai kedua asap tersebut.

a. Asap biru

Asap biru ini dapat didentifikasi berdasarkan warnanya dan hanya terjadi ketika suhu oli meningkat hingga 800 C atau lebih. Uap ini memiliki ukuran partikel sekitar 1 micron. Asap biru dapat dilihat langsung dan cukup berbahaya.

b. Asap putih

Penting sekali mendeteksi jenis uap oli ini karena uap oli ini dapat dihasilkan pada suhu yang rendah dan memiliki partikel dengan ukuran 3 dan 10


(30)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

micron. Jika konsentrasi uap oli lebih besar dari 50 mg/l udara, yang merupakan tingkat ledakan yang lebih rendah/ Lower Explosive Level (LEL), telah diakumulasi, maka dibutuhkan temperatur mendekati 200 C untuk menyalakan uap oli tersebut. Ini dapat terjadi pada ledakan di dalam ruang mesin yang kemudian menyebabkan kerusakan pada mesin. Pemeriksaan yang secepat mungkin dapat mengurangi biaya pemeliharaan mesin secara signifikan.

OMD menggunakan infra merah untuk mendeteksi adanya uap oli yang berbahaya bagi mesin diesel. Jika uap oli yang dihasilkan melebihi batas normal dari mesin itu sendiri, OMD akan memberikan sinyal alarm pada mesin untuk stop.

Oil Mist Detector (OMD) merupakan suatu alat pendeteksi kabut minyak

yang sangat unggul dan efektif dalam menyelamatkan mesin-mesin diesel yang dimiliki oleh PLTD dari kerusakan yang fatal. OMD yang hingga saat ini masih digunakan di PLTD Lueng Bata adalah OMD VN 215/93.

Gambar 2.4 Oil Mist Detector VN 215/93

Keunggulan dari penggunaan OMD ini pada mesin-mesin diesel antara lain karena pemakaian teknologi deteksinya yang menggunakan sistem sensor infra


(31)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

merah dan proses pendeteksiannya dapat berlangsung dalam waktu singkat sehingga respon OMD terhadap adanya kerusakan relatif singkat dan tidak sampai menimbulkan kerusakan yang lebih fatal pada mesin.

2.9 Sistem Sensor

Sensor merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara otomatis. Selain itu sensor dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contoh; kamera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, Light

Dependent Resistor (LDR) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.

Perkembangan sensor sangat cepat sesuai dengan kemajuan teknologi otomasi, semakin kompleks suatu sistem otomasi dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Dalam sistem kendali industri, sensor berperan untuk mendeteksi gejala perubahan informasi sinyal dalam sistem kontrol, dan berfungsi sebagai umpan balik pada sebuah sistem kendali otomatis.

2.9.1 Persyaratan Sensor yang Baik

Dalam memilih sensor yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini:

a. Linearitas

Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya


(32)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik.

b. Sensitivitas

Sensitivitas akan menunjukkan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukkan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor yang pertama. Linearitas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linear, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan.

c. Tanggapan waktu

Tanggapan waktu pada sensor menunjukkan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisisi merkuri. Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat, maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukkan temperatur rata-rata. Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 Hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan decibel (dB), yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.


(33)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Sensor thermal (panas) b. Sensor mekanis

c. Sensor optik (cahaya)

Sensor thermal dalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, phototransistor, photodioda,

photomultiplier, photo voltaik, infra red pyrometer, hygrometer, dan sebagainya.

Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran posisi, gerak lurus atau melingkar, tekanan, aliran, level dan sebagainya. Contoh; strain gage, Linear Variable Deferential

Transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dan

sebagainya.

Sensor optik adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengenai benda atau ruangan. Contoh; photo cell, phototransistor, photodioda, photo voltaik, photomultiplier,

pyrometer optic, dan sebagainya.

2.9.3 Sistem Sensor Infra Merah

Sistem sensor infra merah pada dasarnya menggunakan infra merah sebagai media untuk komunikasi data antara receiver dan transmitter. Sistem akan bekerja jika sinar infra merah yang dipancarkan terhalang oleh suatu benda yang mengakibatkan sinar infra merah tersebut tidak dapat terdeteksi oleh penerima. Keuntungan atau manfaat dari sistem ini dalam penerapannya antara lain sebagai pengendali jarak jauh, alarm keamanan, dan otomatisasi pada sistem.


(34)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Pemancar pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting Diode (LED) infra merah yang dilengkapi dengan rangkaian yang mampu membangkitkan data untuk dikirimkan melalui sinar infra merah, sedangkan pada bagian penerima biasanya terdapat fototransistor, fotodioda, atau infra merah module yang berfungsi untuk menerima sinar infra merah yang dikirimkan oleh pemancar.

Untuk jarak yang cukup jauh, kurang lebih tiga sampai lima meter, pancaran data infra merah harus dimodulasikan terlebih dahulu untuk menghindari kerusakan data akibat noise.

