Chlorophyceae alga hijau memiliki vegetasi terbesar diantara kelas lainnya mengandung klorofil a dan b, serta karotenoid. Pada umumnya,tumbuh secara
bergerombol atau berumpun. Keberadaannya dapat dijumpai di paparan terumbu karang dan hidup menancap atau menempel pada substrat dasar perairan laut
seperti karang mati, fragment karang, dan pasir. Namun pemanfaatannya saat ini belum dilakukan secara optimal. Sedangkan kelompok alga coklat memiliki
bentuk yang bervariasi dan sebagian besar jenis-jenisnya berwarna coklat atau pirang karena mengandung klorofil a, karotin, xantofil, dan fikosantin. Warna
tersebut tidak berubah walaupun alga ini mati atau kekeringan. Perairan Pantai Gamo menjadi tempat terkonsentrasinya aktivitas
masyarakat setempat, karena dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman, pertanian, dan kegiatan nelayan. Hal ini mengakibatkan faktor fisik kimia perairan
mengalami penurunan kualitas dan habitat Chlorophyta alga hijau dan Phaeophyta alga coklat mengalami kerusakan karena aktivitas seperti mencari
ikan dan memanfaatkan perairan tersebut sebagai tempat pemberhentian kapal- kapal nelayan, aktivitas warga setempat yang membuang limbah domestik
langsung ke badan air serta limbah pertanian dan sisa penggunaan pestisida. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang keragaman Chlorophyta alga hijau
dan Phaeophyta alga coklat di perairan pantai Gamo Desa Sisarahili Gamo Kota Gunungsitoli Nias.
1.1. Permasalahan
Perairan Pantai Gamo merupakan perairan yang cukup luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai aktivitas seperti aktivitas nelayan,
pemukiman penduduk, dan juga daerah pertanian. Berbagai aktivitas tersebut memberi pengaruh buruk terhadap faktor fisik kimia dan keragaman Chlorophyta
alga hijau dan Phaeophyta alga coklat di perairan tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai keragaman Chlorophyta alga hijau dan
Phaeophyta alga coklat di perairan pantai Gamo ini.
1.2. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui keragaman Chlorophyta alga hijau dan Phaeophyta alga coklat
di Perairan Pantai Gamo Desa Sisarahili Gamo Kota Gunungsitoli. b.
Mengetahui kerapatan relatif, frekuensi relatif, penutupan relatif, dan indeks nilai penting tertinggi pada stasiun penelitian.
c. Mengetahui hubungan keragaman Chlorophyta dan Phaeophyta dengan
kondisi fisik kimia perairan Pantai Gamo Desa Sisarahili Gamo Kota Gunungsitoli.
1.3. Hipotesis
a. Terdapat perbedaan keragaman Chlorophyta alga hijau dan Phaeophyta alga coklat pada tiga stasiun pengamatan di Perairan Pantai Gamo.
b. Terdapat hubungan antara keragaman alga hijau dan alga coklat dengan faktor fisik kimia di Perairan Pantai Gamo.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai sumber informasi mengenai keragaman Chlorophyta dan Phaeophyta
yang dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya. b.
Sebagai informasi bagi berbagai pihak yang membutuhkan data mengenai keragaman Chlorophyta dan Phaeophyta serta kondisi lingkungan Perairan
Pantai Gamo Desa Sisarahili Kota Gunungsitoli.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Makroalga
Alga tumbuhan ganggang merupakan tumbuhan thallus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab
atau basah. Alga yang hidup di air ada yang bergerak aktif, ada yang tidak. Jenis- jenis yang hidup di air, terutama yang tubuhnya ber sel tunggal dan dapat
bergerak aktif merupakan penyusun plankton, tepatnya fitoplankton. Walaupun tubuh ganggang menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar, tetapi semua
selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida, dan dalam plastidnya terdapat zat- zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil-a atau klorofil-b atau kedua-duanya selain
derivat klorofil terdapat pula zat warna lain inilah yang justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan kelompok ganggang tertentu diberi nama
menurut warna tersebut. Zat warna tersebut berupa fikosianin berwarna biru, fikosantin berwarna pirang, fikoeritrin berwarna merah. Di samping itu juga
dapat ditemukan zat-zat warna santofil, dan karoten Tjitrosoepomo, 2005. Perkembangbiakan makroalga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan thallus dan secara generatif dengan thallus diploid yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara
setek, yaitu potongan thallus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru. Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik
alamiah maupun budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang
mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit Anggadiredja et al., 2009.
Pada thallophyta spora benar-benar merupakan alat reproduksi, yaitu sebagai calon-calon individu baru. Sifat gamet yang beranekaragam, demikian
pula gametangiumnya, menyebabkan perbedaan-perbedaan pula dalam terjadinya peleburan sel-sel kelamin itu. Istilah-istilah yang bertalian dengan cara
perkembangbiakan seksual pada tumbuhan thallus seperti misalnya: isogami,
anisogami, gametangiogami, dan oogami, mencerminkan adanya perbedaan- perbedaan tersebut Tjitrosoepomo, 2005.
Alga dimasukkan ke dalam divisi Thallophyta tumbuhan berthallus karena mempunyai kerangka tubuh morfologi yang tidak berdaun, berbatang, dan
berakar, semuanya terdiri dari thallus batang saja. Sampai kini Thallophyta memiliki 7 fila yaitu Euglenophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Pyrrophyta,
Phaeophyta, Rhodophyta, dan Cryptophyta. Untuk menentukan divisi dan mencirikan kemungkinan hubungan filogenetik di antara kelas secara khas dipakai
komposisi plastida pigmen, persediaan karbohidrat, dan komposisi dinding sel Aslan, 1991.
Makroalga yang berukuran besar tergolong dalam tiga kelompok besar, yaitu Chlorophyceae alga hijau, Phaeophyceae alga coklat dan Rhodophyceae
alga merah. Sebagai produsen primer, kelompok alga ini juga menfiksasi bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya matahari yang dimanfaatkan
langsung oleh herbivor Asriyana dan Yuliana, 2012.
2.2. Chlorophyceae Alga Hijau