Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pelanggaran Jual-Beli

Pemerintah terkait. Sanksi administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan. Memang, bagi pihak yang terkena sanksi ini dibuka kesempatan untuk “membela diri”, antara lain mengajukan kasus tersebut ke pengadilan tata usaha negara, tetapi sanksi itu sendiri dijatuhkan terlebih dulu, sehingga berlaku efektif. Kedua, sanksi perdata danatau pidana acapkali tidak membawa efek “jera” bagi pelakunya. Nilai ganti rugi dan pidana yang dijatuhkan mungkin tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negatif produsen. Belum lagi mekanisme penjatuhan putusan itu biasanya berbelit-belit dan membutuhkan proses yang lama, sehingga konsumen sering menjadi tidak sabar. Untuk gugatan secara perdata, konsumen juga dihadapkan pada posisi tawar-menawar yang tidak selalu menguntungkan dibandingkan dengan si produsen.

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pelanggaran Jual-Beli

Rumah Properti Di dalam melakukan usaha properti, tidak dapat dihindari pelaku usahadeveloper dalam melakukan usahanya dapat melakukan pelanggaran, sehingga dalam situasi dan kondisi yang demikian diketahui bahwa dalam transaksi bisnisjual-beli rumah properti dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen. Pada umumnya para pelaku usahadeveloper dalam menjalankan usahanyaproperti selalu menggunakan prinsip ekonomi untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, yang dapat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan penelitian penulis, di dalam menghindari atau menyelesaikan pelanggaran itu, biasanya pelaku usahadeveloper melakukan tanggung jawab terhadap pelanggaran jual-beli yang dilakukannya didasarkan pada 2 hal; a. Tanggung Jawab berdasarkan KelalaianKesalahan Negligence Tanggung jawab berdasarkan kelalaian Negligence adalah prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku produsen. 41 Negligence dapat dijadikan dasar gugatan, manakala memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 42 1. Suatu tingkah laku yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan sikap hati-hati yang normal. 2. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati-hati terhadap penggugat. 3. Kelakuan tersebut merupakan penyebab nyata proximate cause dari kerugian yang timbul. b. Tanggung Jawab berdasarkan Wanprestasi. Tanggung jawab produsen berdasarkan wanprestasi juga merupakan bagian dari tanggung jawab berdasarkan kontrak 41 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta: Universitas Indonesia,2004, h.46 42 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2004, h.148. contractual liability. Dengan demikian, suatu produk yang rusak dalam hal ini rumah properti dan mengakibatkan kerugian , maka konsumen melihat isi kontrak, baik tertulis maupun tidak tertulis. Keuntungan konsumen berdasarkan tanggung jawab ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak strict obligation, yaitu kewajiban yang didasarkan pada upaya yang telah dilakukan produsen untuk memenuhi janjinya. Artinya, walaupun produsen telah berupaya memenuhi kewajiban dan janjinya, tetapi konsumen tetap mengalami kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Kewajiban membayar ganti rugi dalam tanggung jawab berdasarkan wanprestasi merupakan akibat dari penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum bagi para pihak produsen dan konsumen, yang secara sukarela mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan pengakuan salah satu karyawan yang bekerja di Bp.Group Medan, bahwa tangung jawab yang mereka lakukan yakni tanggung jawab yang diakibatkan akibat kelalalaian mereka dalam proses pembangunan yang mengalami sedikit kerusakan pipa bocor, dinding retak dan merembes, atau instalasi listrik yang belum dipasang. Biasanya, tanggung jawab yang dilakukan oleh pihak Bp.Group hanya terhadap bagian yang dianggap yang memang sepantasnya mereka lakukan, apabila kerusakan itu diakibatkan karena pihak konsumen yang melakukan renovasi terhadap rumah tersebut, disini pelaku usahadeveloper tidak akan bertanggung jawab untuk kerusakan tersebut.

D. Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Pelanggaran Jual Beli

Dokumen yang terkait

Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

1 79 111

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

5 129 137

Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam Hal Kerahasiaan Informal

25 156 79

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Konsumen Oleh Pt Pos Indonesia Berkaitan Dengan Pengiriman Barang Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di Pt Pos Indonesia Cabang Kabanjahe)

10 145 95

ASPEK YURIDIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BARANG DAN ATAU JASA ( DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN )

1 5 90

KAJIAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL BELI SOFTWARE KOMPUTER DIKAITKAN DENGAN ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN DITINJAU DARI KUH PERDATA DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI BARANG BEKAS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus di Pasar Loak Shopping Centre Salatiga) SKRIPSI

0 0 115

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN PERUMAHAN BERSUBSIDI DI PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 16