Data Sinyal IR

Gambar 2.1. Data dan sinyal infra merah

Untuk transmisi data yang menggunakan media udara sebagai media perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier sekitar 30 kHz sampai dengan 40 kHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas. Sinyal yang dipancarkan oleh pengirim diterima oleh penerima infra merah dan kemudian didecodekan sebagai sebuah paket data biner. Proses modulasi dilakukan dengan mengubah kondisi logika 0 dan 1 menjadi kondisi ada dan tidak ada sinyal carrier infra merah yang berkisar antara 30 kHZ sampai dengan 40 kHz.

2.9.4 Infra Red Transmitter

Infra red transmitter merupakan suatu modul pengirim data melalui gelombang infra

merah dengan frekuensi carrier sebesar 38 kHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai output dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, dan sebagainya.


(35)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Pemancar yang digunakan pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting

Diode (LED). LED adalah suatu bahan semikonduktor yang memancarkan cahaya

monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan maju. LED infra merah adalah jenis dioda yang memancarkan cahaya infra merah, aplikasi sederhana penggunaan LED infra merah ini adalah pada remote TV. LED infra merah pada dasarnya adalah dioda PN silicon biasa yang dikemas dalam kotak transparan.

Gambar 2.2 LED Infra Merah

Sinar infra merah dihasilkan dari pertemuan Arsenida Galium pada LED infra merah yang diberikan tegangan listrik. LED infra merah merupakan salah satu komponen elektronika yang akan mengantar arus jika dialiri bias maju. LED infra merah terbuat dari bahan Arsenida Galium atau Fosfida Galium (GaAs atau Gap), dan ditempatkan di dalam suatu wadah yang tembus pandang.

Untuk membedakan antara katoda dan anodanya dapat dilihat dari bentuk elektrodanya yang besar adalah katoda. Material yang digunakan dalam konstruksi LED akan menentukan jenis cahaya yang diradiasikan. Apakah cahaya tampak atau cahaya tidak tampak. Sebagai contoh material GaAlAs menghasilkan cahaya infra merah (cahaya tidak tampak), sedangkan GaAsP menghasilkan cahaya tampak merah. Pada sistem ada dua jenis LED yang digunakan yaitu sebagai indikator dan juga sebagai komponen pengirim cahaya infra merah.

Cahaya LED timbul sebagai akibat penggabungan elektron dan hole pada persambungan antara dua jenis semikonduktor dimana setiap penggabungan disertai dengan pelepasan energi. Pada penggunaannya LED infra merah dapat diaktifkan


(36)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

dengan tegangan Direct Current (DC) untuk transmisi atau sensor jarak dekat, dan dengan tegangan Alternating Current (AC) (30-40 kHz) untuk transmisi atau sensor jarak jauh.

2.9.5 Infra Red Receiver

Infra red receiver merupakan suatu modul penerima data melalui gelombang infra

merah dengan frekuensi carrier sebesar 38 kHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai input dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, dan sebagainya.

Receiver (penerima) yang digunakan oleh sensor infra merah adalah jenis

fototransistor, yaitu jenis transistor bipolar yang menggunakan kontak (junction)

base-collector untuk menerima atau mendeteksi cahaya dengan gain internal yang

dapat menghasilkan sinyal analog maupun digital. Fototransistor merupakan salah satu komponen yang berfungsi sebagai detektor cahaya yang dapat mengubah efek cahaya menjadi sinyal listrik. Karena itu fototransistor termasuk dalam detektor optik.

Gambar 2.3 Fototransistor

Fototransistor dapat diterapkan sebagai sensor yang baik, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan komponen lain yaitu mampu untuk mendeteksi sekaligus menguatkannya dengan satu komponen tunggal. Bahan utama dari fototransistor adalah silikon atau germanium sama seperti pada transistor jenis


(37)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

lainnya. Fototransistor juga memiliki dua tipe seperti transistor yaitu tipe NPN dan tipe PNP.

Fototransistor sebenarnya tidak berbeda dengan transistor biasa, hanya saja fototransistor ditempatkan di dalam suatu material yang transparan sehingga memungkinkan cahaya (cahaya infra merah) mengenainya (daerah basis), sedangkan transistor biasa ditempatkan pada bahan logam dan tertutup.

Fototransistor memiliki beberapa karakteristik yang sering digunakan dalam perancangan, yaitu:

1. Dalam rangkaian jika menerima cahaya akan berfunsi sebagai resistan. 2. Dapat menerima penerimaan cahaya yang redup (kecil).

3. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diterima, maka semakin besar pula resistan yang dihasilkan.

4. Memerlukan sumber tegangan yang kecil.

5. Menghantarkan arus saat ada cahaya yang mengenainya. 6. Penerimaan cahaya dilakukan pada bagian basis.

7. Apabila tidak menerima cahaya maka tidak akan menghantarkan arus.

Berdasarkan tanggapan spektral, sifat-sifat dan cara kerja dari fototransistor tersebut, maka perubahan cahaya yang kecil dapat dideteksi. Oleh karena itu fototransistor digunakan sebagai detektor cahaya yang peka, terutama pada cahaya infra merah.

