Tradisi Intelektual pada masa Komunitas Intelektual Intellectual Community

di teras gedung dan bahkan di kelas-kelas di lantai satu dan lantai dua dan juga diperpustakaan, sehingga menimbulkan banyak korban luka-luka yang kemudian dibawa ke RS Fatmawati, RS Pertamina, dan Klinik IAIN. Pemimpin DEMA IAIN dan beberapa Senat Mahasiswa dan sejumlah tokoh mahasiswa ditangkap. Beberapa dosen juga ikut ditangkap bahkan rektor IAIN Harun Nasution ikut diciduk. Dan kampus IAIN “banjir darah” bahkan sampai bau amis berminggu- minggu. 23 Demonstrasi yang bersamaan dengan sidang MPR pada Maret 1978 berujung petaka tersebut tidak sia-sia. Pada sidang MPR isu pertentangan utama adalah mengenai status apa yang harus dikenakan kepada kebatinan yaitu aliran mistis lokal yang disebut “kepercayaan” dan bukan agama. Perlindungan dan pemberian dana dari pemerintah bagi kelompok-kelompok semacam itulah yang dipertaruhkan dalam debat sidang tersebut. Pemerintah akhirnya pun menyerah dan menghapuskan segala program tentang kepercayaan dari rencana pembangunan lima tahunannya. Setelah keputusan tersebut demonstrasi mahasiswa berkurang. Namun pemerintah berkesimpulan perlu adanya satu kampanye untuk membentuk pikiran orang Indonesia. Maka pada tahun yang sama 1978 pemerintah memulai program indoktrinasi wajib mengenai ideologi negara Pancasila bagi semua warga negara dengan nama Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4 dengan Roeslan Abdulgani sebagai tokoh perancangnya. 24 23 Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnaen, Azyumardi Azra dalam Membingkai Perkaderan Intelektual.., h. 91 – 108. 24 Program P4 dilakukan dalam departemen-departemen pemerintah, tempat-tempat kerja dan sekolah-sekolah. Sejak awal mendapat kritikan dari kaum intelektual, karena terjadi banyak kasus penyimpangan terhadap program P4 ini oleh Soeharto, keluarganya dan kroni-kroninya yang Dengan dalih kehidupan kampus sudah tidak normal lagi karena setiap hari dipenuhi dengan orasi dan aksi, maka pemerintah melalui Kopkamtib pada tahun yang sama membubarkan lembaga mahasiswa dalam bentuk Dewan Mahasiswa DEMA dan membekukan segala kegiatannya. Dengan alasan untuk membantu mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan fisik bangsa, harus menjaga stabilitas politik. Di sini gerakan mahasiswa dianggap mengganggu stabilitas politik nasional. Sebagai gantinya, pemerintah melalui Menteri PK Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 045701980 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Pada intinya pemerintah mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis. Dalam kondisi seperti inilah kegiatan mahasiswa terpusat dan berkembang pada peningkatan profesionalisme dan intelektualisasi mahasiswa pada organisasi ekstra kampus, khususnya di HMI Cabang Ciputat sendiri. Menghindari tindakan represif dari pemerintah yang tidak pandang bulu pada setiap gerakan yang dianggap akan mengganggu stabilitas keamanan dan kekuasaan, kegiatan mahasiswa lebih bersifat kekaryaan. Dan akhirnya intellectual community di HMI Cabang Ciputat juga muncul saat kondisi nasional yang seperti ini. Kondisi yang sedemikian rupa menyebabkan arah pergerakan dan perkaderan di HMI Cabang Ciputat beralih pada kegiatan baca, diskusi dan menulis. Walaupun pada masa-masa sebelumnya kegiatan itu sudah ada dan berlangsung dengan baik, namun intensitas dari kegiatan tersebut lebih tinggi pada masa akhir kemudian merusak konsep tersebut. Soeharto semakin menganggap dirinya adalah perwujudan Pancasial dan menganggap kepentingan pribadinya adalah buahnya yang layak. Lihat MC. Ricklefs, Opcit, h. 604 70-an sampai 80-an. Pada akhir 1978-1979 HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain. Saat pencalonan menjadi ketua umum Kurniawan Zulkarnain bersaingan dengan Komarudin Hidayat dan M. Nabhan Husein menjadi saingannya. Dalam