Selain itu terdapat faktor biologis yang dominan diantaranya persaingan dan pemangsa.
2.4.2. Pantai berpasir
Zona ini bukan zona habitat tetapi tidak terpisahkan dari keseluruhan zona pesisir. Pantai pasir intertidal terdapat di seluruh zona pesisir seluruh dunia.
2.4.3. Pantai berlumpur
Pantai berlumpur terbatas pada zona pesisir yang terlindung dari aktivitas gelombang laut. Pantai berlumpur adalah habitat bagi makrofauna yang secara
dominan terdiri dari mollusca dan crustacea diantaranya adalah udang. Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau mangrove. Guguran
daun dan ranting sebagai bahan organik mempersubur perairan pantai sehingga banyak dihuni hewan antara lain jenis ikan dan udang. Habitat ini rentan terhadap
pencemaran yang di lakukan oleh aktivitas manusia di daratan yang membuang limbah ke sungai diteruskan ke pantai dan secara signifikan mencemari perairan
laut pada kawasan pesisir.
2.5. Pencemaran Pesisir
Perairan pesisir adalah zona daratan yang paling akhir dan zona lautan paling awal transisi. Seperti sebuah keranjang sampah, setiap limbah yang diangkut oleh
sungai dari daratan dimuntahkan di kawasan ini. Pencemaran pesisir mempunyai dampak negatif bagi kehidupan biota, sumber daya dan kenyamanan amanities
ekosistem laut serta kesehatan manusia Nontji, 1993. Estetika dan kualitas biotik pasti menurun dan terancam sebagai akibat pencemaran dan aktivitas ekploitasi
yang tidak terkontrol. Kerugian besar sesungguhnya mengancam kehidupan manusia jika kelestarian dan keseimbangan dalam keseluruhan zona diabaikan.
Bentuk dampak dari pencemaran adalah berupa sedimentasi, eutrofikasi, anoxia kekurangan oksigen, masalah kesehatan umum, kontaminasi elemen berbahaya
dalam rantai makanan, keberadaan spesies asing, dan kerusakan fisik habitat Dahuri, et al., 2004.
Menurut UNEP 1990 dalam Dahuri, et al., 2004, sebagian besar ± 80 pencemaran darat oleh aktivitas manusia berpengaruh besar terhadap pencemaran
di pesisir dan lautan. Limbah dan pencemaran oleh aktivitas penduduk dan limbah rumah tangga yang terdistribusi secara sembarangan ternyata mengandung
mikroorganisme, diantaranya bakteri, virus, fungi dan protozoa yang bersifat patogen. Mikroorganisme patogen ini menyebar dengan cepat dapat bertahan pada
perubahan faktor kimia dan fisik yang ekstrim. Menurut Eisherth 1990, mengelompokkan empat kategori limbah yang
dapat mencemari wilayah pesisir, yaitu: 1 pencemaran limbah industri, 2 limbah sampah domestik swage pollution yang umumnya mengandung bahan
organik, 3 pencemaran sedimentasi sedimentation pollution akibat erosi di daerah hulu sungai, 4 pencemaran oleh aktivitas pertanian yakni oleh
penggunaan pestisida.
2.6. Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Pengaruh faktor-faktor lingkungan tersebut baik secara tersendiri maupun berkombinasi terhadap vegetasi tumbuhan alga makro akan tercermin dari kondisi
keanekaragaman dan kelimpahan jenis, produktivitas dan reproduksitivitas pertumbuhannya. Faktor-faktor pencahayaan kecerahan , suhu, substrat kondisi
dasar perairan, arus gerakan air, salinitas dan pencemaran merupakan faktor penting dalam penentuan diversitas dan kualitas pertumbuhan alga makro
Atmadja, 1999. Pada suatu perairan hidup bermacam-macam organisme, dari yang
berukuran kecil sampai besar. Kehidupan organisme air sangat tergantung pada faktor fisik dan kimia air. Faktor fisik dan kimia air yang sangat berpengaruh
terhadap organisme air berbeda dengan faktor iklim dan faktor fisik-kimia tanah. Perubahan faktor fisik-kimia air dapat menyebabkan kematian bagi organisme air.
Perubahan yang terjadi dapat disebabkan karena limbah pabrik dan industri di sekitar perairan yang mempengaruhi faktor fisik dan kimia Suin, 2002.
2.6.1. Suhu
Menurut Nybakken 1988, suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Tetapi ada juga organisme yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah batas-batas tersebut, misalnya
ganggang hijau-biru. Menurut Brehm dan Meijering 1990 dalam Barus 2004 menyatakan bahwa suhu perairan dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti
pembuangan limbah panas yang berasal dari mesin suatu pabrik yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air langsung terkena
cahaya matahari secara langsung. Direktorat Jendaral Perikanan Budidaya 2009 mengatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan alga berkisar 20 - 30
C. Semakin naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air
menjadi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi Barus, 2004.
