Dinamika Awal Berdirinya HMI Cabang Ciputat

Soekarno dijadikan haluan Republik Indonesia. 7 , organisasi kontra-revolusi dan lain- lain. Tuntutan-tuntutan itu tidak hanya meraka lancarkan dalam forum-forum pertemuan kemahasiswaan seperti pada sidang MMI Majelis Mahasiswa Indonesia, tetapi juga dalam rapat-rapat terbuka, bahkan dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Hampir setiap hari, surat kabar yang mereka miliki Harian Rakyat dan Bintang Timur memuat berita-berita besar tuntutan pembubaran HMI. 8 Pada 17 Oktober 1963 Dewan Mahasiswa DEMA IAIN Syarif Hidayatullah melakukan demonstrasi yang dimotori oleh Salim Umar sebagai Sekretaris Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta dan Ahmad Mudzakkir alm. sebagai Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta. Posisi Salim Umar yang ketika itu menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, membuat banyak kader HMI Cabang Ciputat itu melakukan demonstrasi. Demonstrasi bersumber dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi golongan tertentu di lingkungan Departemen Agama dan IAIN. Saat itu menteri agama dijabat oleh KH. Saefudin Zuhri, sedangkan rektor IAIN Jakarta dijabat oleh Prof. Drs. H. Soenardjo. Peristiwa yang sama juga terjadi satu pekan sebelumnya di IAIN Yogyakarta bahkan sampai menggagalkan Sidang Senat Terbuka. Dalam demonstrasi di Ciputat para mahasiswa menyatakan ketidaksenangannya terhadap pola yang serba NU Nahdatul Ulama di lingkungan IAIN. Departemen Agama sangat didominasi oleh NU. Hampir semua posisi penting 7 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947 – 1975, Jakarta: Misaka Galiza, 2008 h. 38 8 Eko Arisandi, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Langkah Awal Kader Ciputat Merekan Jejak, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed: Rusydy Zakaria dkk, h. 268-269 dan menentukan kebijakan-kebijakan Departemen Agama dipegang oleh NU. Dominasi ini melebar ke IAIN. Bahkan Departemen Agama merubah struktur pimpinan akademis seperti rektor, dekan sampai ke staf administratif. 9 Kejadian ini dimotori oleh HMI dikarenakan saat itu belum ada organisasi mahasiswa yang berafilias non-NU selain HMI. 10 Demonstrasi di IAIN Yogyakarta dan Ciputat ini menjadi masalah penting di awal kepengurusan PB HMI periode 1963 – 1966 di bawah kepemimpinan Sulastomo, merasa bertindak cepat dan tegas. Peristiwa ini dinilai sangat tidak menguntungkan, baik dari segi kepentingan nasional maupun kepentingan umat. Dari kepentingan nasional, PB HMI merasa perlu menggalang kekuatan-kekuatan serta pemersatu umat. Tampaknya tidak mungkin, serangan yang gencar dilakukan oleh CGMI dan PKI pada saat itu dihadapi tanpa adanya dukungan seluruh umat Islam khususnya dan kekuatan-kekuatan antikomunis lain pada umumnya. Dalam keadaan seperti ini, peranan Partai NU sangat penting selain bagian Islam dan kekuatan anti- komunis, NU juga saat itu masuk dalam pemerintahan Soekarno. Atas dasar pertimbangan inilah dalam rangka kepentingan nasional, PB HMI mengeluarkan kebijakan untuk memberi sanksi kedua peristiwa yang terjadi di Yogyakarta dan Ciputat tersebut. Selanjutnya, PB HMI memutuskan pengurus HMI Cabang Yogyakarta yang baru terpilih tidak disahkan dan kepengurusan yang lama diperpanjang masa jabatannya. Sedangkan pengurus HMI Cabang Ciputat dibekukan 9 Fuad Jabali Jamhari, IAIN Modernisasi Islam di Indonesia, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, h. 16 10 Eko Arisandi, Ibid, h. 268-268 dan ditunjuklah Syarifudin Harahap, atas nama PB HMI sebagai PLT Pelaksana Tugas Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, kepengurusan HMI Cabang Ciputat sejak saat itu diambil alih oleh PB HMI sampai terbentuknya kepengurusan yang baru. Di Ciputat sendiri peristiwa 1963 ini menimbulkan trauma psikologis bagi kader-kader HMI. Karena dalam peristiwa ini terdapat kader-kader HMI yang ditangkap dan mendekam di penjara, termasuk para dosen yang dianggap mendukung peristiwa itu. Beberapa aktivis HMI sperti, AM. Fatwa, Salim Umar, Ali Husen, Jalaluddin Suyuti, Syaifudin Faturusi dan kawan-kawan yang lain ikut mendekam di penjara akibat tindakan represif aparat dengan tuduhan kontra revolusi dan merongrong kewibawaan Presiden Pimpinan Besar Revolusi. Pembekuan HMI Cabang