Tradisi Intelektual pada masa Komunitas Intelektual Intellectual Community
di teras gedung dan bahkan di kelas-kelas di lantai satu dan lantai dua dan juga diperpustakaan, sehingga menimbulkan banyak korban luka-luka yang kemudian
dibawa ke RS Fatmawati, RS Pertamina, dan Klinik IAIN. Pemimpin DEMA IAIN dan beberapa Senat Mahasiswa dan sejumlah tokoh mahasiswa ditangkap.
Beberapa dosen juga ikut ditangkap bahkan rektor IAIN Harun Nasution ikut diciduk. Dan kampus IAIN “banjir darah” bahkan sampai bau amis berminggu-
minggu.
23
Demonstrasi yang bersamaan dengan sidang MPR pada Maret 1978 berujung petaka tersebut tidak sia-sia. Pada sidang MPR isu pertentangan utama adalah
mengenai status apa yang harus dikenakan kepada kebatinan yaitu aliran mistis lokal yang disebut “kepercayaan” dan bukan agama. Perlindungan dan pemberian
dana dari pemerintah bagi kelompok-kelompok semacam itulah yang dipertaruhkan dalam debat sidang tersebut. Pemerintah akhirnya pun menyerah
dan menghapuskan segala program tentang kepercayaan dari rencana pembangunan lima tahunannya.
Setelah keputusan tersebut demonstrasi mahasiswa berkurang. Namun pemerintah berkesimpulan perlu adanya satu
kampanye untuk membentuk pikiran orang Indonesia. Maka pada tahun yang sama 1978 pemerintah memulai program indoktrinasi wajib mengenai ideologi
negara Pancasila bagi semua warga negara dengan nama Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4 dengan Roeslan Abdulgani sebagai tokoh
perancangnya.
24
23
Hari Zamharir, Kurniawan Zulkarnaen, Azyumardi Azra dalam Membingkai Perkaderan Intelektual.., h. 91 – 108.
24
Program P4 dilakukan dalam departemen-departemen pemerintah, tempat-tempat kerja dan sekolah-sekolah. Sejak awal mendapat kritikan dari kaum intelektual, karena terjadi banyak kasus
penyimpangan terhadap program P4 ini oleh Soeharto, keluarganya dan kroni-kroninya yang
Dengan dalih kehidupan kampus sudah tidak normal lagi karena setiap hari dipenuhi dengan orasi dan aksi, maka pemerintah melalui Kopkamtib pada tahun
yang sama membubarkan lembaga mahasiswa dalam bentuk Dewan Mahasiswa DEMA dan membekukan segala kegiatannya. Dengan alasan untuk membantu
mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan fisik bangsa, harus menjaga stabilitas politik. Di sini gerakan mahasiswa dianggap mengganggu
stabilitas politik nasional. Sebagai gantinya, pemerintah melalui Menteri PK Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef mengeluarkan Surat Keputusan
Nomor: 045701980 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Pada intinya pemerintah mengubah format organisasi
kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis. Dalam kondisi seperti inilah kegiatan mahasiswa terpusat dan berkembang
pada peningkatan profesionalisme dan intelektualisasi mahasiswa pada organisasi ekstra kampus, khususnya di HMI Cabang Ciputat sendiri. Menghindari tindakan
represif dari pemerintah yang tidak pandang bulu pada setiap gerakan yang dianggap akan mengganggu stabilitas keamanan dan kekuasaan, kegiatan
mahasiswa lebih bersifat kekaryaan. Dan akhirnya intellectual community di HMI Cabang Ciputat juga muncul saat kondisi nasional yang seperti ini.
Kondisi yang sedemikian rupa menyebabkan arah pergerakan dan perkaderan di HMI Cabang Ciputat beralih pada kegiatan baca, diskusi dan menulis.
Walaupun pada masa-masa sebelumnya kegiatan itu sudah ada dan berlangsung dengan baik, namun intensitas dari kegiatan tersebut lebih tinggi pada masa akhir
kemudian merusak konsep tersebut. Soeharto semakin menganggap dirinya adalah perwujudan Pancasial dan menganggap kepentingan pribadinya adalah buahnya yang layak. Lihat MC.