kepengurusan peroide tersebut antara lain: Abuddin Nata, Ahmad Rivai Hasan, Azyumardi Azra, Tati Hartimah, Hadimulyo, Rusydy Zakaria dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hampir disetiap angkatan kepengurusan pada periode 1970-an sampai 1980-an menghasilkan tokoh-tokoh intelektual muslim yang profesional, berintegritas tinggi disegala bidang. Di HMI Cabang Ciputat banyak kader awal 1970-an sampai 1980-an akhir menganggap HMI Cabang Ciputat adalah “extra university” karena dalam aktivitas di HMI mereka belajar teori-teori sosial, teori-teori ekonomi, dan ilmu- ilmu lainnya yang tidak mereka dapatkan pada perkuliahan sehari-hari. Background pendidikan rata-rata kader dengan pendidikan Islam yang baik Pondok Pesantren ataupun Madrasah Aliyah, sehingga jika hanya belajar dari perkuliahan terjadi set back tidak mendapat banyak ilmu tambahan, karena seperti mengulang pelajaran yang dahulu didapat sebelumnya. Aktivisme dan intelektualisme berjalan dengan seimbang, sehingga selain membentuk karekter kader dengan mental yang kuat tetapi diimbangi dengan kualitas intelektual yang terjaga sehingga membentuk “intellectual community” yang melanjutkan tradisi intelektual yang diwariskan Cak Nur. Selain itu ketokohan Cak Nur sangat menginspirasi kader-kader penerusnya untuk mengikuti jejaknya. Membaca buku, saling bertukar literatur, diskusi, dan menulis menjadi agenda rutin hampir disetiap kepengurusan HMI Cabang Ciputat. Diskusi yang diadakan bermacam- macam misalnya diskusi yang diadakan dengan bedah buku-buku yang tidak dibahas diperkuliahan. Fachry Ali, semasa kuliahnya dan aktif di HMI Cabang Ciputat awalnya lebih menyalurkan bakatnya dalam lembaga kekaryaan di bidang seni LSMI. Dalam LSMI Fachry Ali biasa mengekspresikan dirinya lewat drama-drama teater. Dengan teater Fachry Ali menyuarakan segala kritik sosial terhadap pemerintah. Merasa kurang dalam dunia seni, Fachry Ali kemudian mengembangkan minat dan bakatnya dengan baca, berdiskusi dan menulis yang menjadi rutinitas perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu. Tidak heran pada kurun waktu 70-an tulisan Fachry Ali banyak di muat media massa nasional, seperti Kompas, Panji Masyarakat, dan lainnya. Perkaderan di HMI Cabang Ciputat semakin matang dalam perjalannya dengan selain makin baik, karena berkurangnya aksi dalam karena memang tidak boleh mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru karena memang dari pihak kampus sendiri saat itu rektornya Harun Nasution berusaha menormalkan kehidupan kampus. Walaupun aktivitas politik di intra kampus tetap berjalan dengan baik karena hampir setiap pemilihan Senat Fakultas dipimpin oleh kader- kader HMI Cabang Ciputat, namun Dewan Mahasiswa Universitas saat itu masih dibekukan. Sehingga kader-kader HMI fokus pada perkaderan baik di intra HMI Cabang Ciputat ataupun di ekstra Senat Fakultas di IAIN, perkaderan di internal HMI Cabang Cabang Ciputat ada beberapa jenis, jalur perkaderan formal, informal ataupun non-formal. Ketiganya saling berkaitan erat dalam pengembangan perkaderan. Jalur formal misalnya ada MAPERCA Masa Perkenalan Calon Anggota, Basic Training sekarang Latihan KaderLK-I, Intermadiate Training sekarang LK-II, Advance Training sekarang LK-III, dan Pusdiklat. 25 Kemudian perkaderan informal berupa upgrading-upgrading kekaryaan atau yang mengarah pada keprofesian misalnya ada uprading Jurnalistik, upgrading Dakwah dan upgrading pendidikan. Dan perkaderan non- formal yang dilaksanakan HMI Cabang Ciputat seperti diskusi-diskusi kelompok bulanan di sekretariat Cabang Ciputat. Diskusi selalu dilakukan oleh setiap departemen atau bidang yang ada di Cabang. Saling bertukar literatur dan saling mengajarkan kemampuan antar sesama kader menumbuhkan semangat membeca dan belajar yang baik. Dalam hubungannya dengan perkaderan non-formal, kadang juga senior