2.9.6 Relay

Pada sistem sensor infra merah, rangkaian-rangkaian sensornya dihubungkan dengan relay-relay tertentu. Relay yang digunakan memiliki fungsi masing-masing, disesuaikan dengan kebutuhan sensor tersebut. Relay adalah sebuah alat yang bekerja secara otomatis mengatur atau memasukkan suatu rangkaian listrik (rangkaian trip atau alarm) akibat adanya perubahan rangkaian yang lain. Relay


(38)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

awalnya berdasar dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di-energize oleh arus lemah, dan coil ini menarik armature untuk menutup kontak. Relay kini telah berkembang menjadi peralatan yang rumit. Relay dibedakan dalam dua kelompok: 1. Komparator: mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan

membuka/menutup kontak (trip).

2. Auxiliary relays: dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit yang dikontrol oleh

relay komparator, dan membuka/menutup kontak-kontak lain (yang umumnya

berarus kuat).

Berdasarkan fungsinya, relay dapat juga dibedakan sebagai berikut: 1. Overcurrent Relay

Relay ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada zona proteksinya.

2. Differential Relay

Relay ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder transformator, current

transformer (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan listrik dan relay ini aktif jika terdapat perbedaan pada arus sirkulasi.

3. Directional Relay

Relay ini berfungsi mengidentifikasi perbedaan fasa antara arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa antar tegangan. Relay ini dapat membedakan apakah gangguan yang terjadi berada di belakang (reverse fault) atau di depan (forward fault).

4. Distance Relay

Relay ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau tidak dengan batas setting-nya.

5. Ground Fault Relay

Relay ini digunakan untuk mendeteksi gangguan ke tanah atau lebih tepatnya mengukur besar arus residu yang mengalir ke tanah.


(39)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Relay menggunakan prinsip kerja medan magnet untuk menggerakkan

saklar. Saklar tersebut digerakkan oleh magnet yang dihasilkan oleh kumparan di dalam relay yang dialiri arus listrik. Seperti switch pada umumnya relay menggunakan logika NC (Normally Close) dan NO (Normally Open). Relay menggunakan medan magnet untuk menggerakkan armatur berporos (kontak). Pada saat logika NO, armatur pada awalnya terbuka yang kemudian akan tertutup bila mendapat energi atau tegangan. Sebaliknya, pada saat logika NC, armatur pada awalnya tertutup yang kemudian akan terbuka bila mendapatkan energi atau tegangan.

Selain logika NC atau NO, relay juga mempunyai logika CO (Change Over). Pada logika CO, relay mempunyai kontak tengah yang normal tertutup. Ketika relay dicatu, kontak tengah tersebut akan membuat hubungan dengan kontak-kontak yang lain. Relay yang digunakan pada perangkat Oil Mist Detector adalah relay R. V. H dan relay RS.

Gambar 3.2 Relay Proteksi Pembangkit

Relay proteksi yang digunakan pada pembangkit listrik biasanya digunakan

untuk mengamankan operasi peralatan pembangkit terhadap kondisi abnormal.

2.9.7 Switching Transistor

Salah satu cara untuk menggunakan transistor adalah sebagai switch. Artinya kita mengoperasikan transistor pada saat keadaan saturasi atau pada saat keadaan titik sumbat (cut off). Jika sebuah transistor berada dalam keadaan saturasi, transistor


(40)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

tersebut seperti sebuah switch yang tertutup dari kolektor ke emitter. Jika transistor dalam keadaan cut off, transistor seperti sebuah switch yang terbuka.

Gambar 3.1 (a) Cut off, lampu mati (b) Saturasi, lampu menyala

Sesuai dengan gambar di atas, jika switch terbuka (gambar a), kaki basis transistor tidak dihubungkan dengan apapun, maka tidak ada arus yang melewatinya. Pada keadaan ini, transistor dikatakan cut off. Jika switch tertutup (gambar b), maka elektron akan mengalir melalui emiter menuju ke basis melewati switch dan terus menuju ke atas hingga sampai sebelah kiri lampu dan kembali ke bagian positif dari batere. Arus basis ini membawa elektron lebih banyak dari emiter menuju ke kolektor, sehingga mampu menyalakan lampu. Pada saat arus maksimum, transistor dikatakan saturasi.

2.9.8 Prinsip Kerja Sensor Infra Merah pada OMD

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa sistem ini bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging


(41)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Vcc +12 V

Vcc +5 V Infra red

receiver R 1k

R 1k Transistor

Tegangan 24 V Relay RS

Ground NC

NO Relay R.V.H

Gambar 4.1 Rangkaian sensor infra merah OMD

Pada awalnya infra red receiver (penerima infra merah) masih menerima data dari infra red transmitter (pengirim infra merah) sehingga infra red receiver berlogika 1. Keluaran dari infra red receiver akan dihubungkan pada switching

transistor. Transistor difungsikan sebagai switch yang bekerja untuk mengaktifkan relay R. V. H. Karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP maka pada saat

berlogika 1, transistor ini tidak aktif atau saturasi. Sehingga transistor tidak mampu mengaktifkan relay R. V. H. Sedangkan pada saat sensor infra merah terhalang oleh kabut asap maka data yang diterima oleh infra red receiver berlogika 0. Saat transistor PNP berlogika 0 pada kaki basis maka transistor tersebut akan saturasi. Dengan saturasinya transistor maka relay R. V. H akan aktif karena relay R. V. H telah terhubung dengan ground.