Ricklefs, Opcit, h. 604
70-an sampai 80-an. Pada akhir 1978-1979 HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain. Saat pencalonan menjadi ketua umum Kurniawan
Zulkarnain bersaingan dengan Komarudin Hidayat dan M. Nabhan Husein menjadi saingannya. Dalam kepengurusan peroide tersebut antara lain: Abuddin
Nata, Ahmad Rivai Hasan, Azyumardi Azra, Tati Hartimah, Hadimulyo, Rusydy Zakaria dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Hampir
disetiap angkatan kepengurusan pada periode 1970-an sampai
1980-an menghasilkan tokoh-tokoh intelektual muslim yang profesional, berintegritas
tinggi disegala bidang. Di HMI Cabang Ciputat banyak kader awal 1970-an sampai 1980-an akhir
menganggap HMI Cabang Ciputat adalah “extra university” karena dalam aktivitas di HMI mereka belajar teori-teori sosial, teori-teori ekonomi, dan ilmu-
ilmu lainnya yang tidak mereka dapatkan pada perkuliahan sehari-hari. Background pendidikan rata-rata kader dengan pendidikan Islam yang baik
Pondok Pesantren ataupun Madrasah Aliyah, sehingga jika hanya belajar dari perkuliahan terjadi set back tidak mendapat banyak ilmu tambahan, karena
seperti mengulang pelajaran yang dahulu didapat sebelumnya. Aktivisme dan intelektualisme berjalan dengan seimbang, sehingga selain membentuk karekter
kader dengan mental yang kuat tetapi diimbangi dengan kualitas intelektual yang terjaga sehingga membentuk “intellectual community” yang melanjutkan tradisi
intelektual yang diwariskan Cak Nur. Selain itu ketokohan Cak Nur sangat menginspirasi kader-kader penerusnya untuk mengikuti jejaknya. Membaca buku,
saling bertukar literatur, diskusi, dan menulis menjadi agenda rutin hampir disetiap kepengurusan HMI Cabang Ciputat. Diskusi yang diadakan bermacam-
macam misalnya diskusi yang diadakan dengan bedah buku-buku yang tidak dibahas diperkuliahan.
Fachry Ali, semasa kuliahnya dan aktif di HMI Cabang Ciputat awalnya lebih menyalurkan bakatnya dalam lembaga kekaryaan di bidang seni LSMI. Dalam
LSMI Fachry Ali biasa mengekspresikan dirinya lewat drama-drama teater. Dengan teater Fachry Ali menyuarakan segala kritik sosial terhadap pemerintah.
Merasa kurang dalam dunia seni, Fachry Ali kemudian mengembangkan minat dan bakatnya dengan baca, berdiskusi dan menulis yang menjadi rutinitas
perkaderan di HMI Cabang Ciputat saat itu. Tidak heran pada kurun waktu 70-an tulisan Fachry Ali banyak di muat media massa nasional, seperti Kompas, Panji
Masyarakat, dan lainnya. Perkaderan di HMI Cabang Ciputat semakin matang dalam perjalannya
dengan selain makin baik, karena berkurangnya aksi dalam karena memang tidak boleh mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru karena memang dari pihak
kampus sendiri saat itu rektornya Harun Nasution berusaha menormalkan kehidupan kampus. Walaupun aktivitas politik di intra kampus tetap berjalan
dengan baik karena hampir setiap pemilihan Senat Fakultas dipimpin oleh kader- kader HMI Cabang Ciputat, namun Dewan Mahasiswa Universitas saat itu masih
dibekukan. Sehingga kader-kader HMI fokus pada perkaderan baik di intra HMI Cabang Ciputat ataupun di ekstra Senat Fakultas di IAIN, perkaderan di internal
HMI Cabang Cabang Ciputat ada beberapa jenis, jalur perkaderan formal, informal ataupun non-formal. Ketiganya saling berkaitan erat dalam
pengembangan perkaderan. Jalur formal misalnya ada MAPERCA Masa Perkenalan Calon Anggota, Basic Training sekarang Latihan KaderLK-I,
Intermadiate Training sekarang LK-II, Advance Training sekarang LK-III, dan Pusdiklat.
