SEJARAH SOSIAL CIPUTAT DAN IAIN SYARIF HIDAYATULLAH

sebagai dekannya dan Fakultas Adab dengan Prof. Bustomi A. Gani sebagai dekannya. 6 Dalam perkembangannya, pemusatan IAIN yang hanya ada di dua kota tidak dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat di seluruh negeri untuk belajar agama Islam. Menanggapi aspirasi yang berkembang, pada tahun 1960, MPRS Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara melalui TAP-nya merekomendasikan IAIN untuk dikembangkan di beberapa daerah. Dalam waktu 3 tahun untuk menanggapi aspirasi dari masyarakat Indonesia, dikembangkan IAIN menjadi 18 fakultas yang tersebar di seluruh negeri. Fakultas Tarbiyah didirikan di Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Banda Aceh. Fakultas Adab didirikan di Jakarta dan Yogyakarta. Fakultas Ushuluddin didirikan di Yogyakarta dan Jakarta. Fakultas Syari’ah didirikan di Yogyakarta, Banda Aceh, Banjarmasin, Palembang, Surabaya, Serang, dan Ujung Pandang. Dalam perkembangan IAIN yang pesat, Departemen Agama mengeluarkan keputusan penting No. 49 tahun 1963 tentang peningkatan IAIN Yogyakarta dan IAIN Jakarta menjadi lembaga independen. Sejak saat itu IAIN Yogyakarta menjadi IAIN Sunan Kalijaga dan IAIN Jakarta menjadi IAIN Syarif Hidayatullah. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengkoordinasi seluruh fakultas di Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara IAIN Jakarta mengkoordinasi fakultas di Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera. Perkembangan kampus IAIN tersebut tidak 6 Fuad Jabali Jamhari, IAIN Modernisasi Islam di Indonesia, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, h. 13-14 dibarengi dengan kendaraan umum menuju Ciputat masih cukup sulit. Sampai pertengahan tahun 1970-an hanya ada bus Gamadi, Ajiwirya, dan mobil swif yang arahnya dari Blok M menuju Ciputat. Bahkan aktivis HMI saat itu jika mengikuti kajian di luar Ciputat, untuk berangkat dan pulang menggunakan mobil bak terbuka. 7 Dalam upaya peningkatan mutu dan menampung permintaan masyarakat untuk pendidikan tinggi agama Islam, cabang-cabang IAIN di beberapa tempat ditingkatkan menjadi IAIN yang terpisah dan mandiri. Peraturan Pemerintah No. 27, tanggal 5 Desember 1963. Berdasarkan keputusan tersebut, IAIN Jakarta menjadi mandiri, hal yang sama terjadi juga pap IAIN ar-Raniry Banda Aceh pada tahun yang sama, IAIN Raden Fatah Palembang pada 22 Oktober 1964, IAIN Antasari di Kalimantan Selatan pada 22 November 1964, IAIN Sunan Ampel di Surabaya pada 6 Juli 1965, IAIN Alaudin Ujung Pandang pada 28 Oktober 1965, IAIN Imam Bonjol Padang pada 21 November 1966, dan IAIN Sultan Taha Saefudin di Jambi pada tahun 1967. 8 Pada masa Orde Baru Pemerintah tidak melakukan kebijakan baru apapun, hanya meneruskan kebijakan—kebijakan lama pada masa Orde Lama. Karena pada awal Orde Baru pada 1967 – 1971 Kementerian Agama masih dipimpin oleh Saifudin Zuhri dan KH. Mohammad Dachlan dari Nahdlatul Ulama NU. Sehingga secara otomatis tidak ada juga perkembangan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain bertambahnya mahasiswa. 