Relay R. V. H bekerja dengan tegangan sebesar +24 Volt. Dengan tegangan

sebesar ini, relay R. V. H tidak mampu untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin Sulzer. Untuk itu diperlukan satu buah relay lagi yang bekerja dengan tegangan yang lebih besar untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin.

Relay yang dimaksud dinamakan dengan relay RS. Relay ini bekerja dengan


(42)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

, maka relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch bagi relay RS akan aktif dan

relay RS juga akan aktif karena kaki relay RS telah terhubung dengan ground. Relay

RS berlogika Normally Close (NC) sehingga pada saat aktif relay RS akan open (terbuka) dan mesin akan mati.

Kedua relay ini (relay R. V. H dan relay RS) terletak di dalam lemari panel yang terletak tidak jauh dengan tempat mesin Sulzer berada. Di lemari panel ini terletak puluhan relay lagi yang mempunyai fungsi masing-masing untuk mengontrol mesin.

Bila terjadi gesekan pada bagian mesin, proses ini akan berlangsung selama beberapa detik untuk mematikan mesin sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih parah atau bahkan ledakan. Akan tetapi bagaimanapun juga sistem ini bekerja setelah terjadi kerusakan pada mesin. Sistem ini tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan yang akan terjadi. Sehingga bila OMD telah mematikan mesin secara otomatis, maka mesin harus diperiksa secara keseluruhan untuk memperbaiki letak kesalahannya.

Relay R. V. H dan relay RS tidak bekerja sendirian. Keduanya juga

terhubung pada relay-relay dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengontrolan mesin. Misalnya relay R. V. H terhubung dengan switch yang membunyikan alarm. Sehingga bila relay R. V. H aktif maka alarm akan menyala seketika. Sedangkan relay RS terhubung dengan relay-relay yang berfungsi untuk membuka dan menutup pipa bahan bakar dan pelumas, sehingga mesin diesel akan berhenti beroperasi secara otomatis.

BAB 3


(43)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

3.1 Tahap-tahap Penelitian

Penelitian mengenai sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector dilakukan berdasarkan pengamatan langsung dan melalui beberapa tahapan pengujian serta pengukuran untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam melengkapi analisis sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD).

Penelitian diawali dengan melakukan studi pustaka sebagai persiapan dalam melaksanakan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi mengenai OMD yang digunakan pada mesin diesel PLTD.

Selanjutnya peneliti melakukan konsultasi interaktif dengan dosen pembimbing dan pembimbing instansi yang berkompeten langsung dengan peralatan OMD sekaligus melakukan observasi lapangan berupa pengamatan dan inspeksi langsung untuk melihat perangkat OMD pada mesin diesel merk Sulzer 12 ZV 40/48.

Tahapan penelitian berikutnya adalah pengujian sensitivitas perangkat OMD dengan cara melakukan pengamatan terhadap kepekatan asap yang dideteksi dan kemudian mengukur ketebalan asap yang dideteksi tersebut.

Selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap sensitivitas OMD. Pengujian ini diawali dengan melakukan pengukuran suhu dan tekanan udara pada mesin Sulzer 12 ZV 40/48 untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam analisis sistem sensor infra merah pada OMD.ini.


(44)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

3.2 Flowchart Prinsip Kerja OMD sebagai Emergency Shut Down pada Mesin Diesel

Ketebalan Asap > 5%

Terjadi Gesekan di

d l i

Sensor IR Bekerja

Switching

Transistor

Relay R.V.H

Aktif

Relay R.S

Aktif

Mesin Shut

Down

START

OMD Standby

Ya Tidak

Ya


(45)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Gambar 3.1 Flowchart Prinsip Kerja Oil Mist Detector

Ketika program dimulai, Oil Mist Detector (OMD) telah standby. Saat terjadi gesekan di dalam mesin, maka akan timbul asap. Jika persentase ketebalan asap tidak melebihi 5%, maka OMD akan tetap standby. Namun jika persentase ketebalan asap telah melebihi 5%, maka sensor infra merah akan langsung bekerja sehingga mengakibatkan switching transistor saturasi. Switching transistor kemudian akan mengaktifkan relay R. V. H yang selanjutnya mengaktifkan relay RS yang berfungsi sebagai switch untuk mematikan mesin (shut down). Namun apabila tidak terjadi gesekan di dalam mesin, program akan kembali ke proses awal.

3.2 Pengambilan Input Data

Sesuai dengan objektivitas dalam penelitian ini, untuk mengetahui dengan lebih jelas mengenai proses pengambilan data awal, maka perlu kiranya dijelaskan mengenai posisi instalasi OMD pada mesin diesel.

Posisi OMD terletak tepat di tengah-tengah mesin. Itu dimaksudkan agar tercapainya keseimbangan pendeteksian OMD baik dari sisi sebelah kanan maupun dari sisi sebelah kiri OMD. Posisi OMD juga harus diupayakan sedekat mungkin dengan mesin. Hal itu dimaksudkan agar respon OMD bisa semaksimal mungkin.

