c. Menyerahkan Pas Photo Bewarna terbaru suami-istri masing-
masing 1 satu lembar ukuran 4 x 6. d.
Menyerahkan PBB dan STTS tahun terakhir.
C. Cara Pembayaran Dalam Perjanjian Jual Beli
Salah satu kewajiban utama dari pihak pembeli adalah melakukan pembayaran atas harga rumah yang telah dibelinya. Harga tersebut berdasarkan type dari setiap
rumah yang ada dan telah dipesan sebelum penandatanganan perjanjian jual beli. Dalam melakukan pembayaran ini, pihak penjual memberikan kemudahan atau
fasilitas dalam melaksanakan pembayaran rumah yang telah dibelinya. Adapun kemudahan yang diberikan kepada pembeli adalah sebagai berikut :
1. Pembayaran tunai cash
Dalam pembayaran tunai ini kepada pembeli akan diberikan potongan istimewa.
2. Pembayaran secara bertahap, yaitu :
a. Tahap I ;
Pembeli harus membayar uang muka sebesar 10 sepuluh persen dari harga jual rumah yang diangsur setiap per bulannya selama
jangka waktu yang telah ditentukan. b.
Tahap II ; Pada tahap ini pembeli harus membayar sisanya setelah pembangunan
selesai dilaksanakan. 3.
Pembayaran melalui Kredit Pemilikan Rumah KPR
Pembayaran dilakukan oleh pembeli di tempat pihak penjual atau melalui bank transfer yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
dilaksanakannya pembayaran oleh pembeli maka kewajiban utama dari pembeli telah terpenuhi dan selanjutnya pembeli berhak untuk
memperoleh rumah sesuai dengan jangka waktu penyerahan yang akan dilakukan oleh pihak penjual.
D. Hubungan Konsumen Dan Developer Dalam Kontrak Baku.
dalam praktek bisnis akhir- akhir ini, ada kecenderungan untuk mempergunakan rancangan kontrak perjanjian yang dipersiapkan terlebih dahulu
oleh salah satu pihak . Rancangan kontrak perjanjian telah dipersiapkan itu, berisi hal- hal yang berkaitan dengan ketentuan- ketentuan perjanjian term of condition
dalam wujud pasal- pasal yang sudah dibakukan. Pasal- pasal dari rancangan itu umumnya tidak dapat dirubah lagi. Pada waktu penandatanganan, biasanya para
pihak hanya mengisi hal- hal yang bersifat subjektif, seperti identitas, alamat, dan lain- lain serta tanggal pembuatan kontrakperjanjian. Rancangan kontrak inilah
yang disebut dengan standar kontrak atau perjanjian baku.
32
Istilah standar kontrak adalah terjemahan dari standard contract, yang kemudian dapat di indonesiakan menjadi perjanjian baku atau perjanjian standar.
Kata standar merujuk pada ketentuan- ketentuan kontrakperjanjian term of conditions yang sudah dibakukan, tercetak secara permanent sehinfgga tidak
dapat dirubah lagi. Ketentuan- ketentuan kontrak perjanjian itu sudah standar
32
Janus Sidabalok SH, M.Hum. 2000. Pengantar Hukum Ekonomi. Bina Media,
Medan.h.
yaitu berlaku untuk setiap kontrak perjanjian yang dibuat perusahaan dengan mitra bisnisnya. Setiap kali perusahaan mengikat kontrak perjanjian dengan mitra
bisnisnya, maka berlakulah ketentuan yang sama, tidak ada perbedaan antara satu dengan yang lain.
Melihat jenis, standar kontrak dibedakan menjadi dua macam, yaitu standar kontrak yang dibuat oleh perusahaan princpal- standar kontrak bisnis dan standar
kontrak yang dibuat oleh pemerintah untuk dipergunakan oleh masyarakat standar kontrak publik.
