Campur Kode KAJIAN TEORI
didefinisikan sebagai “penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam suatu wacana menurut pola-
pola yang masih belum jelas”. Di Indonesia dikenal dengan bahasa gado-gado yang diibarakan sebagai sajian gado-
gado, yakni campuran dari berbagai sayuran. Bahasa gado-gado yang dimaksud yaitu penggunaan bahasa campuran antara bahasa Indonesia
dengan salah satu bahasa daerah.
19
Sementara, istilah campur kode merupakan terjemahan dan padanan istilah code mixing dalam bahasa Inggris. Menurut Fasold
menyatakan bahwa campur kode adalah fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat sepihan-
serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu bukan bahasa yang
serpihannya dicampurkan. Serpihan-serpihan bahasa itu berasal dari bahasa lain dan biasanya berupa kata, tetapi juga berupa frasa atau unit
bahasa yang lebih besar.
20
Menurut R.A Hudson dalam bukunya berjudul Sociolinguistic disebutkan the purpose of code-mixing seems to be to symbolize a
somewhat ambiguous situation for which neither language on its own would be quite right. To get the right effect the speakers balance the two
language against each other as a kind of linguistics cocktail-a few words of one language, then a few words on the other, then back to the first for a
few more words and so on.
21
Artinya tujuan dari campur kode adalah untuk menjadi sebuah simbol yang ambigu untuk situasi tertentu dimana
bahasa tersebut benar atau tidak. Untuk mendapatkan hasil yang benar penutur menyeimbangkan dua bahasa yang berlawanan satu sama lain
seperti beberapa jenis linguistik bahasa, kemudian beberapa kata kembali lagi ke kata yang pertama lebih banyak dan begitu seterunya.
Sementara itu menurut Achmad HP dan Abdullah dalam buku yang berjudul linguostik umum menyebutkan bahwa dalam campur kode
terdapat kode utama atau kode dasar yang digunakan dan masih memiliki fungsi dan otonomi. Kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur
yang berupa serpihan saja, itu tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Misalkan seorang penutur bahasa Indonesia menyelipkan serpihan-
19
Paul Ohowutun, Sosiolinguistik, Jakarta: Visipro, 1997, h. 69.
20
Abdul Syukur Ibrahim, H. Suparni, Sosiolinguistik, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h 4.15.
21
R. A. Hudson, Sociolinguistics, USA: Cambridge University, 1996, h. 53
serpihan bahasa daerah atau menyelipkan dialek BetawiJakarta, dapat dikatakan melakukan campur kode.
22
Sementara menurut Suwito dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi kebahasaan linguistic convergence, yang
unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya.
Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu yang bersumber dari bahasa asli dengan variasi-variasinya campur kode ke
dalam dan bersumber dari bahasa asing campur kode ke luar.
23
Campur kode ke dalam misalkan dalam suatu kelimat terdapat sebuah kata yang
berasal dari bahasa daerah Jawa atau bahasa daerah Betawi, bahasa derah Jawa dan Betawi merupakan bahasa asli dari Indonesia atau merupakan
bahasa ibu. Campur kode ke luar seperti dalam sebuah kalimat terdapat sebuah kata yang menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab dimana
bahasa Inggris dan Arab merupakan bahasa luar Indonesia atau bahasa Asing.
Campur kode adalah peristiwa percakapan dengan menggunakan dua bahasa secara bersamaan untuk menunjukkan bahwa mereka beralih
dari bahasa satu ke bahasa yang lain selama dalam satu ujaran. peristiwa campur kode sering digunakan oleh bilingual-bilingual, terutama sebagai
rasa solidaritas. Hal ini juga sering terjadi pada peristiwa komunikasi pada penutur yang sedang belajar berbahasa. Demikian juga pada pelajar asing
yang sedang belajar bahasa Indonesia atau sebaliknya. Diuraikan juga oleh Wardhaugh bahwa seorang penutur campur kode dapat menggunakan
bahasa Inggris bila temannya adalah penutur bahasa Inggris monolingual, atau bahasa Spanyol bila teman bicaranya adalah teman Spanyol asli.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dia adalah dwibahasawan atau „bilingual’ karena dia mampu menggunakan dua bahasa yang
dikuasainya dan dapat memahami apa yang dikatakan orang lain.