Untuk mendeteksi keadaan asap di dalam mesin, OMD menggunakan pipa yang diletakkan pada pintu masing-masing chamber (kamar) dari mesin. Di dalam masing-masing chamber memiliki dua buah pintu yang terletak di kedua sisi. Untuk memonitor sebuah chamber cukup dipasang satu buah pipa pada salah satu pintunya. Posisi OMD pada mesin Sulzer 12 ZV 40/48 ditunjukkan pada gambar berikut ini.


(46)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Gambar 3.2 Posisi OMD pada Mesin Sulzer 12 ZV 40/48

Merupakan hal penting untuk memasang pipa dengan benar. Apabila pemasangan pipa didesain dengan desain yang salah akan menyebabkan kesalahan

alarm pada OMD. Pemasangan pipa didesain agar tidak ada benda atau zat lain

selain kabut asap yang masuk ke OMD, mencegah munculnya endapan kotoran (oli) dan genangan air di sepanjang saluran udara, dan mencegah kemungkinan masuknya kotoran padat ke dalam OMD. Juga tidak diperkenankan adanya lekukan di sepanjang pipa yang berpotensi menimbulkan adanya genangan air dan endapan kotoran (oli). Panjang pipa diupayakan sependek yang memungkinkan.

OMD menggunakan power supply dengan tegangan input 24 V DC, dan tegangan output 5 V DC, 12 V DC serta Ground.

3.3 Metode Pengambilan Data

Sesuai dengan diagram alir penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka proses pengambilan data dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok pengujian, yakni:

a. Pengujian sensitivitas OMD

b. Pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap sensitivitas OMD

3.3.1 Pengujian Sensitivitas OMD

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sensitivitas kerja OMD. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa sistem ini bekerja dengan mengambil sampel kabut


(47)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging air set block pada OMD.

Pada pengujian ini, dilakukan simulasi dengan menggunakan asap rokok. Asap rokok ditiupkan ke dalam OMD melalui pipa penghubung. Sistem sensor infra merah pada OMD yang telah standby segera mendeteksi keberadaan asap tersebut. Dalam hal ini, persentase ketebalan asap langsung ditampilkan pada display OMD. Pada tingkat ketebalan asap tertentu, OMD akan membunyikan alarm sekaligus mengaktifkan relay-relay untuk mematikan mesin.

3.3.2 Pengujian Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara terhadap Sensitivitas OMD

Suhu dan tekanan udara sangat berpengaruh terhadap sensitivitas kerja OMD. Oleh karena itu, pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara ini sangat penting untuk dilaksanakan.

Pada pengujian ini, suhu dan tekanan udara hanya diamati pada bagian internal mesin. Pengukuran suhu menggunakan termokopel yang dihubungkan langsung ke main bearing mesin diesel. Hasil penunjukan suhu akan ditampilkan di ruang panel mesin. Sedangkan pengukuran tekanan udara secara terpisah menggunakan manometer.

a. Langkah-langkah pengukuran suhu:

1. Termokopel dipasang pada mesin diesel.

2. Diamati penunjukan suhu pada setiap peningkatan ketebalan asap yang dideteksi oleh OMD.


(48)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

2. Langkah-langkah pengukuran tekanan udara: 1. Manometer dihubungkan ke rumah bearing.

2. Diamati penunjukan tekanan udara pada setiap peningkatan ketebalan asap. 3.Hasil penunjukan tekanan udara kemudian dicatat.

BAB 4 ANALISIS DATA

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis prinsip kerja rangkaian sensor infra merah pada OMD dan mengetahui pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap kinerja sensor infra merah tersebut.

4.1 Spesifikasi Perangkat Oil Mist Detector (OMD)

Oil Mist Detector merupakan suatu alat proteksi yang digunakan pada mesin diesel

untuk mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya sehingga bisa menyebabkan kerusakan pada mesin diesel.

Oil Mist Detector (OMD) memiliki spesifikasi khusus sebagai berikut:

1. Bekerja pada tegangan 24 V DC

2. Arus maksimum yang dibutuhkan/digunakan adalah 3 A

3. Tekanan udara yang dibutuhkan pada pintu masuk pompa mendekati 0,6 bar Udara tersebut dapat diperoleh dari sistem kontrol pneumatik mesin atau dari

starting air system (sistem udara permulaan)


(49)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

5. Suhu penyimpanan berkisar di antara -25 0C sampai +85 0C (dalam ruang tertutup)

6. Mampu mendeteksi opacity (ketebalan asap) dengan tingkat persentase dimulai dari 0,7 % sampai 28 %

7. Waktu respon pendeteksian kurang dari 5 detik 8. Massa total OMD sekitar 14,5 kg

9. Menggunakan kabel penghubung yang menggunakan interface adapter RS 485/RS 232

4.2 Analisis Prinsip Kerja Sistem Sensor Infra Merah OMD

OMD bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Sensor infra merah OMD terdiri atas fototransistor sebagai infra red receiver dan LED infra merah sebagai infra red transmitter. Pada awalnya infra red receiver masih menerima data dari infra red transmitter. Sehingga infra red receiver berlogika 1. Fototransistor akan aktif apabila terkena cahaya dari LED infra merah.