33
Dalam membuat rancangan kontrakperjanjian ini mudah dipahami bahwa perusahaan principil akan memberikan beberapa hal penting untuk dimuat dalam
rancangan kontrak untuk menjaga kepentingannya sendiri. Artinya para konsultan akan sangat memperhatikan pesan-pesan pihak principal dan berupaya
mempertahankannya dalam rancangan kontrak. Sebaliknya, kepentingan pihak lain akan cenderung kurang mendapat perlindungan.
Standar kontrak publik dipergunakan oleh para Notaris PPAT dalam hal jual beli atau peralihan hak atas tanah dan penjaminan hak atas tanah.
Standar kontrak seperti ini berasal dari pemerintah. Oleh karena itu, ketentuannya sama seragam di Indonesia. Istilah standar kontrak public menunjuk pada
campur tangan pemerintah dalam membuat rancangan kontrak dengan maksud untuk mencapai ketertiban administrasi dalam pertanahan.
Dari segi praktisnya, cara ini membawa manfaat besar sebab dengan demikian perusahaan principal tidak lagi selalu harus bernegoisasi setiap kali membuat
kesepakatan dengan klien atau mitra bisnisnya. Rancangan kontrakperjanjian
33
Ibid, h. 100
yang telah dipersiapkan dapat dicetak sekaligus dalam jumlah yang banyak dan akan diambil manakala kontrak untuk dibaca oleh mitra bisnisnya. Biasanya tidak
ada lagi yang perlu dinegoisasikan. Kalau mitra bisnisnya setuju dengan apa yang sudah tertulis, mereka tinggal membubuhkan tanda tangan dan hal-hal lain yang
tidak terlalu prinsipil. Dari segi isi, terdapat ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara perusahaan
principal dan kliennya sebagaimana diatur di dalam kontrakperjanjian itu. Keadaaan ini dapat dipahami karena perbuatannya dilakukan sendiri oleh
perusahaan principal tanpa mendengan mitranya terlebih dahulu. Pihak pengusaha melalui bantuan konsultan, menetapkan sejumlah kewajiban bagi mitranya demi
mengamankan kepentingan usahanya, sekaligus membatasi sedemikian rupa hak- hak lainnya itu. Berbagai klausula eksonerasi exoneration clause dirumuskan
didalamnya, sehingga tampak seolah-olah perusahaan principal tidak mempunyai kewajiban yang cukup berarti. Dengan demikian, asas keseimbangan dalam
hukum kontrak tidak terakomodasi disini, yang selanjutnya juga kurang mencerminkan asas keadilan.
34
Melihat bahwa perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikan kesempatan pada debitur untuk mengadakan “real bargaining”
dengan pengusaha kreditur. Debitur tidak mempunyai kekuatan untuk mengutaraka kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian.
Karena itu perjanjian baku tidak memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata dan akibatnya hukumnya tidak ada.
34
Janus Sidabalok, Loc.cit
Sedangkan pengaturan perjanjian standar, agar tidak merugikan konsumen, juga ada diatur dalam undang-undang Perlindungan konsumen yakni dalam Bab V
tentang “ketentuan Pencantuman Klausula Baku” yang hanya terdiri dari satu pasal, yaitu pasal 18, pasal 18 tersebut secara prinsip mengatur dua macam-
macam larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat perjanjian baku, dan atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian yang
dibuat olehnya. Pasal 18 ayat 1 mengatur tentang larangan pencantuman klausula baku, dan pasal 18 ayat 2 mengatur “bentuk”, serta penulisan perjanjian
baku yang dilarang. Dalam pasal 18 ayat 1, dikatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan
barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian
apabila: a.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak menyerahkan kembali
uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e. Mengatur perihak pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya; h.
Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selanjutnya dalam pasal 18 ayat 2 pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Sebaga konsekuensi
atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat 1 dan 2 tersebut, UUPK menyatakan setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. Hal ini adalah merupakan
penegasan kembali akan sifat kebebasan berkontrak yang diatur pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal1337 KUHPerdata.