25
Kemudian perkaderan informal berupa upgrading-upgrading kekaryaan atau yang mengarah pada keprofesian misalnya ada uprading
Jurnalistik, upgrading Dakwah dan upgrading pendidikan. Dan perkaderan non- formal yang dilaksanakan HMI Cabang Ciputat seperti diskusi-diskusi kelompok
bulanan di sekretariat Cabang Ciputat. Diskusi selalu dilakukan oleh setiap departemen atau bidang yang ada di Cabang. Saling bertukar literatur dan saling
mengajarkan kemampuan antar sesama kader menumbuhkan semangat membeca dan belajar yang baik. Dalam hubungannya dengan perkaderan non-formal,
kadang juga senior sering mengajak atau bahkan menjadi mentor dalam menulis paper tugas atau bahkan membantu dalam mempersiapkan sidang. Diskusi juga
bukan hanya dengan tema-tema agama tetapi juga dengan tema-tema umum. Dan bahkan sering juga diadakan diskusi bedah buku, koran dan juga mengundang
para senior HMI. Posisi sekretariat Cabang Ciputat yang strategis dan berdekatan dengan kostan para kader sehingga selalu ramai dengan kegiatan perkaderan.
Selanjutnya HMI Cabang Ciputat dipimpin oleh Kurniawan Zulkarnain, Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra, Ahmad Sanusi, Dazriral, Didin Syafrudiin,
Endang Hamdan, dan Ruhyaman sampai pertengahan 80-an masih sanngat baik kegiatan yang mengarah para intelektualisasi kader.
Dalam pelaksaan perkaderan juga para senior benar-benar menjadi mentor bagi para juniornya. Misalnya masalah menulis, dalam hal ini Fachry Ali menjadi
sangat fokus membimbing para juniornya, baik dalam tulisan karya ilmiah untuk
25
Jenjang pendidikan di HMI dari Maperca sampai Intermadiate Training dilakukan di lingkungan HMI Cabang Ciputat, sedangkan untuk Advance Training dilakukan oleh setingkat
Badko, dan Pusdiklat dilakukan oleh PB HMI.
tugas kuliah ataupun karya ilmiah untuk dimuat media massa. Fachry Ali bertugas sebagai penyeleksi tulisan-tulisan juniornya, kadang juga mengeditnya.
Semisalnya Komarudin Hidayat, dan Azyumardi Azra sebelum aktif menulis pada majalah Panjimas mereka mendapat bimbingan dari Fachry Ali. Selain itu, para
senior yang memiliki kemampuan lain, misalnya di bidang dakwah, pendidikan, bahasa asing, dan lain sebagainya juga mengajarkan hal yang sama kepada
juniornya. Sehingga ada istilah “siapa bisa mengajarkan apa?”
26
hubungan yang baik seperti ini antara senior sebagai mentor dan junior yang dimentori berjalan
dengan sangat baik. Proses perkaderan yang baik ini pula yang dibangun untuk membentuk jaringan HMI yang baik di antara sesama kader HMI Cabang Ciputat
antara senior dan junior ataupun antara aktivis HMI di luar Cabang Ciputat. Selain itu ketokohan Cak Nur menginspirasi banyak kader HMI Cabang Ciputat untuk
mengikuti jejaknya. Selain aktif menulis di berbagai media massa, Fachry Ali juga ikut tergabung
dalam dunia penelitian, lewat perkawanan di HMI jaringan HMI Fachry Ali diajak bergabung dengan LP3ES melalui M. Dawan Raharjo. Meski dengan
seleksi yang cukup ketat akhirnya Fachry Ali bergabung dengan LP3ES. Aktivitas akademis Fachry Ali semakin meningkat dengan bergabungnya di LP3ES. Di
LP3ES Fachry Ali benar-benar memanfaatnya seluruh sumber daya intelektual LP3ES untuk pengembangan intelektualnya. Produktivitas tulisan-tulisan Fachry
Ali, menarik perhatian M. Dawan Raharjo yang saat itu menjadi wakil direktur LP3ES kala itu. Secara perlahan ketertarikannya ini memberi kesempatan pada
26
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Sanusi mantan ketua umum HMI Cabang Ciputat 1982- 83 tentang tradisi intelektual yang di bangun pada saat masih aktif dalam HMI Cabang Ciputat,
baik sebagai kader, pengurus ataupun ketua umum. Pamulang, 13 Agustus 2014
Fachry Ali, untuk menarik kawan-kawan yang lain yang lebih yunior. Komarudin Hidayat, Iqbal Abdurrauf Saimima alm, Pipip Ahmad Rifa’i, Azyumardi Azra,
Bahtiar Effeny, Hadimulyo, dan Hari Zamharir. Aktivitas dalam LSM ini mereka berdiskusi lebih dalam, melakukan penelitian lebih lanjut, dan melakukan
program pengembangan masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut berdampak positif bagi pengembangan intelektual sampai saat ini. Dan pada nantinya
kemunculan komunitas intelektual ini menjadi dasar pengembangan intelektual berbasis LSM.