Sedangkan pada saat asap telah mencapai ketebalan tertentu, asap tersebut akan menghalangi daerah operasi antara infra red transmitter dengan infra red

receiver. Dimana dalam hal ini, intensitas cahaya infra merah yang dipancarkan oleh

LED infra merah semakin lama semakin berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan fototransistor menjadi tidak aktif (berlogika 1), karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP. Dengan saturasinya transistor, maka relay-relay proteksi yang telah terhubung dengan ground akan aktif dan secara otomatis sistem


(50)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Gambar 4.1 Rangkaian Digital Sensor Infra Merah OMD

Berdasarkan penelitian di lapangan, tegangan output sensor yang terukur pada setiap persentase ketebalan asap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Tegangan Output Sensor OMD Ketebalan Asap (%) Vout Sensor (V)

5.5 3.7 2.4 1.6

0.5 2.3 3.6 4.8


(51)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00%

0.5V 2.3V 3.6V 4.8V

Vout (V)

K

et

eb

al

an

A

sap

(

%

)

Gambar 4.2 Hubungan Ketebalan Asap terhadap Tegangan Output Sensor

Sesuai dengan grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa ketebalan asap berbanding terbalik dengan tegangan output sensor. Semakin besar jumlah persentase ketebalan asap yang terdeteksi di dalam mesin oleh Oil Mist Detector (OMD), semakin kecil tegangan output sensor Oil Mist Detector (OMD).

4.3 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Persentase Ketebalan Asap

Berdasarkan pengukuran suhu dan tekanan udara yang dilakukan, maka diperoleh hasil pengukuran sebagaimana tercantum pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pada Suhu 30 0C

T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)


(52)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. 30 30 30 30 0,4 0,5 0,6 0,7 1,7 1,8 1,9 2,1

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran pada Suhu 40 0C

T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)

40 40 40 40 40 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 2,2 2,4 2,6 2,8 3,1

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pada Suhu 50 0C

T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)

50 50 50 50 50 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 3,3 3,5 3,7 4,2 4,6 Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pada Suhu 60 0C

T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)

60 60 60 60 - 0,3 0,4 0,5 0,6 - 4,9 5,1 5,3 5,5 -


(53)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Sesuai dengan data-data hasil pengukuran yang diperoleh pada setiap tabel dapat dilihat bahwa pada saat persentase ketebalan asap di dalam mesin semakin meningkat, maka suhu dan tekanan udara semakin meningkat pula. Pada setiap kenaikan suhu dan tekanan udara, diamati dan dicatat tingkat persentase ketebalan asap yang terukur yang ditampilkan pada display OMD.

Analisis pengujian suhu dan tekanan udara pada setiap persentase ketebalan asap dimulai pada suhu 30 0C hingga 60 0C. Hal ini sesuai dengan spesifikasi perangkat Oil Mist Detector (OMD) yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa suhu kerja OMD berkisar diantara 0 0C hingga 70 0C. Akan tetapi pengujian untuk suhu di bawah 30 0C tidak dilakukan karena pihak operator mesin telah mengatur suhu terendah pada mesin Sulzer ZV 40/48 adalah 30 0C.

Demikian pula pengujian untuk suhu di atas 60 0C tidak dapat dilaksanakan karena pada saat suhu mencapai 60 0C dan tekanan udara mencapai 0,6 bar, alarm proteksi mesin akan berbunyi dan secara otomatis mesin akan berhenti beroperasi (trip mesin). Hal ini disebabkan oleh ketebalan asap yang terdeteksi oleh OMD telah mencapai batas sensitivitas OMD, sehingga mengakibatkan OMD secara otomatis mengaktifkan relay-relay yang dapat mengaktifkan sistem Emergency Shut Down pada mesin diesel. Sistem Emergency Shut Down ini yang kemudian mengakibatkan terjadinya trip mesin.

4.4 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Level Sensitivitas Sensor

Berdasarkan pengujian sensitivitas OMD serta pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap sensitivitas OMD itu sendiri, maka diperoleh data-data sebagai berikut:


(54)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Tabel. 4.6 Suhu dan tekanan udara pada masing-masing level sensitivitas sensor

T (oC) P (bar) Ketebalan Asap (%) Level Sensitivitas Sensor 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,7 1,1 1,6 2,4 3,7 5,5 8,2 12,4 18,5 27,8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Berdasarkan tabel di atas, ketika suhu di dalam mesin berada pada kisaran 10 0

C hingga 50 0C, sistem sensor infra merah OMD sudah bekerja (standby) dan mendeteksi ketebalan asap di dalam mesin. Ini dapat dilihat pada penunjukan level sensitivitas sensor yang ditampilkan pada display OMD. Sejauh ini, sensor infra merah OMD belum menangkap adanya gannguan pada mesin.

