Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI sebagai Warisan Intelektual Cak Nur

sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain. 24 Bab V membahas tentang individu dan masyarakat. Individu atau manusia memiliki kemerdekaan pribadi, dan kemerdekaan pribadi itu adalah hak asasi yang pertama dan yang paling berharga. Manusia memiliki kemerdekaan pribadi setelah manusia bertauhid kepada Tuhan. Karena dengan bertauhid manusia bebas dari segala ketergantungan terhadap selain Tuhan. Kerena ketergantuangan kepada selain Tuhan itu syirik dan syirik adalah awal segala kejahatan. Manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai makhluk sosial. Untuk itu, manusia merdeka harus juga menjaga kemerdekaan orang lain dalam masyarakat. Bab VI membahas Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi. Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran 4 Badridduja Arridho Sugiarto, Op.Cit, h. 127 tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik. 25 Sejalan dengan sila kelima dalam Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dalam NDP terdapat banyak kesamaan dengan Pancasila sebagai Ideologi bangsa. HMI dengan NDP dan kualitas insan cita berusaha ikut aktif dalam pembangunan kader-kader penerus bangsa ini, dengan semangat ke-Islaman, ke- Indonesiaan dan ke-Modernan. Dari NDP tugas kader HMI disederhanakan menjadi beriman, berilmu, dan beramal. 25 Ibid, h, 128

BAB IV PERKEMBANGAN

TRADISI INTELEKTUAL HMI CABANG CIPUTAT 1960-1998 Tradisi Intelektual sesuai dengan desain operasional yang dijelaskan pada Bab I, adalah adat atau kebiasaan yang dianggap paling baik dan benar yang dapat mendukung proses terbentuknya kemampuan seorang intelektual cerdas, berakal, berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, mempunyai kecerdasan tinggi, menyangkut pemikiran dan pemahaman beserta nilai-nilai yang harus dimiliki; kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab, sehingga akan menghasilkan karya intelektual yang adil, benar dan rasional. Tradisi intelektual tersebut sudah sepatutnya sangat dekat dengan kehidupan mahasiswa ataupun organisasi mahasiswa, karena di tangan generasi muda inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Jika generasi mudanya tidak memiliki tradisi intelektual yang kuat untuk membangun masa depan bangsa sudah barang tentu di masa depan bangsa ini tidak dapat mewujudkan cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa. Untuk itu sangat penting jika mahasiswa memiliki tradisi intelektual baik individu ataupun kelompok. Seperti halnya tradisi intelektual yang ada dalam HMI Cabang Ciputat, yang senantiasa dikembangkan. Dalam perjalannya tradisi intelektual pada kehidupan para kader HMI Cabang Ciputat, mengalami pasang-surut. Pada setiap masa mengembangkan sendiri pola perkaderan yang membentuk suatu tradisi intelektual. Selain itu kondisi sosial- politik yang terjadi di lingkungan kampus maupun dinamika politik yang terjadi pada tingkat nasional mempengaruhi civitas akademika dengan aturan-aturan yang diterapkan melalui universitas juga turut mempengaruhi pasang-surutnya tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat. Maka dari itu penting melihat perkembangan tradisi intelektual HMI Cabang Ciputat dari awal terbentuknya HMI Cabang Ciputat sampai awal era reformasi dari berbagai sisi guna mengetahui pola tradisi intelektual dalam kurun waktu tersebut.