sering mengajak atau bahkan menjadi mentor dalam menulis paper tugas atau bahkan membantu dalam mempersiapkan sidang. Diskusi juga bukan hanya dengan tema-tema agama tetapi juga dengan tema-tema umum. Dan bahkan sering juga diadakan diskusi bedah buku, koran dan juga mengundang para senior HMI. Posisi sekretariat Cabang Ciputat yang strategis dan berdekatan dengan kostan para kader sehingga selalu ramai dengan kegiatan perkaderan. Selanjutnya HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain, Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Ahmad Sanusi, Dazriral, Didin Syafrudiin, Endang Hamdan, dan Ruhyaman sampai pertengahan 80-an masih sanngat baik kegiatan yang mengarah para intelektualisasi kader. Dalam pelaksaan perkaderan juga para senior benar-benar menjadi mentor bagi para juniornya. Misalnya masalah menulis, dalam hal ini Fachry Ali menjadi sangat fokus membimbing para juniornya, baik dalam tulisan karya ilmiah untuk 25 Jenjang pendidikan di HMI dari Maperca sampai Intermadiate Training dilakukan di lingkungan HMI Cabang Ciputat, sedangkan untuk Advance Training dilakukan oleh setingkat Badko, dan Pusdiklat dilakukan oleh PB HMI. tugas kuliah ataupun karya ilmiah untuk dimuat media massa. Fachry Ali bertugas sebagai penyeleksi tulisan-tulisan juniornya, kadang juga mengeditnya. Semisalnya Komarudin Hidayat, dan Azyumardi Azra sebelum aktif menulis pada majalah Panjimas mereka mendapat bimbingan dari Fachry Ali. Selain itu, para senior yang memiliki kemampuan lain, misalnya di bidang dakwah, pendidikan, bahasa asing, dan lain sebagainya juga mengajarkan hal yang sama kepada juniornya. Sehingga ada istilah “siapa bisa mengajarkan apa?” 26 hubungan yang baik seperti ini antara senior sebagai mentor dan junior yang dimentori berjalan dengan sangat baik. Proses perkaderan yang baik ini pula yang dibangun untuk membentuk jaringan HMI yang baik di antara sesama kader HMI Cabang Ciputat antara senior dan junior ataupun antara aktivis HMI di luar Cabang Ciputat. Selain itu ketokohan Cak Nur menginspirasi banyak kader HMI Cabang Ciputat untuk mengikuti jejaknya. Selain aktif menulis di berbagai media massa, Fachry Ali juga ikut tergabung dalam dunia penelitian, lewat perkawanan di HMI jaringan HMI Fachry Ali diajak bergabung dengan LP3ES melalui M. Dawan Raharjo. Meski dengan seleksi yang cukup ketat akhirnya Fachry Ali bergabung dengan LP3ES. Aktivitas akademis Fachry Ali semakin meningkat dengan bergabungnya di LP3ES. Di LP3ES Fachry Ali benar-benar memanfaatnya seluruh sumber daya intelektual LP3ES untuk pengembangan intelektualnya. Produktivitas tulisan-tulisan Fachry Ali, menarik perhatian M. Dawan Raharjo yang saat itu menjadi wakil direktur LP3ES kala itu. Secara perlahan ketertarikannya ini memberi kesempatan pada 26 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 1982- 83 tentang tradisi intelektual yang di bangun pada saat masih aktif dalam HMI Cabang Ciputat, baik sebagai kader, pengurus ataupun ketua umum. Pamulang, 13 Agustus 2014 Fachry Ali, untuk menarik kawan-kawan yang lain yang lebih yunior. Komarudin Hidayat, Iqbal Abdurrauf Saimima alm, Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Bahtiar Effeny, Hadimulyo, dan Hari Zamharir. Aktivitas dalam LSM ini mereka berdiskusi lebih dalam, melakukan penelitian lebih lanjut, dan melakukan program pengembangan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak positif bagi pengembangan intelektual sampai saat ini. Dan pada nantinya kemunculan komunitas intelektual ini menjadi dasar pengembangan intelektual berbasis LSM. 27 Pemerintahan yang sangat mengendalikan kehidupan kampus pada saat itu membuat setiap gerakan mahasiswa sangat diawasi, bahkan dalam rapat untuk persiapan perkaderan formal Maperca, Basic Training dan Intermediate Training selalu diawasi oleh intel tanpa seragam. Oleh karena itu