35
Dari uraian di atas, berarti bahwa pada prinsipnya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian
35
Pasal 1337 KUHPerdata : Suatu Sebab Adalah Terlarang, Apabila Dilarang Oleh Undang-Undang Atau Apabila Berlawanan Dengan Kesusilaan Baik atau Ketertiban Umum.
baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen danatau perjanjian trnsaksi usaha perdagangan barangjasa, selama dan sepanjang perjanjian baku danatau
klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana yang dilarang dalam pasal 18 ayat 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen.
BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL- BELI
PERUMAHAN PROPERTI BP.GROUP MEDAN A.
Keabsahan Jual Beli Perumahan Bp. Group Medan
Mengingat pentingnya materi dari suatu PPJB Perjanjian Pengikatan Jual Beli, yakni sebagai landasan yang digunakan untuk menilai barang pada waktu
penyerahan dilakukan, maka pemerintah telah membuat pedoman mengenai pengikatan jual beli rumah yakni Surat Keputusan Menteri Perumahan Nomor 9
Tahun 1995. Sebagian besar dari ketentuan-ketentuan perjanjian pengikatan Jual Beli Rumah pada Perumahan Devilla1 Bp.Group Medan juga berlandaskan SK
Menteri Perumahan No. 09 Tahun 1995, yakni : 1.
Kewajiban penjual Mengenai kewajiban penjual, dalam PPJB Perumahan Devilla1 Bp.
Group Medan developer berjanji untuk mengikat diri dan menyelesaikan rumah dan menyerahkan tanah dan bangunan kepada pembeli pada tanggal
yang telah disepakati sesuai dengan denah dan spesifikasi pada lampiran PPJB, dan dalam hal terjadi sesuatu diluar kekuasaaan developer forje
majeur, misalnya karena pemogokan buruh, kerusuhan, pemberontakan, bencana alam, stock barang dipasaran kosong ataupun karena peraturan
pemerintah maka jangka waktu penyelesaian dan penyerahan dapat diperpanjang dan akan diatur dalam perjanjian tambahan yang merupakan
pelengkap dan satu kesatuan dengan PPJB. 2.
Jaminan penjual
Developer menjamin bahwa apa yang diperikatkan dalam perjanjian jual beli ini benar-benar milik developer, tidak tersangkut untuk suatu
perkara atau sengketa, tidak digadaikan atau dijaminkan, tidak dipertanggungjawabkan dengan cara apapun juga dan bebas dari sitaan.
3. Kewajiban pembeli
Apabila pembeli terlambatlalai atau tidak dapat memenuhi kewajibannya seperti dimaksud dalam cara pembayaran dan syarat-syarat
pembayaran yang telah disepakati dalam PPJB, maka pembeli dikenakan biaya administrasi untuk setiap keterlambatan sebesar 0,1 per hari dari
jumlah angsuran yang terhutang, keterlambatan mana telah terbukti dengan lewatnya waktu saja, sehingga untuk ini tidak diperlukan lagi surat
teguran resmi atau surat lain yang sejenis. Apabila pembeli tidak melakukan pembayaran angsuran selama 3 tiga bulan berturut-turut,
maka pengikatan ini terjadi batal dengan sendirinya menurut hukum. Dalam hal terjadi demikian kedua belah pihak saling melepaskan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 1266, 1267, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4. Serah terima Bangunan
Pada tanggal penyerahan pembeli wajib datang untuk memeriksa fisik rumah dan menerima penyerahan dari developer dengan
membuat”BERITA ACARA PEMERIKSAAN DAN SERAH TERIMA” apabila pembeli lalai atau belumtidak bersedia untuk melakukan
pemeriksaan fisik dan menerima penyerahan rumah berikut tanah pada
waktu yang telah ditetapkan maka dalam jangka waktu 14 empat belas hari setelah tanggal tersebut, dengan lewatnya waktu saja pembeli
dianggap telah menerima rumah berikut tanah tersebut dengan baik dan selayaknya dan dengan ini developer sekarang untuk menerima dan
menandatangani BERITA ACARA PEMERIKSAAN DAN SERAH TERIMA rumah dimaksud sehingga segala resiko yang timbul setelah
tanggal serah terima tersebut menjadi tanggung jawab dan dipikul oleh pembeli terkecuali dalam hal-hal masa pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan
Dalam batas waktu 1satu bulan setelah tanggal penyerahan merupakan masa pemeliharaan dimana developer masih bertanggung
jawab atas segala kerusakan-kerusakan yang disebabkan kesalahan teknis dari atau konstruksi bangunan,akan tetapi bukan karena kerusakan-
kerusakan lain yang disebabkan oleh kesalahan pembeli danatau pihak luar.
