Debat Isu Global dan Pembangun- an Berkelanjutan
Debat Isu Global dan Pembangun- an Berkelanjutan
Tidak berselang lama setelah dilak- sanakannya Konferensi Stockholm (2-6 Juni 1972 dan 5 Juni ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup sedunia), dunia diguncang dengan diterbitkannya se- buah buku berjudul "The Limit To Growth". Buku yang ditulis oleh ilmu- wan-ilmuwan terkemuka dunia yang menyebut dirinya the Club of Rome, mengemukakan prediksinya bahwa planet bumi ini akan kolaps, dan ben- cana besar ini akan terjadi karena per- tumbuhan penduduk yang tak terken- dali, ekspansi industri ke seluruh muka bumi, stok sumber daya alam yang su- dah aus, perusakan lingkungan, dan menyusutnya cadangan pangan. Mere- ka yang tergabung dalam the Club of Rome oleh ilmuwan lain disebut "Neo Malthusian".
Konflik kemudian muncul di tingkat global antara keinginan sebagian dari mereka di negara-negara Barat dan para teknokrat penyusun kebijakan pemba- ngunan. Konflik tersebut menjadi isu sentral dalam forum pertemuan inter- nasional. Kebutuhan untuk melaksana- kan pembangunan di negara-negara miskin di dunia ketiga bukanlah priori- tas apabila akan menjadikan bumi ko- laps. Konflik ini tampak sangat jelas di
Percik Oktober 2006 24
"World Population Conference in 1974" dan terus berlanjut menjadi pokok perdebatan pada tahun 1980-an. Pemecahan dari debat berkepanjangan ini adalah lahirnya gagasan mengenai pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan difor- malkan oleh World Commission on En- vironment and Development atau "Ko- misi Brundlantland" yang dibentuk oleh majelis umum PBB sebagai hasil reso- lusi yang dikeluarkan pada tahun 1983. Komisi yang diketuai Perdana Menteri Norwegia tersebut menghasilkan lapo- ran berjudul Our Common Future atau Bruntland Report. Dari sinilah konsep pembangunan berkelanjutan diperke- nalkan kepada seluruh bangsa di dunia. Beberapa pesan dari pelaksanaan pem- bangunan berkelanjutan di antaranya adalah:
Mengurangi kemiskinan di dunia ketiga Mengurangi konsumsi sumber da- ya dan produksi limbah di negara maju
Kerja sama global dalam menang- gulangi masalah lingkungan Sebuah peristiwa monumental dise- lenggarakan empat tahun sesudah di- terbitkannya buku Our Common Future pada tahun 1987, yaitu konferensi pun-
cak bumi yang dilaksanakan di Rio De Jainero pada bulan Juni 1992. Konfe- rensi ini dihadiri 197 negara dan ribuan pejabat senior pemerintah, pejabat PBB, organisasi-organisasi internasion- al, dan NGO. Konferensi ini mengha- silkan dokumen yang disebut Agenda
21 yang berisi rencana tindak mengenai pembangunan berkelanjutan. Gagasan sederhana dari pembangunan berkelan- jutan adalah mengintegrasikan tujuan kegiatan ekonomi dengan lingkungan dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pada saat yang sama memperbaiki kualitas lingkungan.
Meskipun dukungan politik sangat kuat akan tetapi gagasan pembangunan berkelanjutan masih tetap mengandung kontroversi. Sementara ilmuwan ling- kungan, gagasan pembangunan berke- lanjutan dituduh sebagai upaya me- redam isu dan tumbuhnya kesadaran lingkungan yang sudah mulai mengglo- bal. Beberapa ahli ekologi ada di pihak ini. Semakin kuatnya gerakan lingkung- an dengan berbagai nama seperti: "En- vironmental movements", "conserva- tionist Movements" atau "Green Move- ments" dicoba untuk diakomodasi oleh para teknokrat yang paling bertanggung jawab terhadap program/kebijakan pembangunan. Para ilmuwan itu me-
ngatakan bahwa gagasan pembangun- an berkelanjutan hanyalah upaya mem- pertahankan kedudukan manusia untuk tetap mendominasi alam (Anthro- pocentric), dan memantapkan kedu- dukannya sebagai master atau manager bukan sebagai bagian integral dari alam raya ini. Dengan memegang filosofi se- perti itu, manusia bisa mengeksploitasi alam dengan tanpa rasa bersalah. Tu- juan akhirnya adalah mendapatkan ke- untungan ekonomi yang sebesarnya dan peningkatan taraf hidup manusia, pada- hal dalam jangka panjang apabila eks- ploitasi terus dilakukan dan meningkat, bencana alam sudah pasti akan terjadi. Sebagai misal, perhitungan akan da- tangnya pemanasan global dan peru- bahan cuaca merupakan perkiraan de- ngan ketepatan yang tinggi, lebih mu- dah dari meramalkan akan datangnya hujan. Eksploitasi hutan secara sembro- no, tanpa pemulihan, tanpa konservasi, akan mengakibatkan banjir dan longsor di mana-mana sementara pada musim kemarau akan terjadi kekeringan pan- jang. Dalam jangka panjang akan terja- di proses penggurunan.