27
Pemerintahan yang sangat mengendalikan kehidupan kampus pada saat itu membuat setiap gerakan mahasiswa sangat diawasi, bahkan dalam rapat untuk
persiapan perkaderan formal Maperca, Basic Training dan Intermediate Training selalu diawasi oleh intel tanpa seragam. Oleh karena itu untuk tetap menjaga sikap
kritis mahasiswa terhadap setiap kebijakan pemerintah hanya bisa dilakukan dengan diskusi dan kajian-kajian. Selain diskusi dan kajian bentuk kritik kepada
pemerintahan yang represif paling memungkinkan melalui tulisan-tulisan di media masa seperti yang dilakukan Fachry Ali dan Azyumadri Azra pada majalah
Panjimas Panji Masyarakat ataupun majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES. Kemudian fokus HMI Cabang Ciputat pada saat itu selain menjaga kualitas
intelektual, tetapi juga berusaha membentuk teknokrat-teknokrat yang memiliki kemampuan basic sesuai dengan program pemerintah, sehingga saat itu banyak
bermunculan lembaga-lembaga kekaryaan, seperti lembaga pers, lembaga
27
Fachry Ali, Kontinuitas dan Perubahan: Catatan Sejarah Sosisl Budaya Alumni IAIN, dalam Komarudin Hidayat dan Hendro Prasetyo ed., Problem dan Prospek IAIN Antologi Pendidikan
Tinggi Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam: Jakartan 2000 h.387- 388
dakwah, dan lembaga pendidikan.
28
Pergerakan aktivitas intra kampus juga masih diisi oleh aktivis-aktivis HMI seperti Azyumardi Azra saat menjadi ketua umum
HMI Cabang Ciputat yang merangkap menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Dalam dunia menulis juga pada tahun-tahun itu dihidupkan
kembali buletin Pemersatu yang pernah hadir pada era akhir 60-an sampai 70-an awal. Iqbal Abdurrauf Saimima alm dan Azyumardi Azra yang menjadi motor
hidupnya kembali buletin HMI Cabang Ciputat ini. Lewat buletin ini juga Azyumadi Azra banyak berlatih menulis mulai dari essai sampai sastra, Azyumadi
Azra juga memformat buletin ini dengan gaya bahasa tabloid Salemba milik mahasiswa UI yang kritis terhadap rezim Orde Baru.
Pada periode 1980-an akhir, selain melakukan diskusi di lingkungan HMI Cabang Ciputat, para kader juga sering diundang untuk berdiskudi misalnya di
Yayasan Wakaf Paramadina yang didirikan oleh Cak Nur 1986 di Jakarta. Kemudian kader-kader HMI sering juga berdiskusi di LP3ES melalui Fachry Ali
yang sudah lebih dulu bergabung di sana. Beramai-ramai pergi dengan kendaraan umum hanya untuk mengikuti diskusi merupakan suatu semangat yang luar biasa
dalam proses perkaderan intelektual. Pada periode awal 1980-an dalam usaha mengembangkan warisan intelektual
Cak Nur, secara kolektif Fachry Ali bersama dengan Hadimulyo, Kurniawan Zulkarnain, Hari Zamharir, Azyumardi Azra, Pipip Ahmad Rifai, Badri Yatim
alm, Ahmad Sanusi, Rusydy Zakaria dan lain-lain mendirikan HP2M
28
Wawancara Pribadi dengan Didin Syafrudin Ketua Umum HMI Cabang Ciputat 1985-86. Ciputat, 19 Agustus 2014
Himpunan untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat.