6. Penggunaan Bangunan
Mengenai masalah penggunaan bangunan, tidak dicantumkan secara tegas pengaturannya dalam PPJB ini, hanya tetap berlaku bahwa pembeli
wajib menggunakan tanah dan bangunan sebagai tempat tinggal ataupun tujuan peruntukkannya. Pembeli juga selama masa pendirian bangunan
tidak diperkenankan untuk menghubungi dan memerintah pelaksanaan bangunan yang bersifat mengubah dan menambah bangunan rumah tanpa
persetujuan penjual.
7. Pengalihan hak
Apabila pembeli hendak memindahkan dan menyerahkan hak dan kewajiban atas rumah dan tanah tersebut dalam perjanjian pengikatan
jual beli kepada PIHAK KETIGA, maka pembeli harus mendapat persetujuan tertulis dahulu dari developer dan diwajibkan membayar lunas
seluruh angsuran dan biaya administrasi dan biaya lain yang terhutang. Apabila pembeli melanggar ketentuan di atas, maka perjanjian batal demi
hukum, dan dalam hal demikian kedua belah pihak saling melepaskan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1266, 1267, Kiab Undang-Undang
Hukum Perdata, untuk kebatalan ini telah diatur dalam Pasal VII untuk pemindahan dan penyerahan hak tersebut akan dibuatkan surat persetujuan
pemindahan dan penyerahan hak antara pembeli dengan Pihak Ketiga di hadapan developer. Untuk pemindahan dan penyerahan hak tersebut
pembeli dikenakan penggantian biaya administrasi sebesar 10 sepuluh per seratus dari harga pengikatan, kecuali karena warisan.
8. Ketentuan Pembatalan Pengikatan
a. Oleh karena suatu hal atas kemauan dari pembeli sendiri membatalkan
pengikatan jual beli ini. b.
Karena pembeli lalaiterlambat melakukan kewajiban untuk membayar angsuran selama 3 tiga bulan berturut-turut, dimana cukup
membuktikan dengan lewatnya waktu saja, maka pengikatan jual beli ini menjadi batal, tanpa perlunya campur tangan Pengadilan Negeri,
kecuali apabila developer memperkenankan secara tertulis perpanjangan waktu tersebut.
9. Akta Jual-Beli
Pengaturan mengenai akta jual beli tidak ada diatur dalam PPJB ini, namun sudah menjadi kebiasaan. Pada saat melangsungkan jual beli tanah
dan bangunan rumah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan atau pada waktu melangsungkan pengikatan dihadapan Notaris. Pembeli
wajib membawa dan memperlihatkan asli surat-surat berikut kuitansi mengenai pembayaran harga tanah dan bangunan rumah beserta biaya-
biaya lainnya yang berkaitan dengan itu. 10.