Pada kubu yang lain berdiri para ahli ekonomi yang berpandangan bah- wa tidak ada alasan untuk secara khusus memperhitungkan aspek lingkungan dalam kegiatan ekonomi. Mereka ber- alasan bahwa posisi spesies manusia sebagai master itu merupakan kenya- taan yang tak terbantah. Penganut mahzab pasar bebas tetap pada keya- kinannya bahwa pasar bebas dengan mekanisme invisible hand-nya akan mampu dengan sendirinya menanggu- langi kelangkaan atau punahnya sum- ber daya. Seiring dengan langkanya sumber daya, harga akan meningkat dan permintaan akan dengan sendi- rinya menurun, manusia akan berhemat dengan sendirinya. Dengan naiknya harga, maka manusia akan berupaya mencari alternatif sumber daya peng- ganti.
Tidak terlalu sulit untuk melihat
Percik Oktober 2006
25
FOTO: SEMARANG.GO.ID
bahwa pada akhirnya akan terjadi pro- ses keseimbangan antara penganut kon- servasionis yang ekstreem di satu sisi dan penganut ekonomi pasar bebas pada pihak lainnya. Terinspirasi dari dua kubu ekstrim, belakangan muncul disiplin ilmu baru yaitu ilmu ekonomi lingkungan, yang mencoba memasuk- kan biaya eksternal yang dibebankan kepada lingkungan menjadi biaya in- ternal.
Perbedaan pendapat masih terus berlanjut, terutama ketika mereka berdiskusi mengenai konsep keberlan- jutan yang menyangkut capital stock. Bagi para ahli ekonomi keberlanjutan berarti mempertahankan stok modal, paling tidak jumlahnya tetap atau bahkan meningkat. Di sini kapital di- artikan sebagai human-made capital. Sedangkan bagi ahli ekologi yang dise- but kapital itu, sumber daya alam. Bagi ahli ekologi keberlanjutan itu berarti sumber daya alam jumlahnya tetap, tidak berkurang, sedangkan bagi peng- anut ekonomi pasar bebas baik sumber daya terbaharui maupun tak terbaharui boleh digunakan untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Bagi beberapa penganut konservasio- nis ekstreme mewujudkan kesejahtera- an dengan cara mengorbankan sumber daya alam tak dapat disebut sebagai ke- majuan. Pendapatan yang didapat dari pembangunan ekonomi namun meng- akibatkan kerusakan lingkungan tak bi- sa disebut pendapatan. Pembangunan ekonomi yang berakibat pada timbulnya degradasi lingkungan atau mengon- sumsi modal sumber daya alam tanpa pemulihan tak bisa disebut pemba- ngunan ekonomi berkelanjutan.
Sebagaimana dimaklumi, sumber daya alam yang terbaharui pun juga mengalami keausan. Dalam rangka mencegah kerusakan, manusia me- ngembangkan jenis kapital baru yang disebut "cultivated natural capital", yaitu campuran antara man-made capi- tal dan natural capital. Jenis kapital ini sangat strategis untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Beberapa con- toh adalah: penanaman tanaman hu- tan (penghutanan), budidaya perikan- an, budidaya binatang ternak, dan rekayasa genetika, yang secara dramatis bisa meningkatkan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ini bisa mengurangi tekanan kerusakan ter- hadap lingkungan.
Debat panas tersebut mengungkap- kan bahwa pembangunan ekonomi harus sejalan dengan pembangunan yang keberlanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangun- an jangka panjang yang berlangsung terus menerus yang dilaksanakan de- ngan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pelaksa- naannya juga tidak diperkenankan menimbulkan kerusakan pada stok sumberdaya alam sehingga generasi mendatang bisa memenuhi kebutuhan- nya. Pembangunan akan memerlukan stok kapital dan juga kapital sumber daya alam atau lingkungan. Kapital buatan seperti bangunan, jalan, mesin dan lainnya, dan social capital seperti institusi, organisasi, budaya, dan seba- gainya.
Debat antara dua kubu ekstrim tetap belum berhenti juga. Kaum konseva- sionis ekstrim menekankan bahwa per-
tumbuhan ekonomi harus dihentikan, dan tak ada lagi usaha untuk mengubah kondisi kegiatan ekonomi subsisten. Kapital buatan manusia tak akan bisa menggantikan kapital alam yang sangat esensial bagi sistem keberlangsungan kehidupan.