7 Wawancara pribadi dengan Tati Hartimah, Ketua Umum KOHATI Cabang Ciputat periode 1978- 1979, Cirendeu, 14 Agustus 2014 8 Fuad Jabali Jamhari, IAIN Modernisasi Islam, h. 14-15 Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Harun Nasution 1973 – 1984, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal luas sebagai kampus pembaharu. Hal ini disebabkan karena Harun Nasution banyak mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam pemikiran Islam dengan menekankan pada Islam rasional. Harun Nasution mengadakan perubahan kurikulum IAIN yang salah satunya memasukkan matakuliah filsafat dan menyelenggarakan Program Pascasarjana PPs. PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan PPs pertama di lingkungan IAIN di seluruh Indonesia. PPs ini mengawali perkuliahan pada tanggal 1 September 1982. Setelah peresmian pada 30 Agustus 1982. 9 Selain itu untuk memperkuat pemikiran pembaharuan Islam, Harun Nasution melakukan kuliah umum setiap dua minggu sekali dan dia sebagai pemberi materinya. Di IAIN Jakarta pada periode 1973 – 1978 tercatat beberapa orang telah dikirim untuk melanjutkan ke luar negeri antara lain: ke Australia 6 orang, Inggris 2 orang, Mesir 7 orang, Sudan 2 orang, Kanada 9 orang, Singapura 1 orang, dan Belanda 8 orang. Sebelumnya tidak pernah ada kebijakan di Departemen Agama yang seperti itu. Pada periode ini Departemen Agama dipimpin oleh Mukti Ali. 10 Ini memberikan kesempatan pada kader-kader terbaik HMI dan mahasiswa terbaik IAIN untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Seperti yang didapat oleh M. Atho Mudzhar, Mulyadi Kartanegara, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Bachtiar Effendy, Saiful Mujani, Fuad Jabali, Alimun Hanif, Oman Fathurahman dan lain-lain yang tak bisa disebutkan satu-persatu. Program ini dilakukan untuk meningkatkan 9 Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, Ciputat: UIN Jakarta 2010, h. 8 10 Fuad Jabali Jamhari, IAIN Modernisasi Islam, h. 19 mutu IAIN di Indonesia. Namun, program ini sempat vakum sampai beberapa tahun dengan alasan yang tidak begitu jelas. Sampai pada akhir 1985, semenjak Departemen Agama dipimpin oleh Munawir Sjazali, kebijakan ini dilanjutkan secara formal. Oleh Munawir program ini merupakan salah-satu pilot project yang menjadi prioritas progam kerjanya. 11 Perkembangan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selain dipengaruhi oleh Rektor yang menjadi pimpinannya, tetapi juga sangat bergantung pada kebijakan dari Departemen Agama. Karena IAIN di bawah naungan Departemen Agama. Sejak diterbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 15 tahun 1988, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari Fakultas Tarbiyah, Fakultas Adab, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari’ah dan Fakultas Dakwah. 12 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama ini hanya ada fakultas agama dan jurusan-jurusan tentang agama. Perkembangan paling besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ketika tahun 1998 saat Azyumardi Azra menjadi Rektor. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi simbol umat Islam dan kemajuan pembangunan nasional, khususnya pembangunan sosial-kegamaan. Perlu upaya untuk mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama, lembaga ini mulai mengembangkan diridengan konsep IAIN dengan mandat yang lebih luas. Langkah ini dimulai dengan dibukanya jurusan Psikologi, Pendidikan Matematika, Ekonomi, dan Perbankan Islam pada tahun 1998. Ini adalah langkah awal perubahan IAIN menjadi UIN 11 Ibid, h. 25 12 Tim Penyusun, Buku Pedoman Akademik tahun 2010, h. 8 Universitas Negeri Islam. 13 Pada periode ini 1998 Ciputat sudah menjadi daerah yang cukup ramai. Dengan akses kendaraan umum yang cukup mudah. Sehingga semakin banyak calon mahasiswa yang ingin berkuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 13 Ibid, h. 8

BAB III HMI CABANG CIPUTAT