Ciputat sendiri berdampak pula pada seluruh proses perkaderan HMI di Ciputat yang lumpuh total dalam waktu yang cukup lama. Kader-kader HMI khawatir menjadi korban penangkapan, sehingga seolah-olah HMI menjadi organisasi yang menakutkan bagi mahasiswa selain kader HMI. Keadaan ini menjadi hal yang tidak mudah untuk menghidupkan kembali perkaderan di Ciputat. Terutama bagi M. Salim Umar yang saat itu menjabat sebagai ketua umum, bahkan dia sendiri sempat dipaksa mundur dari jabatannya. Baru setelah keadaan membaik, didorong kader-kader yang lebih muda seperti Nurcholish Madjid dan Musthoha, perkaderan di HMI Cabang Ciputat mulai berdenyut kembali pada periode berikutnya. Setelah pulih pasca pembekuan pada 1963, Nurcholish Madjid bersama kader- kader angkatannya menghidupkan kembali perkaderan HMI Cabang Ciputat. Fase ini menjadi pijakan perubahan dalam perkembangan sejarah HMI Cabang Ciputat. Nurcholish Madjid terpilih menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat untuk periode 1964-1965. 11 Cak Nur inilah yang mengawali perkaderan intelektual di HMI Cabang Ciputat. Karyanya yang sangat penting pada fase ini adalah risalah kecil berjudul Dasar-Dasar Islamisme yang menjadi materi pelatihan dalam training-training HMI saat itu. Dalam membuat karyanya itu Cak Nur terinspirasi materi yang dibawakan oleh Mar’ie Muhammad dari buku Islam dan Sosialisme karya H.O. S. Cokroaminoto. 12 Materinya yang Cak Nur buat yang berjudul Dasar-dasar Islamisme awalnya sering dibawakan di HMI Cabang Ciputat saja. Materi yang Cak Nur bawakan terdengar oleh Ketua Badko 13 Badan Koordinasi Jawa Barat Ahmad Nurhani dan meminta Cak Nur membawakan materinya ke seluruh pelatihan yang dilakukan cabang-cabang HMI se-Jawa Barat. Aktivitasnya memberi ceramah di Badko se-Jawa Barat terdengar oleh Pengurus Besar HMI yang ketika itu Ketua Umumnya Sulastomo. Akhirnya Cak Nur ditarik dalam kepengurusan di PB HMI dengan tugas untuk memberikan ceramah tentang materinya tersebut. 14 Sebelum menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, Cak Nur sudah sering muncul dalam forum-forum nasional sebagai juru bicara HMI Cabang Ciputat, salah 11 Menurut Fachry Ali yang terpenting bukanlah mengenai jabatan-jabatan yang diemban oleh Nurcholish Madjid, saat sebagai Ketua Umum Cabang HMI, Ketua Badko HMI Jawa Barat atau saat menjabat sebagai Kteua Umum PB HMI selama dua periode, tetapi yang terpenting adalah HMI Cabang Ciputat telah memberi wadah pertama bagi kreasi intelektual Nurcholish Madjid untuk diwariskan. Lihat Fachry Ali Prolog; Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat; sebuah Narasi tentang Warisan Intelektual, h. xxvi 12 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner, Jakarta: Kompas, 2010 h. 38 13 Badan Koordinasi Badko adalah badan pembantu Pengurus Besar. Badko HMI dibentuk untuk mengkoordinir HMI Cabang di bawah koordinasinya. Masa Jabatan Badko disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar. Lihat Anggaran Rumah Tangga HMI BAB II Struktur Organisasi, Bagian V. Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat, Ciputat: HMI Cabang Ciputat, 2011 h. 46 14 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid., h. 39 satunya saat ketika kongres HMI ke-7 di Masjid Agung al-Azhar, yang diselenggarakan pada tanggal 8-14 September 1963. Saat itu, PB HMI melakukan kebijakan adaptasi nasional sebagai usaha menyelamatkan HMI dari ancaman isu pembubaran HMI. Pro-kontra muncul dari cabang-cabang utusan Kongres. Cak Nur atas nama HMI Cabang Ciputat menyampaikan pandangan yang menentang keras kebijakan adaptasi nasional yang dilakukan oleh PB HMI. Nurcholish langsung mendapat teguran secara lisan dari para senior HMI Cabang Ciputat saat itu seperti A.M. Fatwa. Dengan aktivitasnya sebagai Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, sekaligus bagian dari PB HMI yang bertugas memberikan ceramah tentang materinya yang berjudul Dasar-dasar Islamisme hampir di seluruh Cabang di Indonesia, Cak Nur menjadi terkenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan dalam Islam. proses inilah yang membuat Cak Nur kemudian terpilih sebagai ketua umum PB HMI selama dua periode berturut-turut 1966-1969 dan 1969-1971. Pada fase ini Nurcholish tercatat antara lain merumuskan