22
Achmad HP, Alek Abdullah, Linguistik Umum, Jakarta: Erlangga, 2012, h.158
23
Suwito, Sosiolinguitik Pengantar Awal, Surakarta: Offset Solo, 1985, h.75
Selanjutnya dikatakan bahwa seorang dwibahasawan tidak harus mengenal kedua bahasa secara mendalam, asalkan dia mengerti apa yang diutarakan
melalui kedua bahasa yang dikuasainya. Dalam kehidupan sehari-hari, pengunaan ragam ragam nonformal
pada situasi formal dianggap sebagai suatu kesalahan, seperti pada kegiatan menulis karangan dengan tema cita-citaku pada siswa kelas III
Sekolah Dasar. diketahui dalam menulis karangan khususnya di sekolah merupakan situasi formal, namum banyak yang menggunakan ragam
nonformal dalam kegiatan menulis. Oleh karena itu permasalahan penggunaan ragam nonformal dalam situasi formal terletak pada siapa?
Apakah rumusan gramatikal bahasa yang digunakan, apakah pengaruh penggunaan bahasa pada kegiatan bersosialisasi dalam kehidupan sehari-
hari partisipan? Kalau semua disalahkan kepada partisipan, tentunya tidak adil karena hasil dari kegiatan menulis tersebut merupakan cerminan
kemampuan berbahasa seorang partisipan dalam kehidupan sehari-hari ketika menggunakan bahasa untuk bersosialisasi.
Campur kode dan alih kode merupakan dua hal yang sulit dibedakan. Campur kode adalah peristiwa percakapan dengan
menggunakan dua bahasa secara bersamaan dalam satu kalimat. Campur kode biasanya menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa ibu atau
bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Penggunaan campur kode ini bisa dilakukan karena ketidaksengajaan atau disengaja. Penggunaan campur
kode biasanya dilatarbelakangi dengan kemampuan seseorang yang kurang menguasai suatu bahasa sehingga digunakannya bahasa pertama atau
kedua dalam sebuah kata dengan tujuan untuk memberitahukan maksud atau keinginan orang tersebut.
Terjadinya campur kode yang dilakukan oleh seorang dikarenakan orang tersebut memikili kemampuan berbahasa atau menguasai dua bahasa
kedwibahasaan. Semakin banyak menguasai berbagai bahasa tentunya sangat baik. Campur kode yang terjadi adalah penggunaan dua bahasa atau
lebih dalam suatu kalimat dengan bentuk serpihan-serpihan kata. Wujud
campur kode yang terbagi menjadi beberapa yaitu dalam wujud kata, frase, klausa, dan kalimat.
Bahasa sebagai satu wujud yang utuh dipenggal-penggal untuk kemudian dianalisis datu per satu. Penggalan-penggalan itu diesbut satuan
bahasa atau unit bahasa. Satuan bahasa terkecil disebut fonem, satuan bahasa di atas fonem disebut morfem, satuan bahasa di atas morfem
disebut kata, satuan bahasa di atas kata disebut frase, satuan bahasa di atas frase disebut kalusa, satuan bahasa di atas klasa disebut kalimat, dan
satuan bahasa terbesar di atas kalimat disebut wacana.
24
Pada pembahasan penelitian ini campur kode biasanya diwujudkan berupa kata, frasa, dan
klausa. 1.
Kata Dalam kajian morfologi disebutkan bahwa kata adalah
satuan atau bentuk “bebas” dalam tuturan, bentu “bebas” secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya
tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk
“bebas” lainnya didepannya dan dibelakangnya.
25
Kata adalah satuan gramatik bebas yang terkecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata.
Misalnya pohon, lari, pelari, pelarian, sastra, sastrawan, adil, ketidakadilan, pemimpin, kepemimpinan, ruang, ruangan, dan
sebagainya. Kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata
terdiri dari satu atau bebrapa suku kata, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Contohnya: kata kecenderungan
terdiri dari lima suku, yaitu ke, cen, de, rung, dan an. Suku ke terdiri dari dua fonem, suku cen terdiri dari tiga fonem, suku
de terdiri dari dua fonem, suku rung terdiri dari empat fonem,
24
J.D Parera, Dasar-Dasar Analisis Sintaksis, Jakarta: Erlangga, 2002, h. 5.
25
J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, Yogyakarta : Gajah Mada Press, 2001, h. 97
dan suku an terdiri dari dua fonem. Jadi kata kecenderungan terdiri dari dua belas fonem.
Sebagai satuan gramatik, kata disusun satu atau beberapa morfem. Kata bermorfem disebut kata monomorfemis
sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Dalam kalimat ia mempersunting gadis desa
misalnya, terdapat tiga kata monomorfenis, yaitu ia, gadis, dan desa, dan satu kata polimorfemis, yaitu mempersunting. Kata
polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologik yang
berupa perangkaian
morfem, misalnya
kata mempersunting, membeli, bersepeda, dan sebagainya.