untuk tetap menjaga sikap kritis mahasiswa terhadap setiap kebijakan pemerintah hanya bisa dilakukan dengan diskusi dan kajian-kajian. Selain diskusi dan kajian bentuk kritik kepada pemerintahan yang represif paling memungkinkan melalui tulisan-tulisan di media masa seperti yang dilakukan Fachry Ali dan Azyumadri Azra pada majalah Panjimas Panji Masyarakat ataupun majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES. Kemudian fokus HMI Cabang Ciputat pada saat itu selain menjaga kualitas intelektual, tetapi juga berusaha membentuk teknokrat-teknokrat yang memiliki kemampuan basic sesuai dengan program pemerintah, sehingga saat itu banyak bermunculan lembaga-lembaga kekaryaan, seperti lembaga pers, lembaga 27 Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosisl Budaya Alumni IAIN, dalam Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo ed., Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan Tinggi Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam: Jakartan 2000 h.387- 388 dakwah, dan lembaga pendidikan. 28 Pergerakan aktivitas intra kampus juga masih diisi oleh aktivis-aktivis HMI seperti Azyumardi Azra saat menjadi ketua umum HMI Cabang Ciputat yang merangkap menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Dalam dunia menulis juga pada tahun-tahun itu dihidupkan kembali buletin Pemersatu yang pernah hadir pada era akhir 60-an sampai 70-an awal. Iqbal Abdurrauf Saimima alm dan Azyumardi Azra yang menjadi motor hidupnya kembali buletin HMI Cabang Ciputat ini. Lewat buletin ini juga Azyumadi Azra banyak berlatih menulis mulai dari essai sampai sastra, Azyumadi Azra juga memformat buletin ini dengan gaya bahasa tabloid Salemba milik mahasiswa UI yang kritis terhadap rezim Orde Baru. Pada periode 1980-an akhir, selain melakukan diskusi di lingkungan HMI Cabang Ciputat, para kader juga sering diundang untuk berdiskudi misalnya di Yayasan Wakaf Paramadina yang didirikan oleh Cak Nur 1986 di Jakarta. Kemudian kader-kader HMI sering juga berdiskusi di LP3ES melalui Fachry Ali yang sudah lebih dulu bergabung di sana. Beramai-ramai pergi dengan kendaraan umum hanya untuk mengikuti diskusi merupakan suatu semangat yang luar biasa dalam proses perkaderan intelektual. Pada periode awal 1980-an dalam usaha mengembangkan warisan intelektual Cak Nur, secara kolektif Fachry Ali bersama dengan Hadimulyo, Kurniawan Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip Ahmad Rifai, Badri Yatim alm, Ahmad Sanusi, Rusydy Zakaria dan lain-lain mendirikan HP2M 28 Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat 1985-86. Ciputat, 19 Agustus 2014 Himpunan untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat. 29 LSM ini dimaksudkan untuk memfasilitasi alumni HMI muda pasca tamat dari IAIN. HP2M malang melintang dalam berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, dan memiliki jaringan Nasional. 30 Kemudian pada HP2M memiliki program kerjasama dengan LP3ES dan FNS Friedrich Nauman Stiftung yaitu suatu yayasan pemberi bantuan luar negeri yang bersifat teknis dan tidak terikat dari erman Barat. Untuk membuat institut yang akan memberikan rumusan-rumusan alternatif tentang pembangunan, baik dilihat dari sudut teoritis maupun praktis. Setelah mengadakan studi kelayakan akhirnya berdirilah ADI Asian Development Institut. ADI dilaksanakan di tiga tempat, di Pondok Pesantren Pabelan, LP3ES Cabang Klaten dan di Ciputat dikelola oleh HP2M. Kepala program ADI di Ciputat adalah Badri Yatim. Peserta untuk program ADI ini berjumlah 44 orang yang berasal dari mahasiswa IAIN Ciputat, IKIP Jakarta dan Universitas Indonesia. ADI ini bertujuan pertama, terwujudnya kader-kader development worker yang memiliki wawasan teoritis, konsep-konsep pembangunan, dan keterampilan praktis agar dapat merumuskan alternatif pemecahan terhadap persoalan pembangunan yang ada. Kedua, mengkaji persoalan-persoalan pembangunan yang berkembang dewasa ini, secara mendalam dan mendasar, di samping mengadakan telaahan terhadap pola-pola pendekatan alternatif yang lebih demokratis, manusiawi dan adil. Ketiga, mengisi kelangkaan kader-kader LSM yang mempunyai wawasan teoritis sekaligus kemampuan praktis dengan pendekatan yang lebih spesifik untuk memahami 29 Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h. Xxxiv 30 Azyumardi Azra, Ketika Ingat HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., h. 136 = keseluruhan. 