29
LSM ini dimaksudkan untuk memfasilitasi alumni HMI muda pasca tamat dari IAIN.
HP2M malang melintang dalam berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, dan memiliki jaringan Nasional.
30
Kemudian pada HP2M memiliki program kerjasama dengan LP3ES dan FNS Friedrich Nauman Stiftung yaitu suatu
yayasan pemberi bantuan luar negeri yang bersifat teknis dan tidak terikat dari erman Barat. Untuk membuat institut yang akan memberikan rumusan-rumusan
alternatif tentang pembangunan, baik dilihat dari sudut teoritis maupun praktis. Setelah mengadakan studi kelayakan akhirnya berdirilah ADI Asian
Development Institut. ADI dilaksanakan di tiga tempat, di Pondok Pesantren Pabelan, LP3ES Cabang Klaten dan di Ciputat dikelola oleh HP2M. Kepala
program ADI di Ciputat adalah Badri Yatim. Peserta untuk program ADI ini berjumlah 44 orang yang berasal dari mahasiswa IAIN Ciputat, IKIP Jakarta dan
Universitas Indonesia. ADI ini bertujuan pertama, terwujudnya kader-kader development
worker yang
memiliki wawasan
teoritis, konsep-konsep
pembangunan, dan keterampilan praktis agar dapat merumuskan alternatif pemecahan terhadap persoalan pembangunan yang ada. Kedua, mengkaji
persoalan-persoalan pembangunan yang berkembang dewasa ini, secara mendalam dan mendasar, di samping mengadakan telaahan terhadap pola-pola
pendekatan alternatif yang lebih demokratis, manusiawi dan adil. Ketiga, mengisi kelangkaan kader-kader LSM yang mempunyai wawasan teoritis sekaligus
kemampuan praktis dengan pendekatan yang lebih spesifik untuk memahami
29
Fachry Ali, Lima Puluh Tahun HMI Cabang Ciputat, Sebuah Narasi Tentang Warisan Intelektual, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., Membingkai Perkaderan Intelektual..... h. Xxxiv
30
Azyumardi Azra, Ketika Ingat HMI Cabang Ciputat, dalam Rusydy Zakaria, dkk, ed., h. 136
=
keseluruhan.
31
Kegiatan penelitian seperti ini membantu mengambangkan kemampuan intelektual para kader HMI, karena hampir sebagian besar pesertanya
adalah kader HMI Cabang Ciputat. Pada pertengahan 80-an iklim perkaderan HMI Cabang Ciputat agak berbeda.
Ketika para kader nyaris mengorientasikan aktivitasnya pada bidang politik yang sementara dan lokal politik kampus, yang karenanya selalu dilanda konflik kecil
namun dapat berpengaruh besar, sebagian kecil kader HMI Cabang Ciputat mencari alternatif untuk menjaga iklim tradisi intelektual dengan membentuk
lembaga atau kelompok-kelompok studi. Formaci yang didirikan oleh aktivis pemikir seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi dan Budhy Munawar Rahman.
Kemudian kelompok studi Respondeo yang dimotori oleh Ade Komarudin dan Naufal Romzi. Lalu ada kelompok studi Flamboyan yang dimotori oleh Ida
Farida, sastrawan Jamal D. Rahman, dan Idris Thaha. Dan kelompok studi lainya seperti Dialektika, Prasasti dan lain-lain. Selain keadaan yang demikian
pembentukan HP2M di atas juga menginspirasi pembentukan kelompok- kelompok studi ini. Kelompok-kelompok studi bentukan kader-kader HMI
Cabang Ciputat ini tampaknya telah menjadi “breeding grounds” penerus bagi kemunculan kaum intelektual berikutnya.
32