26
Contoh campur kode pada kata adalah: a.
Hari ini adalah hari yang special. b.
Sepulang sekolah Ami pergi ke mall bersama teman. c.
Saya kepingin menjadi guru. d.
Entar saya berikan. 2.
Frase Frase adalah satuan konstruksi atau satuan gramatikal yang
terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Yang
dimaksud dengan berciri klausa atrinya bahwa konstruksi frase itu tidak memiliki unsur predikat, sehingga sering dikatakan
tidak berstruktr predikat. Contoh: belum pula, baju hujan, antar bangsa, tata niaga. Konstruksi antarbangsa dan tata niaga bukan
frase, karena unsur pembentuk konstruksi itu ada yang bukan morfem bebas melainkan morfem terikat.
27
Contoh campur kode pada frase adalah: a.
Selamat malem temam-teman. b.
Yang menemaniku hanyalah boneka Teddy bear.
26
Novi, Resmini, dkk, Kebahasaan Fonologi, Morfologi, dan Semantik, Bandung :UPI Press, 2006, h. 115-16
27
Achmad Hp, Alex Abdullah, Linguistik Umum, Jakarta : Erlangga, 2012, h. 79
c. Bete Borring Time di rumah terus.
d. Manusia adalah makhluk sosial yang always together.
3. Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frase dan mempunyai atau predikat. Atau dapat dikatakan
frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang memiliki struktur subjek dan predikat. Subjek adalah bagian klausa yang
berwujud nomina atau frase nominal, yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara. Yang dimaksud predikat adalah
bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek. Predikat dapat berwujud nomina,
verba, adjektiva,
numralia, pronominal,
atau frase
preposisional. Contoh :
Tanaman itu subur Pembicara membicarakan tanaman itu, adalah subjek
klausa. Tentang tanaman itu ia menyebabkan subur, bagian ini disebut predikat. Oleh karena klausa adalah satuan sitaksis,
maka pada umunya klausa itu menjadi konstituen unsur pembentuk kalimat. Klausa dapat menjadi kalimat jika apabila
diberikan inotasi final atau tanda titik. Klausa dapat juga menjadi bagian dari kalimat, misalnya Ali melihat Ani datang.
Ani datang adalah sebuah klausa, yang merupakan bagian dari kalimat Ali melihat Ani datang. Klausa dapat diperluas
menggunakan dengan menambahkan keterangan waktu, tempat, atau acara.
28
Contoh campur kode pada klausa adalah: a.
Ali ngeliat Ani dateng. b.
Hari ini adalah hari the sweet moment for my mother.
28
Ibid, h. 80
4. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara
aktual maupun potensial terdiri dari klausa. Dalam ragam tulis, kalimat sebagian besar ditandai oleh huruf kapital di awalnya
dan oleh tanda akhir seperti titik, tanda tanya, atau tanda seru. Kalimat dapat digolongkan atas kalimat inti dan bukan inti,
kalimat tunggal dan kalimat majemuk, kalimat verbal dan nonverbal, dan kalimat bebas dan terikat.
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa, misalnya Adikku sangat tekun. Sedangkan kalimat
majemuk adalah kalimat yang terdiri dari lebih sari satu kalimat, seperti Mereka bernyanyi dan menari sepanjang hari.
Kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya lengkap, misalnya Adik mengantar kue. Kedangkan kalimat minor
adalah kalimat yang klausanya tidak lengkap, misalnya Sedang mandi.
Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya kata kerja atau verba, contoh Ari menendang bola. Dan kalimat nonverbal
adalah kalimay tang predikatnya selain kata kerja, misalnya Adikku mahasiswa IKIP.
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, tanpa bantuan kalimat lain
dalam paragraf atau wacana. Sebaliknya kalimat terikat adalah kalimat, yang dalam paragraf atau wacana terikat oleh kalimat
yang lain atau oleh konteks.
29
Contoh campur kode pada kalimat adalah: a.
Adikku tekun banget. b.
Bye-bye Ande Jangan lupa main lagi c.
Mereka nyanyi dan nari seharian.
29
Ibid, h. 80
Penguasaan dua bahasa atau lebih yang dimiliki oleh seseorang menyebabkan tercampurnya suatu kata pada saat berkomunikasi.
Disisipinya kata lain dalam berkomunikas bertujuan untuk menyampaikan informasi atau maksud yang akan disampaikan. Biasanya disisipinya kata
tersebut terdapat pada situasi informal, seperti ketika berbicara dengan teman sebaya.