A. Cak Nur sebagai Tonggak Pewaris Tradisi Intelektual di HMI

Tradisi Intelektual di HMI Cabang Ciputat dibangun, dibentuk, dikembangkan dan diwariskan oleh Cak Nur 1 kepada kader-kader HMI lainnya baik yang setingkatan ataupun yang di bawah tingkatan. Cak Nur mempunyai kemampuan intelektual itu bukan tanpa proses panjang. Sehingga Cak Nur dapat mengeluarkan kemampuan intelektualnya dengan karya-karya tulisannya yang sangat luar biasa yang kemudian jejaknya diikuti oleh teman-teman semasanya seperti Mursyid Ali, A. Syarifudin, M. Atho Mudzhar, Ridho Masduki, dan junior-juniornya seperti Fachry Aly, Komarudin Hidayat, Hadimulyo, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Kurniawan Zulkarnain, dan masih banyak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Kemampuan intelektual Cak Nur mengalami proses yang panjang juga, sejak kecil dia dapat menikmati dua model pendidikan, pendidikan yang pertama pendidikan Madrasah yang mengajarkan tentang keagamaan dan pendidikan umum seperti Sekolah Rakyat SR, Sekolah Menengah Pertama, SMP, dan melanjutkan di Pesantern Darul Ulum, Rejoso. Namun pendidikannya di Rejoso 1 Dengan pemikiran pembaharuan dalam Islam yang diwariskan dalam naskah NDP yang berisi semangat ke-Islaman, ke-Indonesiaan, dan ke-Modernan, yang hingga kini masih digunakan dalam pelatihan HMI hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria dkk, Membingkai Perkaderan Intelektual.... h. xxix tidak bertahan lama, ini disebabkan karena ayah dan ibu Cak Nur merupakan aktivis Masyumi dan pada saat itu sedang terjadi gejolak politik antara partai Masyumi dengan partai NU. 2 Yang kemudian Cak Nur melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor. Pada jenjang pendidikan di Gontor ini banyak memberikan bekal ilmu keagamaan yang dipelajari dengan metode modern, serta penguasaan bahasa Inggris dan Arab yang menjadi bekal nantinya ketika Cak Nur melanjutkan jenjang pendidikannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Status Cak Nur sebagai mahasiswa IAIN, keikutsertaannya di dalam HMI Cabang Ciputat, jarak geografis yang tak terlalu jauh dengan ibu kota adalah infrastuktur yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh muda Masyumi tingkat Nasional, seperti Buya Hamka. Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru menjadi basis kekuatan politik untuk melawan PKI dan kekuatan-kekuatan politik masa Demokrasi Terpimpin yang sedang bertarung dengan sengit. 3 Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Cak Nur mempunyai kemampuan menyimak dan mengambil makna secara distingtif atau berbeda dari perjalanannya ke Timur Tengah. 4 Sebelumnya saat menjadi Ketua Umum PB HMI Cak Nur mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Amerika Serikat selama lima pekan setelah mendapat undangan dari Dubes Amerika Serikat di 2 Anas Urbaningrum, Islam dan Demokrasi; Pemikiran Cak Nur, Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta 2000 h. 38. Ayah dan Ibu Cak Nur telah membawa proses perubahan budaya politik dari pola kepemimpinan tradisional menuju kepemimpinan Islam modern. Masyumi pada saat itu dipimpin dan dikelola oleh kaum intelektual muslim, yang merupakan lapisan pertama santri yang berinterakasi dengan pendidikan Barat. 3 Fachry Ali, Op.Cit, h. xxvii 4 Lukisan tentang pengalamannya di Timur Tengah, dapat dilihat pada Solichin, HMI: Candradimuka Mahasiswa Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation 2010 h. 215-238. + , Indonesia. Sebab Dubes Amerika di Indonesia telah melihat dinamika politik Islam di Indonesia dengan HMI. Yang terpenting di sini adalah setelah kembali dari Timur Tengah, Cak Nur mendapati Timur Tengah sedang mengalami deintelektualisasi kehilangan daya intelektual akut, ketika nilai kemanusiaan, demokrasi, lingkungan kehidupan dan keislaman tidak memberikan pantulan intelektual terhadap kesadaran kolektif dan individual. Kenyataan ini mendorongnya untuk menyempurnakan gagasan yang tertuang dalam “Dasar- dasar Islamisme” dan “Modernisasi ialah Rasionalisasi” ke dalam sebuah karya yang lebih komprehensif yaitu “Nilai-nilai Dasar Perjuangan” NDP bersama Sakib Mahmud dan Endang Saifuddin Anshori yang dikukuhkan dalam kongres HMI ke-9 di Malang, Jawa Timur pada 1969. 5 Dari sini adalah salah satu bukti kualitas Intelektual Cak Nur dan dilanjutkan dengan hasil-hasil karyanya yang lain. Dengan NDP inilah warisan intelektual pertama Cak Nur, sebagai warga HMI Cabang Ciputat, dalam bentuk gagasan sistematis dan komprehensif dipresentasikan dalam setiap training di HMI. Sebab secara keseluruhan, NDP membedah hubungan antara Tuhan dengan manusia dan alam; posisi individu dan masyarakat, keadilan sosial dan ekonomi, serta kedudukan ilmu pengetahuan bagi manusia. Karya-karya pemikiran berikutnya yang dihadirkan Cak Nur terfokus pada gagasan pembaharuan pemikiran Islam. Cak Nur bukan hanya seorang terpelajar, melainkan juga aktor aktif dalam gerakan intelektual. Kombinasi antara kesarjanaan dan aktor gerakan intelektual ini telah menciptakan khazanah tak ternilai yang diwariskan Cak Nur. Di samping struktur pengalaman yang bisa 5 Prof. Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, Jakarta: Misaka Galiza, 2008 - h. 146