A. Dinamika Awal Berdirinya HMI Cabang Ciputat

Bisa dikatakan tradisi intelektual di HMI Cabang Ciputat dimulai oleh Cak Nur, meskipun pendirian HMI Cabang Ciputat adalah atas inisiatif A.M. Fatwa, Abu Bakar, Salim Umar, dan Komarudin. Sebelum berkuliah di ADIA Jakarta A.M. Fatwa pernah mengikuti dan aktif dalam PII di dearah, dari ketua Cabang Sumbawa Besar, dan ketua Wilayah Nusa Tenggara. 1 Selain itu, sebelum A.M. Fatwa kuliah di ADIA, dia juga sempat berkuliah di Universitas Ibnu Khaldun Jakarta dan telah mengikuti “perkaderan” HMI di Cabang Jakarta. Dengan pengalaman besentuhan langsung dengan HMI, A.M. Fatwa berinisiatif mendirikan komisariat Ciputat pada tahun 1960 saat ADIA berkembang menjadi IAIN di bawah naungan Departemen Agama dan statusnya menjadi PTAIN Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri. 2 Abu Bakar dipilih sebagai Ketua Umum, Moh. Salim Umar sebagai ketua I, dan A.M. Fatwa sebagai ketua II HMI komisariat Ciputat yang dilantik oleh Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi. 3 1 A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika Aktivis HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Ciputat: HMI Cabang Ciputat, Presidium KAHMI Ciputat, UIN Jakarta Press, AM Fatwa Center, 2012 h. 3. Pada saat itu setiap alumni PII dari semasa sekolah sebagai pelajar, saat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, otomatis akan dengan sendirinya untuk mengikuti atau bergabung dengan HMI, mengkuti hasil dari Muktamar Muslimin Indonesia yang ke-2 yang berlangsung di Yogyakarta pada 20-25 Desember 1949. Pada saat itu juga kondisi Umat Muslim masih bersatu padu sehingga hasil kongres atau muktamar umat Muslim Indonesia masih dijalankan dengan baik. 2 IAIN Jakarta sendiri tadinya adalah cabang dari IAIN Yogyakarta, namun pada akhirnya menjadi pusat sendiri dan terlepas dari IAIN Yogyakarta. 3 A.M. Fatwa, Op.Cit, h.6 Setahun kemudian pada tahun 1961 setelah memiliki anggota yang cukup banyak, pengurus komisariat Ciputat memiliki keinginan untuk meningkatkan statusnya menjadi HMI Cabang Ciputat. Inisiatif itu diambil karena masalah jauhnya komisariat Ciputat dengan Cabang Jakarta. Maka dilakukan Rapat Anggota sekaligus pemilihan pengurus Cabang melalui formatur. Dalam pemilihan tersebut, kembali terpilih 3 orang formatur yaitu, Abu Bakar, Moh. Salim Umar dan A.M. Fatwa masing-masing secara berurutan sebagai ketua umum, ketua I dan ketua II, HMI Cabang Ciputat. Setelah dilakukan timbang-terima jabatan dari Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Alwi Al-Djahwasyi, dan pengurus HMI Cabang Ciputat dilantik oleh Norsal Ketua Umum PB HMI periode 1960-1963. 4 Pada awal berdirinya HMI Cabang Ciputat memiliki beberapa komisariat yang merupakan fakultas-fakultas di lingkungan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu: Tarbiyah, Syari’ah, Adab dan Ushuludin. Sebelumnya saat menjadi komisariat Ciputat, untuk menjadi anggota HMI harus mengikuti MAPRAM yaitu Masa Perkenalan Anggota HMI di Cabang Jakarta. Setelah memiliki banyak kader, HMI komisariat Ciputat meningkatkan status menjadi HMI Cabang Ciputat dan menyelenggarakan MAPRAM HMI sendiri, dan makin bertambah banyaklah anggota HMI Cabang Ciputat. Kegiatan HMI Cabang Ciputat selanjutnya ialah mengirimkan beberapa anggotanya mengikuti Basic Training pada cabang-cabang HMI di kota lain, seperti Cabang Jakarta, Cabang Bandung, Cabang Yogyakarta, dan lain-lain. Kemudian juga menyelenggarakan Basic Training sendiri 4 Ibid, h.7 