Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.14
perbankan, sarana komunikasi, pos keamanan, biro perjalanan wisata BPW, ketersediaan air bersih dan listrik.
d. Aktivitas
French 1996: 124 menyebutkan bahwa aktivitas adalah “…what
the tourist does at the destination area.” Aktivitas yang beraneka ragam bagi wisatawan dapat menyebabkan lama tinggal
wisatawan yang lebih panjang yang dapat meningkatkan pengeluaran wisatawan. Selanjutnya, aktivitas yang dilakukan
oleh wisatawan dapat menimbulkan aktivitas usaha yang dapat dikerjakan oleh penduduk setempat. Aktivitas usaha tersebut
dapat berupa penjualan jasa maupun barang kepada wisatawan. Menurut Murphy
1995: 46 aktivitas dapat digolongkan menjadi: 1
appreciative, seperti sightseeing, hiking, photography, enjoying the outdoors; 2 extractive-symbolic, seperti fishing, picking
berries, collecting rocks, bird hunting; 3 passive-free play, seperti resting and relaxing, getting away from the city, camping, cooking,
reading, enjoying camp-fires, playing cards; 4 sociable-learning, seperti
visiting friends and relatives, shopping, meeting people, drinking, partying, nature study; dan 5 active-expressive, seperti
swimming, canoeing, beach activities, children’s play, boating. Selain kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan pada saat
mengunjungi daya tarik wisata, aktivitas juga mengacu pada kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat setempat selaku
“tuan rumah” untuk menyediakan layanan atau jasa kepada wisatawan sehingga kegiatan ini menimbulkan dampak berupa
keuntungan ekonomi bagi peningkatan pendapatan serta manfaat sosial budaya bagi kawasan. Banyaknya atau beragamnya
aktivitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan akan berpengaruh pada banyaknya aktivitas ekonomi atau kegiatan usaha yang
dapat dilakukan oleh masyarakat setempat.
Penyusunan Rencana Tapak Kawasan Wisata Lereng Gunung Lawu 2011
II.15
2. Pendekatan 3E
Di samping menggunakan pendekatan 4A, pengembangan kawasan wisata lereng Gunung Lawu di Kabupaten Ngawi perlu juga
direncanakan dengan menggunakan pendekatan 3E Ekologi, Ekonomi, dan Edukasi. Dalam kontek perencanaan pengembangan
kawasan wisata, pendekatan 3E digunakan sebagai pijakan untuk menjaga keseimbangan antara pola pengembangan pariwisata
dengan karakteristik ekologi atau lingkungan alam dan budaya yang dimiliki, mengutamakan aspek pendidikan dalam rangka mengelola
lingkungan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan serta menekankan pada upaya mengembangkan perekonomian daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini mengingat lokasi kawasan yang berada di daerah pegunungan yang memiliki
lingkungan rentan untuk menciptakan dampak bagi kawasan itu sendiri maupun bagi kawasan di sekitarnya.
Berkaitan dengan ekologi atau lingkungan, dalam banyak hal
pariwisata mengandalkan modal utamanya pada lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan budaya. Dengan kata lain tanpa
keberadaan unsur-unsur lingkungan tersebut pariwisata akan kehilangan aset atau modal dasar. Oleh karena itu unsur-unsur
ekologi yang menjadi modal utama pariwisata harus dipelihara dan dijaga kelestariaanya agar dapat berfungsi secara berkelanjutan. Baik
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang diharapkan dapat menikmati aset tersebut dengan kualitas yang sama atau tidak
terdegradasi. Unsur
edukasi merupakan elemen penting untuk mendukung
pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau destinasi. Adanya upaya untuk memberikan informasi dan edukasi atau ‘pendidikan’,
baik kepada wisatawan maupun kepada masyarakat setempat, dapat membantu menjaga kelestarian ekologi yang menjadi aset
pembangunan pariwisata. Oleh karena edukasi atau pendidikan sangat diperlukan agar wisatawan maupun masyarakat setempat