LATAR BELAKANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. LATAR BELAKANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan- aturan guna mensejahterahkan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, masing- masing ada hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan menyejahterahkan masyarakat secara luas dapat tercapai. Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat 1960- 1970-an mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Banyak sekali artikel dan buku yang ditulis berkenaan dengan gerakan ini. Di amerika serikat bahkan pada era tahun – tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan dijatuhkan putusan- putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen. Fokus gerakan perlindungan konsumen konsumerisme dewasa ini sebenarnya masih paralel dengan gerakan pertengahan abad ke- 20. Di indonesia, gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di amerika serikat. YLKI yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 mei 1973. Gerakan di indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan, bahkan mendahukui 12 Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ECOSOC No. 2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen. 9 Adapun yang membelatar belakangi lahirnya hukum perlindungan konsumen ini, antara lain : 1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas Negeri- negeri yang sekarang ini disebut negara- negara maju telah menempuh pembangunannya melalui tiga tingkat : unifikasi, industrilalisasi, dan negara kesejahterahan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, pejuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirnya pada tingkat ketiga tugas negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrilalisasi, membetulkan kesalahan- kesalahan pada tahap- tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahterahan masyarakat. Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungan konsumen sejak lama dikenal di dunia barat. Organisasi dunia seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan keluarnya Resolusi Perserikatan Bangsa- Bangsa No. 39 248 Tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi : a. Perlindungan konsumen dari bahaya- bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya; 9 Shidarta, Hukum Perlindungan konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000, hlm. 29 b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi; d. Pendidikan konsumen; e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya mempertahankan pelanggan konsumen atau mempertahankan pasar atau memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha . Persaingan yang semakin ketat ini juga dapat memberikan dampak negatif terhadap konsumen pada umumnya. 2. Hubungan antara Produsen dan Konsumen Secara umum dan mendasar, hubungan antara produsen dengan konsumen merupakan hubungan yang terus- menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling mengkhendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan yang lain. 10 Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran dan penawaran. Hal tersebut secara sistematis dimanfaatkan oleh produsen dalam suatu sistem distribusi dan 10 Sri Redjeki Hartono, op. Cit.,hlm. 36. pemasaran produk barang guna mencapai tingkat produktivitas dan efektifitas. Kemudian, dengan semakin meningkatnya permintaan dari konsumen akan suatu barang menuntut produsen untuk meningkatkan produktivitasnya secara massal, maka peran negara sangat dibutuhkan dalam rangka melindungi kepentingan konsumen pada umumnya. Perlunya undang- undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen. Secara tidak langsung, hukum ini mendorong produsen untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab, sedangkan secara langsung untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen. Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya perlindungan konsumen di Indonesia tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan hak. Bertolak dari keadaan yang demikian, perlindungan hukum terhadap hak konsumen tidak dapat diberikan oleh satu aspek hukum saja, melainkan oleh sistem perangkat hukum yang mampu memberikan perlindungan yang simultan dan kompherenshif sehingga terjadi suatu persaingan yang jujur yang secara langsung atau tidak langsung menguntungkan konsumen. B. PENGERTIAN KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Istilah konsumen dapat kita jumpai dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen Undang- undang No. 8 Tahun 1999 atau yang sering disebut dengan UUPK , yakni terdapat dalam Pasal 1 , butir 2 bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk idup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan dengan 2 dua rancangan undang- undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan Undang- Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa : 11 “ Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali. “ Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik Undang- Undang Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Rancangan Akademik yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan. 12 Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “ korban produk yang cacat “ yang bukan hanya meliputi pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa pengertian konsumen bersumber dari Product Liability Directive selanjutnya disebut 11 Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan Pemikiran Tentang Rancangan Undang- Undang Perlindungan Konsumen, Yayasan Lembaga konsumen, Jakarta, 1981, hlm. 2. 12 Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, Rancangan Akademik Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 a. hal 57 Directive sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Dirrective tersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian karena kematian atau cedera atau kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri 13 Di spanyol, konsumen diistilahkan tidak hanya individu orang , tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. . 14 Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan pengertian yang luas, seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, “ Consumers by definition Include us all “. Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga diberikan unsur terhadap definisi konsumen, yaitu : 1. Setiap orang Disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berperan sebagai pemakai barang atau jasa. Istilah “ orang sebetulnya tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan , namun konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada badan hukum. Dalam UUPK digunakan kata “ pelaku usaha“ 2. Pemakai 13 Nurhayati Abbas, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya, Makalah, Elips Project, Ujungpandang, 1996, hlm. 13. 14 Tim FH Depdagri, Op. Cit, hal. 58 Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang perorangan atau badan usaha yang mengkonsumsi jasa dan atau jasa barang. Jadi yang paling penting terjadinya transaksi konsumen berupa peralihan barang dan atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. 3. Barang dan atau jasa Undang- undang Perlindungan Konsumen UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Yang tersedia dalam masyarakat Barang dan atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasar. Dalam perdagangan yang semakin komplek dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain diluar diri sendiri dan keluarganya . 6. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan batas- batas seperti itu. Dalam pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah pembeli,penyewa, nasabah penerima kredit lembaga jasa perbankan atau asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari para pengusaha 15 Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya konsumen itu pelaksanaannya berhak untuk dilandasi oleh perlindungan hukum atau yang pada kesehariannya dikenal dengan istilah “ hukum perlindungan konsumen “ . Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis, dalam kitab Undang- Undang Hukum Perdata, terdapat subjek- subjek hukum dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam-pakai, dan sebagainya. Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az, Nasution, misalnya berpendapat bahwa hukum konsumen yang memuat asas- asas atau kaidah- kaidah yang mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. 16 15 Az. Nasution, Konsumen Dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 68 Az Nasution mengakui, asas- asas dan kaidah- kaidah hukum yang 16 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000 , hlm 9- 10 mengatur hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum. Menurut business English Dictionary, perlindungan konsumen adalah protecting consumers against unfair or illegal traders. 17 Maka, hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas- asas dan kaidah- kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang- undangan, baik undang- undang maupun peraturan perundang- undangan lainnya serta putusan – putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen. Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya hal – hal yang merugikan konsumen itu sendiri. 18

C. Asas, Prinsip Dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Dokumen yang terkait

Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

1 79 111

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

5 129 137

Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam Hal Kerahasiaan Informal

25 156 79

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh Pt Pos Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di Pt Pos Indonesia Cabang Kabanjahe)

10 145 95

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

KAJIAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL BELI SOFTWARE KOMPUTER DIKAITKAN DENGAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN DITINJAU DARI KUH PERDATA DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI BARANG BEKAS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus di Pasar Loak Shopping Centre Salatiga) SKRIPSI

0 0 115

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN PERUMAHAN BERSUBSIDI DI PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 16