d. Hormophysa H. triquesa, hidup menempel pada batu dengan alat pelekatnya
berbentuk cakram kecil. Alga ini hidup bercampur dengan Sargassum dan Turbinaria dan hidup di rataan terumbu.
e. Hydroclathrus H. clatratus, tumbuh melekat pada batu atau pasir di daerah
rataan terumbu dan tersebar agak luas di perairan Indonesia. f.
Padina P. australis, tumbuh menempel pada batu di daerah rataan terumbu, baik di tempat terbuka, di laut maupun di tempat terlindung. Alat pelekatnya
yang melekat pada batu atau pada pasir, terdiri dari cakram pipih, biasanya terbagi menjadi cuping-cuping pipih 5
– 8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih dan pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari
selusin daun berbentuk kipas. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih. g.
Sargassum terdapat teramat melimpah mulai dari air surut pada pasang-surut bulan setengah ke bawah. Alga ini hidup melekat pada batu atau bongkahan
karang dan dapat terlepas dari substratnya selama ombak besar dan menghanyut ke permukaan laut atau terdampar di bagian atas pantai. Warnanya
bermacam-macam dari coklat muda sampai coklat tua. Alat pelekatnnya terdiri dari cakram pipih. Di perairan Indonesia tercatat tujuh jenis, yakni:
S. polycystum, S. plagiophyllum, S. duplicatum, S. crassifolium, S. binderi, S. echinocarpum, dan S. cinereum.
h. Turbinaria terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni T. conoides, T. decurrens,
dan T. ornate. Alga ini mempunyai cabang-cabang silindris dengan diameter 2
– 3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1 - 1,5 cm panjangnya. Alga ini terdapat di pantai berbatu dan paparan terumbu.
2.4. Ekologi Pesisir Pantai
Kawasan pesisir pantai merupakan tempat peralihan antara daratan dan laut, kawasan pesisir pantai ini ditandai oleh kelandaian gradient perubahan ekologi
yang tajam. Menurut Pariwono 1996 , dalam Fachrul 2007, Kawasan ini juga berfungsi sebagai zona penyangga buffer zone bagi banyak hewan bermigrasi
ikan, udang, ataupun burung untuk tempat mencari makan, berkembangbiak, dan membesarkan anaknya. Wilayah pesisir mencakup berbagai jenis habitat dan
menjadi tempat berkumpulnya beranekaragam genetik dan spesies, menyimpan
dan mengedarkan nutrien, menyaring bahan pencemar dari daratan dan melindungi pantai dari erosi dan badai. Selain itu, wilayah pesisir menjadi daya
tarik bagi manusia untuk menghuninya dan menggunakannya sebagai area rekreasi dan pariwisata Tahir, 2012.
Wilayah pesisir yang dimaksud di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang
dan angin laut. Sebagai ekosistem yang unik wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang tinggi, sehingga wilayah ini menjadi tempat
terkonsentrasinya berbagai kegiatan manusia. Akibat aktivitas manusia yang tinggi dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap
kerusakan lingkungan. Kerusakan wilayah pesisir akan berpengaruh besar pada wilayah lainya Fachrul, 2007.
Ekosistem pesisir menyediakan pilihan yang sangat beragam terhadap barang komoditas dan jasa, menjadi lokasi pelabuhan niaga, penghasil ikan,
kerang-kerangan, krustase dan makroalga. Wilayah pesisir didefenisikan mencakup area pasang surut, berada tepat di atas atau pada paparan benua
continental shelf hingga kedalaman 200 meter, yang selalu mendapat aliran air laut dan merupakan daerah setelah daratan ke arah laut Tahir, 2012.
Pada kawasan pesisir terdapat zona pantai yang merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, berupa pinggiran yang
sempit. Wilayah ini disebut zona intertidal Nybakken, 1992. Dalam wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumber daya. Kisaran tentang
geografis intertidal seperti yang dikemukakan oleh Nybakken 1992 adalah: pantai berbatu, pantai berpasir dan pantai berlumpur.
2.4.1. Pantai berbatu
Zona pesisir yang tersusun dari bahan keras, mengandung keragaman flora dan fauna serta organisma monoseluler lainnya. Zona ini bersifat khas dan
kekhasannya tergantung pada geografis. Tumbuhan vertikal dan zona intertidal saling berkaitan bentuk dan sifatnya. Fenomena pesisir dan proses terjadinya zona
ini dapat menjadi refleksi toleransi organisme terhadap peningkatan keterbukaan komponen abiotik seperti udara terbuka, suhu yang ekstrim dan kekeringan.
Selain itu terdapat faktor biologis yang dominan diantaranya persaingan dan pemangsa.
2.4.2. Pantai berpasir
Zona ini bukan zona habitat tetapi tidak terpisahkan dari keseluruhan zona pesisir. Pantai pasir intertidal terdapat di seluruh zona pesisir seluruh dunia.
2.4.3. Pantai berlumpur
Pantai berlumpur terbatas pada zona pesisir yang terlindung dari aktivitas gelombang laut. Pantai berlumpur adalah habitat bagi makrofauna yang secara
dominan terdiri dari mollusca dan crustacea diantaranya adalah udang. Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau mangrove. Guguran
daun dan ranting sebagai bahan organik mempersubur perairan pantai sehingga banyak dihuni hewan antara lain jenis ikan dan udang. Habitat ini rentan terhadap
pencemaran yang di lakukan oleh aktivitas manusia di daratan yang membuang limbah ke sungai diteruskan ke pantai dan secara signifikan mencemari perairan
laut pada kawasan pesisir.
2.5. Pencemaran Pesisir