Switching Transistor Prinsip Kerja Sensor Infra Merah pada OMD

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector OMD Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. Relay menggunakan prinsip kerja medan magnet untuk menggerakkan saklar. Saklar tersebut digerakkan oleh magnet yang dihasilkan oleh kumparan di dalam relay yang dialiri arus listrik. Seperti switch pada umumnya relay menggunakan logika NC Normally Close dan NO Normally Open. Relay menggunakan medan magnet untuk menggerakkan armatur berporos kontak. Pada saat logika NO, armatur pada awalnya terbuka yang kemudian akan tertutup bila mendapat energi atau tegangan. Sebaliknya, pada saat logika NC, armatur pada awalnya tertutup yang kemudian akan terbuka bila mendapatkan energi atau tegangan. Selain logika NC atau NO, relay juga mempunyai logika CO Change Over. Pada logika CO, relay mempunyai kontak tengah yang normal tertutup. Ketika relay dicatu, kontak tengah tersebut akan membuat hubungan dengan kontak-kontak yang lain. Relay yang digunakan pada perangkat Oil Mist Detector adalah relay R. V. H dan relay RS. Gambar 3.2 Relay Proteksi Pembangkit Relay proteksi yang digunakan pada pembangkit listrik biasanya digunakan untuk mengamankan operasi peralatan pembangkit terhadap kondisi abnormal.

2.9.7 Switching Transistor

Salah satu cara untuk menggunakan transistor adalah sebagai switch. Artinya kita mengoperasikan transistor pada saat keadaan saturasi atau pada saat keadaan titik sumbat cut off. Jika sebuah transistor berada dalam keadaan saturasi, transistor Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector OMD Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. tersebut seperti sebuah switch yang tertutup dari kolektor ke emitter. Jika transistor dalam keadaan cut off, transistor seperti sebuah switch yang terbuka. Gambar 3.1 a Cut off, lampu mati b Saturasi, lampu menyala Sesuai dengan gambar di atas, jika switch terbuka gambar a, kaki basis transistor tidak dihubungkan dengan apapun, maka tidak ada arus yang melewatinya. Pada keadaan ini, transistor dikatakan cut off. Jika switch tertutup gambar b, maka elektron akan mengalir melalui emiter menuju ke basis melewati switch dan terus menuju ke atas hingga sampai sebelah kiri lampu dan kembali ke bagian positif dari batere. Arus basis ini membawa elektron lebih banyak dari emiter menuju ke kolektor, sehingga mampu menyalakan lampu. Pada saat arus maksimum, transistor dikatakan saturasi.

2.9.8 Prinsip Kerja Sensor Infra Merah pada OMD

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa sistem ini bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging air set block pada OMD. Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector OMD Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. Vcc +12 V Vcc +5 V Infra red receiver R 1k R 1k Transistor Tegangan 24 V Relay RS Ground NC NO Relay R.V.H Gambar 4.1 Rangkaian sensor infra merah OMD Pada awalnya infra red receiver penerima infra merah masih menerima data dari infra red transmitter pengirim infra merah sehingga infra red receiver berlogika 1. Keluaran dari infra red receiver akan dihubungkan pada switching transistor. Transistor difungsikan sebagai switch yang bekerja untuk mengaktifkan relay R. V. H. Karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP maka pada saat berlogika 1, transistor ini tidak aktif atau saturasi. Sehingga transistor tidak mampu mengaktifkan relay R. V. H. Sedangkan pada saat sensor infra merah terhalang oleh kabut asap maka data yang diterima oleh infra red receiver berlogika 0. Saat transistor PNP berlogika 0 pada kaki basis maka transistor tersebut akan saturasi. Dengan saturasinya transistor maka relay R. V. H akan aktif karena relay R. V. H telah terhubung dengan ground. Relay R. V. H bekerja dengan tegangan sebesar +24 Volt. Dengan tegangan sebesar ini, relay R. V. H tidak mampu untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin Sulzer. Untuk itu diperlukan satu buah relay lagi yang bekerja dengan tegangan yang lebih besar untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin. Relay yang dimaksud dinamakan dengan relay RS. Relay ini bekerja dengan tegangan 220 Volt. Ketika switch transistor saturasi dan mengaktifkan relay R. V. H Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector OMD Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. , maka relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch bagi relay RS akan aktif dan relay RS juga akan aktif karena kaki relay RS telah terhubung dengan ground. Relay RS berlogika Normally Close NC sehingga pada saat aktif relay RS akan open terbuka dan mesin akan mati. Kedua relay ini relay R. V. H dan relay RS terletak di dalam lemari panel yang terletak tidak jauh dengan tempat mesin Sulzer berada. Di lemari panel ini terletak puluhan relay lagi yang mempunyai fungsi masing-masing untuk mengontrol mesin. Bila terjadi gesekan pada bagian mesin, proses ini akan berlangsung selama beberapa detik untuk mematikan mesin sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih parah atau bahkan ledakan. Akan tetapi bagaimanapun juga sistem ini bekerja setelah terjadi kerusakan pada mesin. Sistem ini tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan yang akan terjadi. Sehingga bila OMD telah mematikan mesin secara otomatis, maka mesin harus diperiksa secara keseluruhan untuk memperbaiki letak kesalahannya. Relay R. V. H dan relay RS tidak bekerja sendirian. Keduanya juga terhubung pada relay-relay dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengontrolan mesin. Misalnya relay R. V. H terhubung dengan switch yang membunyikan alarm. Sehingga bila relay R. V. H aktif maka alarm akan menyala seketika. Sedangkan relay RS terhubung dengan relay-relay yang berfungsi untuk membuka dan menutup pipa bahan bakar dan pelumas, sehingga mesin diesel akan berhenti beroperasi secara otomatis. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector OMD Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

3.1 Tahap-tahap Penelitian