Akan tetapi, ketika suhu mulai mencapai 60 0C, sensor infra merah OMD telah mulai mendeteksi adanya gangguan. Gangguan ini berupa gesekan yang terjadi antar bagian-bagian internal mesin yang kemudian menimbulkan asap dengan ketebalan yang semakin meningkat. Hal ini juga sejalan dengan semakin meningkatnya suhu di dalam ruang mesin.

Pada range level sensitivitas sensor 1-5, kondisi ketebalan asap di dalam mesin masih berada dalam kategori aman. Namun pada level sensitivitas sensor selanjutnya, ketebalan asap di dalam mesin semakin meningkat dan ini merupakan indikasi awal terjadinya gesekan pada bagian-bagian tertentu mesin. Yakni sebagaimana terlihat pada tabel 4.1 di atas, pada saat persentase ketebalan asap sudah mencapai 5,5 %, sensor infra merah OMD segera mengaktifkan sistem


(55)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Emergency Shut Down untuk mematikan mesin. Sehingga pemeriksaan dan

perbaikan kerusakan pada bagian mesin yang bergesekan dapat segera dilaksanakan oleh para operator mesin.

BAB 5


(56)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

5.1 Kesimpulan

1. Oil Mist Detector sangat tepat diterapkan dalam sistem Emergency Shut Down karena proses pendeteksian adanya kerusakan pada bagian-bagian mesin diesel dan pengiriman sinyal pada panel kontrol untuk mengaktifkan relay yang berfungsi untuk mematikan mesin berlangsung dalam waktu singkat.

2. Teknologi deteksi OMD menggunakan sistem sensor infra merah dalam mendeteksi kabut minyak di dalam mesin diesel yang muncul akibat adanya gesekan pada bagian-bagian internal mesin diesel.

3. OMD mengirimkan sinyal listrik dari sensor infra merah kepada relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch untuk mematikan mesin.

4. Suhu dan tekanan udara yang semakin meningkat mengakibatkan bertambahnya persentase ketebalan asap (kabut minyak) sehingga level sensitivitas OMD ikut meningkat dan sistem Emergency Shut Down juga secara otomatis akan aktif.

5.2 Saran

1. Diharapkan dapat dilakukan analisis lebih lanjut mengenai ketebalan asap (kabut minyak) yang mampu dideteksi oleh sensor infra merah OMD.

2. Perlu dilakukan analisis rangkaian power supply pada perangkat OMD sehingga prinsip kerja OMD dapat dipahami secara keseluruhan.

3. Untuk menjaga agar kinerja OMD tetap maksimal, maka perlu dilakukan pemeliharaan pada perangkat OMD secara intensif


(57)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Arismunandar, Wiranto dan Koichi, Tsuda. 2004. Motor Diesel Putaran Tinggi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Abidin, Noval. 2007. Visatron Oil Mist Detector (OMD) VN 115/79 sebagai Emergency Shut Down pada Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 di PLTD Lueng Bata Banda Aceh. Laporan Kerja Praktek. Banda Aceh, Indonesia: Universitas Syiah Kuala.

Azwir. 2007. Oil Mist Detector pada Mesin Sulzer. Laporan Kerja Praktek. Banda Aceh, Indonesia: Universitas Syiah Kuala.

Boentarto, Drs. 2000. Mengatasi Kerusakan Mesin Diesel. Jakarta: Puspa Swara. Chattopadhyay, D, dkk. 1989. Dasar Elektronika. Jakarta: UI-Press.

Dachryanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.

Hodges, D. A dan Jackson, H. G. 1987. Analisis dan Desain Rangkaian Terpadu Digital. Jakarta: Erlangga.

Kulshrestha, S. K. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Jakarta: UI-Press.

Maleev, V. L. 1991. Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel. Jakarta: Erlangga. Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Moran, M. J dan Joward, N. S. 2004. Termodinamika Teknik. Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Norton, H. N. 1982. Sensor and Analyzer Handbook. United States of America: Prentice-Hall.

_______. Infra Red Transmitter and Receiver. Diakses tanggal 11 Mei 2009.

_______. Oil Mist Detection in The Atmosphere of The Engine Room. Diakses tanggal 20 Desember 2008.


(1)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Tabel. 4.6 Suhu dan tekanan udara pada masing-masing level sensitivitas sensor

T (oC) P (bar) Ketebalan Asap (%) Level Sensitivitas Sensor 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,7 1,1 1,6 2,4 3,7 5,5 8,2 12,4 18,5 27,8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Berdasarkan tabel di atas, ketika suhu di dalam mesin berada pada kisaran 10

0

C hingga 50 0C, sistem sensor infra merah OMD sudah bekerja (standby) dan mendeteksi ketebalan asap di dalam mesin. Ini dapat dilihat pada penunjukan level sensitivitas sensor yang ditampilkan pada display OMD. Sejauh ini, sensor infra merah OMD belum menangkap adanya gannguan pada mesin.

Akan tetapi, ketika suhu mulai mencapai 60 0C, sensor infra merah OMD telah mulai mendeteksi adanya gangguan. Gangguan ini berupa gesekan yang terjadi antar bagian-bagian internal mesin yang kemudian menimbulkan asap dengan ketebalan yang semakin meningkat. Hal ini juga sejalan dengan semakin meningkatnya suhu di dalam ruang mesin.