31 Kegiatan penelitian seperti ini membantu mengambangkan kemampuan intelektual para kader HMI, karena hampir sebagian besar pesertanya adalah kader HMI Cabang Ciputat. Pada pertengahan 80-an iklim perkaderan HMI Cabang Ciputat agak berbeda. Ketika para kader nyaris mengorientasikan aktivitasnya pada bidang politik yang sementara dan lokal politik kampus, yang karenanya selalu dilanda konflik kecil namun dapat berpengaruh besar, sebagian kecil kader HMI Cabang Ciputat mencari alternatif untuk menjaga iklim tradisi intelektual dengan membentuk lembaga atau kelompok-kelompok studi. Formaci yang didirikan oleh aktivis pemikir seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi dan Budhy Munawar Rahman. Kemudian kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan Naufal Romzi. Lalu ada kelompok studi Flamboyan yang dimotori oleh Ida Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha. Dan kelompok studi lainya seperti Dialektika, Prasasti dan lain-lain. Selain keadaan yang demikian pembentukan HP2M di atas juga menginspirasi pembentukan kelompok- kelompok studi ini. Kelompok-kelompok studi bentukan kader-kader HMI Cabang Ciputat ini tampaknya telah menjadi “breeding grounds” penerus bagi kemunculan kaum intelektual berikutnya. 32

C. Tradisi Intelektual pada masa Kelompok Studi

Pada akhir 1980-an, sekitar tahun 1988 terjadi perubahan sistem pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Sistem sarjana muda dan sarjana lengkap yang biasanya ditempuh dalam waktu 6-7 tahun saat itu berubah menjadi sistem sarjana 31 Saleh Abdullah, “ADI Ciputat, Menerobos Persoalan Pembangunan,” Panji Masyarakat No 495 November, 1985, h. 32 – 34. 32 Fachry Ali, Opcit, h. xxxiii ? murni. Dengan perubahan tersebut mahasiswa dituntut menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun. Ini menjadi dilema bagi sebagian aktivis HMI Cabang Ciputat, sehingga waktu yang biasanya dapat dipergunakan untuk belajar dan berekspresi di bidang lain harus lebih fokus pada perkuliahan dan menyelesaikan studinya lebih cepat. Sistem perkuliahan yang lama lebih memberi ruang untuk berekspresi dan belajar di organisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus, serta regulasi yang longgar menciptakan iklim yang kondusif untuk berproses di organisasi. Dengan keadaan seperti ini agenda HMI Cabang Ciputat harus bisa dengan cepat beradaptasi. Di tengah persaingan rekruitmen anggota baru HMI Cabang Ciputat yang bersaing dengan organisasi ekstra kampus lainnya, lembaga kekaryaan HMI Cabang Ciputat memberikan daya tarik tersendiri untuk kemudian merekruit anggota baru. LAPENMI, LAPMI, LDMI dan LSMI memainkan perannya untuk menarik minat calon anggota baru. Angenda HMI Cabang Ciputat yang berfokus pada perekruitan kader banyaknya jumlah dan terjadinya pergeseran orientasi kader pada aktivitas politik lokal, menjadikan kader-kader HMI lainnya menjadi motor terbentuknya kelompok-kelompok studi. Formaci, Respondeo, Flamboyan, Dialektika, dan Prasasti merupakan kelompok-kelompok studi yang diinisiasi oleh kader-kader HMI, walaupun anggotanya tidak melulu kader HMI, banyak juga kader organisasi lain yang tergabung dalam kelompok- kelompok studi tersebut. HMI Cabang Ciputat juga tak begitu saja mengalihkan orientasinya pada aktivitas politik. HMI Cabang Ciputat tetap melaksanakan