yang diikuti pula oleh cabang-cabang lain. 5 Saat itu Basic Training adalah pelatihan yang dilaksanakan oleh setingkat Cabang, dan dalam lingkup nasional saat ini seperti LK II Intermadate Training. Pada kepengurusan periode 1962 – 1963 terpilihlah Moh. Salim Umar sebagai Ketua Umum, A.M. Fatwa sebagai ketua I, Sokamakarya sebagai ketua II, dan Nurcholish Madjid sebagai sekretaris umum. Inilah awal mulanya Nurcholish Madjid ikut bergabung dalam kepengurusan HMI, walaupun pada mulanya mendapat banyak tolakan, karena Nurcholish Madjid belum pernah menjadi pengurus komisariat. 6 Saat awal berdirinya HMI Cabang Ciputat bukan tanpa halang rintang, situasi tingkat Nasional yang sedang bergejolak, PB HMI mendapat tekanan dari CGMI Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia, organisasi underbow PKI, memulai gerakan “mengganyang HMI”. Aksi pertama tekanan yang dilakukan CGMI pada tahun 1962, dalam kongres PPMI Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia yang merupakan wadah dari organisasi-organisasi mahasiswa Indonesia, CGMI berhasil melakukan propaganda dan mengeluarkan HMI dalam kongres tersebut. Keadaan tersebut menggambarkan posisi PB HMI yang lemah ditingkat nasional. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh CGMI, HMI adalah anak partai terlarang Masyumi, anti Manipol USDEK ManipolUSDEK merupakan akronim dari Manifestasi Politik Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia, yang oleh Presiden 5 Moh. Salim Umar, Kenangan Indah di Ciputat, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed. Rusydy Zakaria dkk, h. 25. 6 A.M. Fatwa, Catatan Awal Berdirinya dan Dinamika , h.8 Soekarno dijadikan haluan Republik Indonesia. 7 , organisasi kontra-revolusi dan lain- lain. Tuntutan-tuntutan itu tidak hanya meraka lancarkan dalam forum-forum pertemuan kemahasiswaan seperti pada sidang MMI Majelis Mahasiswa Indonesia, tetapi juga dalam rapat-rapat terbuka, bahkan dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi. Hampir setiap hari, surat kabar yang mereka miliki Harian Rakyat dan Bintang Timur memuat berita-berita besar tuntutan pembubaran HMI. 8 Pada 17 Oktober 1963 Dewan Mahasiswa DEMA IAIN Syarif Hidayatullah melakukan demonstrasi yang dimotori oleh Salim Umar sebagai Sekretaris Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta dan Ahmad Mudzakkir alm. sebagai Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta. Posisi Salim Umar yang ketika itu menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, membuat banyak kader HMI Cabang Ciputat itu melakukan demonstrasi. Demonstrasi bersumber dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap dominasi golongan tertentu di lingkungan Departemen Agama dan IAIN. Saat itu menteri agama dijabat oleh KH. Saefudin Zuhri, sedangkan rektor IAIN Jakarta dijabat oleh Prof. Drs. H. Soenardjo. Peristiwa yang sama juga terjadi satu pekan sebelumnya di IAIN Yogyakarta bahkan sampai menggagalkan Sidang Senat Terbuka. Dalam demonstrasi di Ciputat para mahasiswa menyatakan ketidaksenangannya terhadap pola yang serba NU Nahdatul Ulama di lingkungan IAIN. Departemen Agama sangat didominasi oleh NU. Hampir semua posisi penting 7 Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947 – 1975, Jakarta: Misaka Galiza, 2008 h. 38 8 Eko Arisandi, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, Langkah Awal Kader Ciputat Merekan Jejak, dalam Membingkai Perkaderan Intelektual, Setengah Abad HMI Cabang Ciputat, ed: Rusydy Zakaria dkk, h. 268-269