Pada range level sensitivitas sensor 1-5, kondisi ketebalan asap di dalam mesin masih berada dalam kategori aman. Namun pada level sensitivitas sensor selanjutnya, ketebalan asap di dalam mesin semakin meningkat dan ini merupakan indikasi awal terjadinya gesekan pada bagian-bagian tertentu mesin. Yakni sebagaimana terlihat pada tabel 4.1 di atas, pada saat persentase ketebalan asap sudah mencapai 5,5 %, sensor infra merah OMD segera mengaktifkan sistem


(2)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Emergency Shut Down untuk mematikan mesin. Sehingga pemeriksaan dan

perbaikan kerusakan pada bagian mesin yang bergesekan dapat segera dilaksanakan oleh para operator mesin.

BAB 5


(3)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

5.1 Kesimpulan

1. Oil Mist Detector sangat tepat diterapkan dalam sistem Emergency Shut Down karena proses pendeteksian adanya kerusakan pada bagian-bagian mesin diesel dan pengiriman sinyal pada panel kontrol untuk mengaktifkan relay yang berfungsi untuk mematikan mesin berlangsung dalam waktu singkat.

2. Teknologi deteksi OMD menggunakan sistem sensor infra merah dalam mendeteksi kabut minyak di dalam mesin diesel yang muncul akibat adanya gesekan pada bagian-bagian internal mesin diesel.

3. OMD mengirimkan sinyal listrik dari sensor infra merah kepada relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch untuk mematikan mesin.

4. Suhu dan tekanan udara yang semakin meningkat mengakibatkan bertambahnya persentase ketebalan asap (kabut minyak) sehingga level sensitivitas OMD ikut meningkat dan sistem Emergency Shut Down juga secara otomatis akan aktif.

5.2 Saran

1. Diharapkan dapat dilakukan analisis lebih lanjut mengenai ketebalan asap (kabut minyak) yang mampu dideteksi oleh sensor infra merah OMD.

2. Perlu dilakukan analisis rangkaian power supply pada perangkat OMD sehingga prinsip kerja OMD dapat dipahami secara keseluruhan.

3. Untuk menjaga agar kinerja OMD tetap maksimal, maka perlu dilakukan pemeliharaan pada perangkat OMD secara intensif


(4)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Arismunandar, Wiranto dan Koichi, Tsuda. 2004. Motor Diesel Putaran Tinggi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Abidin, Noval. 2007. Visatron Oil Mist Detector (OMD) VN 115/79 sebagai

Emergency Shut Down pada Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 di PLTD Lueng Bata Banda Aceh. Laporan Kerja Praktek. Banda Aceh, Indonesia:

Universitas Syiah Kuala.

Azwir. 2007. Oil Mist Detector pada Mesin Sulzer. Laporan Kerja Praktek. Banda Aceh, Indonesia: Universitas Syiah Kuala.

Boentarto, Drs. 2000. Mengatasi Kerusakan Mesin Diesel. Jakarta: Puspa Swara. Chattopadhyay, D, dkk. 1989. Dasar Elektronika. Jakarta: UI-Press.

Dachryanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.

Hodges, D. A dan Jackson, H. G. 1987. Analisis dan Desain Rangkaian Terpadu

Digital. Jakarta: Erlangga.

Kulshrestha, S. K. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Jakarta: UI-Press.

Maleev, V. L. 1991. Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel. Jakarta: Erlangga. Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Moran, M. J dan Joward, N. S. 2004. Termodinamika Teknik. Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Norton, H. N. 1982. Sensor and Analyzer Handbook. United States of America: Prentice-Hall.

_______. Infra Red Transmitter and Receiver. Diakses tanggal 11 Mei 2009.

_______. Oil Mist Detection in The Atmosphere of The Engine Room. Diakses tanggal 20 Desember 2008.


(5)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

DATA TEHNIS MESIN SULZER 12 ZV 40/48

ENGINE

Pabrik pembuatan : C C M Sulzer Model / Type : 12 ZV 40/48

No. Seri Mesin : 1). 101275 / 286 4). Tidak ada plat nama 2). 101287 / 298 5). 101227 / 238

3). 101215 / 226 6). 101333 / 346

Daya : 9000 Bhp

Tahun Pembuatan : 1984 Tahun Operasi : 1985 Jumlah Silinder : 12 Putaran Nominal : 600 rpm Sistim Pendinginan : Air (radiator) Sistim Penggerak Mula : Udara

GENERATOR

Pabrik Pembuatan : Jeumont Shcneider France Model / Type : SAR 178. 50. 10

Nomor seri : 11, 10, 04, 01, 12, dan 13 Daya terpasang / Mar : 6368 / 5000 kW

Cos Phi : 0,8

Tegangan : 6300 Volt

Arus : 730 Ampere

Jumlah Sepatu Kutub : 5 pasang (10 buah)

Phasa : 3

Putaran : 600 rpm

Frekwensi : 50 Hz

EXCITASI

Model / Type : Brushless Penguat Arus : 139 Volt Penguat tegangan : 234 Amp


(6)

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Putaran : 600 rpm