Nilai-Nilai Dasar Perjuangan NDP sebagai naskah ideologis yang sampai sekarang masih dipakai pada setiap pelatihan di HMI. Pada saat memimpin PB HMI Nurcholish Madjid sering melontarkan ide-ide pembaharuan dalam berbagai tulisannya seperti “Modernisasi ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi”, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dan lain-lain. Meskipun terjadi pro-kontra, namun ide-ide pembaharuannya mencatatkan namanya sebagai “kader intelektual” 15 dalam HMI. Diakui atau tidak, 15 Eko Arisandi, Opcit, h. 272-273 prestasi dan ketokohan Nurcholish Madjid tak terelakan kemudian membangun citra baik bagi HMI Cabang Ciputat sebagai perkaderan intelektual yang membedakan dengan cabang-cabang lain. 16 Terlepas dari berbagai penafsiran lainnya, perkembangan tradisi intelektual di lingkungan HMI Cabang Ciputat yang kian lama kian ajeg ini merupakan respon dari generasi selanjutnya terhadap tradisi intelektual yang dilakukan Cak Nur di Ciputat. Pada fase awal perkembangan tradisi intelektual ini, tokoh yang paling langsung menorehkan pengaruhnya adalah M. Dawam Raharjo yang memberikan kesempatan perkembangan intelektual sehingga kader-kader HMI Cabang Ciputat terbawa dalam berbagai intellectual events tingkat internasional. 17

B. Kualitas Insan Cita HMI

Organisasi harus memiliki tujuan yang jelas, hingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur. Begitu pula dengan HMI. HMI memiliki tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.” Sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar HMI pasal IV yang disahkan dalam kongres ke-9 di Malang pada tanggal 3 – 10 Mei 16 Pengalaman ini didapat hampir rata-rata kader HMI Cabang Ciputat yang sedang berkunjung ke HMI cabang lain, semisal dalam mengikuti LK 2. Kader-kader Ciputat terkesan masih dihormati oleh cabang-cabang lain se-Indonesia. Kader-kader HMI Cabang Ciputat akan heran, karena kader-kader HMI dari cabang lain sangat antusias bertanya tentang Cabang Ciputat, atau bahkan terkesan kagum dengan Cabang Ciputat. Hal ini tak lain karena karya-karya alumninya serta banyak tokoh Nasional berasalan dari HMI Cabang Ciputat. 17 Fachry Ali, “Intelektual, Pengaruh Pemikiran dan Lingkungannya” pengantar dalam Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer Jakarta: Paramadina, 1998. 1969. Selain menghasilkan tujuan tersebut dalam kongres tersebut Cak Nur terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Rumusan tujuan tersebut HMI bukannya organisasi massa dalam pengertian kuantitatif, sebailknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensiyang mendidik, memimpin dan membimbing para anggotanya untuk mencapai tujuan tersebut. 18 Perwujudan dari tujuan tersebut tercermin dalam kualitas insan cita yang harus dimiliki oleh kader HMI. Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI AD yaitu sebagai berikut: 1. Kualitas Insan Akademis a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, objektif dan kritis. b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan. 8 Badrudduja, Arridho Sugiarto, Modul LK I basic training HMI Cabang Ciputat h. 83 2. Kualitas Insan Pencipta; Insan Akademis Pencipta a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada yaitu Allah. Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif. Insan yang menyadari dengan sikap demikian. Potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah. c. Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan tugas kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam. 3. Kualitas Insan Pengabdi; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama umat. b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga mampu membuat lingkungan disekelilingnya menjadi lebih baik. c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesama. 4. Kualitas Insan yang bernafaskan Islam; Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapaki dan menjiwai karyanya. b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah dilema pada dirinya sebagai warga Negara dan dirinya sebagai muslim insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia dan sebaliknya. 5. Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral. c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan- persoalan dan jauh dari sikap apatis.