Pembatasan Masalah Batasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
ekonomi. Nabi Musa adalah pembebas para budak. Nabi Isa adalah pemimpin kaum mustad’afin dalam menegakkan kebenaran. Dan Nabi Muhammad terlahir
kelas bawah, mengalami hidup di tengah masyarakat yang timpang, dan akhirnya memimpin umatnya menegakkan keadilan dan persamaan universal.
21
Berdasarkan penjelasan di atas penulis berkeyakinan bahwa apapun istilahnya dan dalam peradaban apa pun diproklamirkan mengenai orang-orang
yang kompetensi keilmuannya didedikasikan untuk mengangkat harkat dan derajat kemanusiaan pada hakikatnya adalah sama. Titik tekan yang membedakan
ada pada karya perubahan apa yang mampu dihasilkan. Singkatnya, banyaknya pengertian tentang intelektual bukanlah sebuah problem asalkan tidak
menyempitkan maknanya. Sementara itu Pramoedya AnantaToer berusaha mendefinisikan kaum intelektual dengan rincian-rincian tugas yang harus
diembannya sesuai dengan tanah tempat ia berada. Pram menjelaskan bahwa kaum intelektual bukan sekedar bagian dari bangsanya, melainkan ia adalah
nurani bangsanya, karena bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan pengetahuan, terutama pengalaman kebangsaannya. Dengan isi gudangnya, ia
dapat memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan. Sehingga ia memiliki dasar dan alasan paling kuat untuk menjadi tegas dalam memutuskannya
atau tidak.
22
Sedangkan menurut Ahmad W. Pratikno intelektual Cendekiawan adalah
“Orang yang kerena pendidikannya baik formal, informal, maupun nonformal mempunyai perilaku cendekia, yang tercermin dalam
kemampuannya menatap, menafsirkan, dan merespon lingkungan sekitarnya dengan sifat kritis, kreatif, objektif, analitis dan bertanggung jawab. Karena
21
Sarbini, Ibid, h. 84-85
22
Hariqo Wibawa Satria, Op.cit, h. 131
sifat-sifat tersebut menjadikan cendekiawan memiliki wawasan dan pandangan yang luas, yang tidak dibatasi ruang dan waktu.”
23
Untuk itu dalam hubungannya dengan HMI, yang merupakan organisasi mahasiswa yang berazaskan Islam, penggunaan kata intelektual muslim sangat
relevan bagi para kadernya. Untuk itu M. Dawan Raharjo membagi cendekiawan muslim menjadi ke dalam tiga tipe. Pertama adalah ulama-cendekiawan yaitu
cendekiawan yang berbasis pada pendidikan agama, dan pengetahuan umum mereka bisa diperoleh melalui proses otodidak, atau memang menjalani
pendidikan umum lanjutan. Kedua, adalah cendekiawan-ulama
yaitu, cendekiawan yang berbasis pada pendidikan umum, dan pengetahuan agama
mereka biasanya diperoleh dari pendidikan keluarga yang mendalam, pendidikan agama tingkat menengah atau otodidak. Ketiga, adalah tipe cendekiawan yang
berbasis pada pendidikan umum, tetapi pengetahuan agama mereka relative minim dibandingkan kedua tipe cendekiawan di atas. Walaupun pengetahuan
agama mereka minim tetapi mereka memiliki kemampuan untuk dapat mengaktualisasikan diri sebagai cendekiawan dengan akhlak islami dan komitmen
perjuangan yang tinggi untuk mengembangkan Islam dan kemusliman bagi diri sendiri maupun orang lain, baik di bidang yang berkaitan dengan agama ataupun
perubahan sosial pada umumnya.
24
Untuk itu satu-satunya ukuran pasti yang dipakai dalam karya intelektual, baik intelektual barat maupun intelektual muslim
adalah keabsolutan moral yang harus dipegang yaitu keadilan, kebenaran, dan akal. Ketiga hal ini akan muncul dalam tiga karakter utama yaitu: seimbang, lepas
23
Ahmad W. Pratikno, “Anatomi Cendekiawan Muslim, Potret Indonesia” dalam Amien Rais ed., Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1986 h. 3.
24
M. Dawan Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, Bandung: Mizan 1999 h. 41