Penyelesaian Perselisihan Di dalam PPJB Perumahan Devilla 1 ialah pengaturan mengenai
masalah terjadinya perselisihan akibat perjanjian ini serta pelaksanaannya kedua belah akan menyelesaikan secara musyawarah, apabila tidak ada
titik temunya maka penyelesaiannya kedua belah pihak dapat dilanjutkan melalui Badan Arbitrasi Nasional BANI
Kemudian apabila telah terjadi kesepakatan maka pihak developer dan pembeli akan melakukan suatu perjanjian jual beli di hadapan notaris yang
telah ditentukan, hal ini dikenal dengan sebutan AJB Akta Jual Beli. Serta dalam melakukan suatu perjanjian itu tidak ada unsur paksaan
maupun tekanan, harus ketulusan dari para pihak.
B. Aspek Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Bp.Group Medan
Didalam perjanjian jual beli rumah properti antara pelaku usaha dan konsumen ini tanpa kita sadari melingkupi beberapa aspek-aspek hukum. Adapun, aspek-
aspek hukum itu, yakni:
a. Aspek Keperdataan
Didalam praktik perjanjanjian jual-beli rumah properti ini dapat kita jumpai dalam KUH Perdata Buku Ke-III, tentang Perikatan van
Verbintenissen, termuat ketentuan-ketentuan tentang subjek-subjek hukum dari perikatan, syarat-syarat pembatalannya, dan berbagai bentuk
perikatan yang dapat diadakan Pasal 1233. Selanjutnya Pasal 1234 menyebutkan jenis-jenis perjanjian prestasi yang dapat diadakan terdiri
atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, tidak dipenuhi atau
dilanggarnya butir-butir perjanjian itu, setelah dipenuhinya syarat tertentu, dapat mengakibatkan cedera janji wanprestasi. Perbuatan cedera janji ini
memberikan hak pada pihak yang dicederai janji untuk menggugat ganti rugi berupa biaya, kerugian, dan bunga. Kerugian-kerugian itu selain dari
biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan, kerugian yang dialami, juga termasuk keuntungan winstderving yang diharapkan yang
tidak diterima karena perbuatan ingkar janji tertentu. Selain karena wanprestasi, dalam jual-beli rumah dapat juga
disebabkan oleh perbuatan atau kealpaan yang melanggar atau melawan
hukum selanjutnya disebut PMH,
36
adapun unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1365
KUHPerdata,
37
1 Adanya Suatu Perbuatan
maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya, perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu
dalam arti aktif maupun tidak berbuat sesuatu dalam arti pasif, misalnya tidak berbuat sesuatu padahal dia mempunyai kewajiban
hukum untuk melakukannya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku karena ada juga kewajiban timbul dari kontrak.
2 Perbuatan Tersebut Melawan Hukum
Sejak Tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti yang seluas-luasnya yakni meliputi; perbuatan yang melanggar
undang-undang yang berlaku,yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum,perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku,perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan,serta perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang
baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.
36
Prof. Mr.N.E.Algra voorzitter, poly yuridisch Zakboekje, Kon, PBNA, Arnhen 1987, hB1 110 dalam Az Nasution, ibid., hlm. 81-82
37
Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
menggantikan kerugian tersebut.
3 Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku
Oleh karena pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan schuld dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka
perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan
sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut; adanya unsur
kesengajaan,adanya unsur kelalaian negligence, culpa, serta tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf seperti keadaan daya
paksa overmacht, membela diri,tidak waras,dan sebagainya. 4.
Adanya Kerugian Bagi Korban Adanya kerugian schade bagi korban juga merupakan syarat agar
gugatan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenai
kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum disamping kerugian immateril, yurisprudensi juga mengakui
konsep kerugian immateril yang juga akan dinilai dengan uang. 5.
Adanya Hubungan Kausal Antara perbuatan Dan Kerugian Adanya unsur sebab-akibat yang ditimbulkan sehingga si pelaku
dapat dipertanggungjawabkan. Disini terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang dialami
salah satu pihak.
38
38
Setiawan,”Kriteria Perbuatan Mealawan Hukum”, Varia peradilan No.16 : h.176.
B. Aspek Hukum Publik