kegiatan diskusi dan kajian. Hampir setiap minggu selalu ada kegiatan diskusi dan kajian di lingkungan A HMI Cabang Ciputat, baik yang dilakukan oleh komisariat, lembaga kekaryaan ataupun yang dilakukan HMI Cabang Ciputat sendiri. Lembaga kekaryaan juga sangat berperan dalam menjaga tradisi intelektual. Semisal untuk pelatihan menulis itu menjadi agenda rutin dari LAPMI Lembaga Pers Mahasiswa Islam, untuk pelatihan pendidikan menjadi tugas dan fungsi Lapenmi Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam, untuk pelatihan berdakwah menjadi fokus dari LDMI Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, dan kegiatan yang berhubungan dengan seni menjadi fokus dari LSMI Lemabaga Seni Mahasiswa Islam. Tugas HMI Cabang Ciputat sangat terbantu oleh lembaga-lembaga ini. 33 Terbentuknya kelompok studi juga sedikit banyak mendapat banyak pengaruh dari luar IAIN Jakarta. Secara Nasional saat itu sedang ramainya kelompok- kelompok studi, misalnya di Jakarta ada kelompok studi pimpinan Deny JA dan di Yogyakarta ada kelompok studi pimpinan Rizal Malaranggeng. Di Ciputat sendiri saat itu Respondeo adalah kelompok diskusi yang pertama kali ada dan dipimpin Ade Komarudin, Saiful Mujani dan Ali Munhanif. Selain itu ada KSC Kelompok Studi Ciputat yang dimotori oleh Ihsan Ali Fauzi. Intensitas aktivitas diskusi bersama antara KSC dan Respondeo, maka ada inisiatif untuk menggabungkan kedua kelompok diskusi tersebut menjadi forum yang lebih besar, sehingga terbentuklah Formaci Forum Mahasiswa Ciputat pada tahun 1986. Namun, Ade Komarudin sebagai salah satu motor dari Respondeo, tidak ingin ikut bergabung dengan alasan yang kurang jelas dan meneruskan kiprah Respondeo. 34 Saat 33 Hasil wawancara pribadi dengan Aris Budiono, Mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat periode 1990-91, Aris juga merasakan perubahan sistem perkuliahan saat itu. Pondok Ranji, 27 Agustus 2014. 34 Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Kuningan, 16 September 2014 B C Formaci berdiri ketua umum HMI Cabang Ciputat saat itu adalah Ruhyaman. Tidak dipungkiri munculnya kelompok studi-studi yang diinisiasi oleh kader- kader HMI Cabang Ciputat tidak lain adalah untuk memenuhi kehausan akan proses intelektualisasi yang sudah biasa dilakukan di HMI. Akibat tingginya minat politik kader-kader HMI Cabang Ciputat saat itu, antara sesama kader HMI Cabang Ciputat, terdapat faksi-faksi kecil lainnya seperti kader HMI alumni Gontor, alumni dari Darul Qolam, Darunnajah atau kader-kader HMI yang bukan dari latar belakang pondok pesantren. Munculnya faksi-faksi ini tidak jarang terjadi gesekan yang tidak jarang pula terbawa setelah mereka selesai dari HMI Cabang Ciputat. 35 Kelompok-kelompok studi ini yang kemudian mampu melahirkan tokoh-tokoh intelektual muda HMI Cabang Ciputat. Tetapi satu hal yang harus digarisbawahi adalah HMI Cabang Ciputat dan kelompok-kelompok studi berjalan beriringan dalam pembentukan generasi intelektual selanjutnya. Aktivitas pada kelompok-kelompok studi ini bisa dibilang tidak jauh dengan aktivitas di HMI Cabang Ciputat pada tahun-tahun sebelumnya. Diskusi dan kajian menjadi santapan rutin mereka yang aktif dalam kelompok diskusi tersebut. Saiful Mujani, Ihsan Ali-Fauzi, Budhy Munawar Rahman, M. Wahyuni Nafis, dan Burhanudin Muhtadi yang termuda merupakan produk aktivis HMI yang juga menempa diri di kelompok studi Formaci. Selain itu ada masih banyak lagi seperti Ida Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha yang merupakan motor dari kelompok studi Flamboyan, yang namanya diambil dari pohon Flamboyan yang banyak terdapat di lingkungan kampus IAIN saat itu sebagai tempat 35 Wawancara Pribadi dengan Saiful Mujani, Jakarta, 16 September 2014. Syukron Kamil, Ciputat, 5 September 2014. Dan Tb. Ace Hasan, Bintaro, 17 September 2014. mengungkapkan kondisi yang hampir sama D