2.6.2. Salinitas
Salinitas pada berbagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari daerah pantai variasinya sempit saja, biasanya antara 34-37
o oo
, dengan rata-rata 35
o oo
. Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi.
Salinitas lautan di daerah tropik lebih tinggi karena evaporasi lebih tinggi, sedangkan pada lautan di daerah beriklim sedang salinitasnya rendah karena
evaporasi lebih rendah Nybakken, 1988. Halimeda macroloba adalah salah satu jenis alga yang bersifat stenohaline. Ia tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas
yang tinggi. Salinitas yang baik terhadap kehidupan makroalga berkisar antara 28-35 ppt Direktorat Jendaral Perikanan Budidaya, 2009.
Salinitas juga mempengaruhi penyebaran makroalga di lautan. Makroalga yang mempunyai toleransi yang besar terhadap salinitas eurihalin akan tersebar
lebih luas dibandingkan dengan alga makro yang mempunyai toleransi yang kecil terhadap salinitas stenohalin Alam, 2011.
2.6.3. Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian
lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air maka intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan
yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif Barus, 2004. Mutu dan kuantitas cahaya dapat berpengaruh terhadap produksi spora dan
pertumbuhannya. Spora gelidium dapat dirangsang oleh cahaya hijau, sedangkan cahaya biru menghambat pembentukan zoospora, misalnya pada protosiphon.
Pembentukan zoospora dan pembelahan sel dapat terangsang oleh cahaya merah berintensitas tinggi. Intensitas cahaya tinggi misalnya merangsang persporaan
Eucheuma. Kebutuhan cahaya pada alga merah agak rendah dibanding alga coklat. Persporaan Gracilaria verrucosa misalnya berkembang biak pada
intensitas cahaya 400 lux, sedangkan Ectocarpus tumbuh cepat pada intensitas cahaya antara 6500-7500 lux Aslan, 1991.
2.6.4. Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya yang terbentuk akan berbeda pada sistem ekosistem air berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu
titik pada lapisan air, cahaya matahari mencapai nilai minimum menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan Barus, 2004.
Penetrasi cahaya matahari yang terbatas akan membatasi kemampuan makro alga dalam melakukan fotosintesis. Kecerahan mempengaruhi tingkat
produktifitas perairan, semakin rendah tingkat kecerahan semakin kecil proses fotosintesis yang terjadi pada organisme produsen. Kehadiran dan kelimpahan
alga akan berkurang pada tempat-tempat yang lebih dalam dibandingkan dengan daerah yang lebih dangkal. Kehadiran dan kelimpahan alga makro di daerah
terumbu karang, tampaknya berkurang pada tempat-tempat yang lebih banyak cahaya menembus dan memperlancar proses fotosintesis yang mengakibatkan
akan bertambah baik dan berlimpahnya alga yang tumbuh di tempat tersebut Atmadja, 1999.
2.6.5. Derajat Keasaman pH
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat dan melepaskan sejumlah ion hydrogen akan
menunjukkan apakah larutan bersifat asam atau basa Wibisono, 2005. Derajat keasaman perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan makroalga. Nilai pH sangat menentukan molekul karbon yang dapat digunakan makro alga untuk fotosintesis. pH yang baik untuk pertumbuhan alga
hijau dan alga coklat berkisar antara 6 hingga 9. Beberapa jenis alga toleran terhadap kondisi pH yang demikian Bold et al., 1985.
2.6.6. Oksigen Terlarut Dissolved OxygenDO
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme Suin, 2002. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan
dengan kadar oksigen di udara yang sangat mempunyai konsentrasi sebanyak 21 volume air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 volum saja. Sumber
utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Nilai
oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman yang dipengaruhi oleh temperatur dan juga aktivitas fotosintesis dari tumbuhan
yang menghasilkan oksigen Barus, 2004.
2.6.7. BOD
5
Biologycal Oxygen Demand
Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.
Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka dapat dikatakan bahwa kandungan bahan
buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi Kristanto, 2002 . Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari
bahan-bahan organik seperti limbah rumah tangga yang dapat diuraikan secara biologis dan mungkin beberapa bahan anorganik. Polutan semacam ini berasal
dari berbagai sumber seperti kotoran hewan maupun manusia, tanaman-tanaman mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan industri dan sebagainya
Agusnar, 2007.
2.7. Substrat