Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Yayasan KAKAK dalam upaya melaksanakan program pencegahan ESKA mengalami beberapa hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh yayasan KAKAK dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak adalah sebagai berikut:

a. Hambatan Internal

Dalam urusan internalnya yayasan KAKAK mempunyai keterbatasan sumber daya manusia serta dengan jangkauan wilayah kerja yang sangat luas yaitu di Eks Karisidenan Surakarta. Banyak anak korban kekerasan seksual dan ESKA yang memang membutuhkan pendampingan sedangkan jumlah sumber daya manusia dari yayasan KAKAK sendiri juga terbatas, padahal pendampingan harus dilakukan secara intens. Hambatan yang lain yaitu sering kali terjadi perubahan kepengurusan dari yayasan KAKAK, dimana terjadi kekosongan pengurus untuk fokus dalam program tertentu. Selain itu kurangnya pengalaman dari sumber daya manusia yayasan KAKAK karena sering kali terjadi perubahan kepengurusan dan perekrutan anggota/staff baru.

b. Hambatan Eksternal

1) Dari masyarakat Hambatan di masyarakat yaitu masyarakat belum tergerak untuk mengambil bagian dalam upaya pencegahan ESKA, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak. Masyarakat juga kurang peka terhadap lingkungan wilayahnya, sensitivitas mereka terhadap permasalahan anak yang terjadi di lingkungan mereka masih kurang. Hal ini karena perspektif anak sebagai korban dalam kasus ESKA masih sangat sulit diterima masyarakat secara umum. Stigma negatif dan diskriminasi terhadap anak korban sangat melekat sehingga masih menganggap anak sebagai pelaku. Selama ini yayasan KAKAK sudah 1) Dari masyarakat Hambatan di masyarakat yaitu masyarakat belum tergerak untuk mengambil bagian dalam upaya pencegahan ESKA, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak. Masyarakat juga kurang peka terhadap lingkungan wilayahnya, sensitivitas mereka terhadap permasalahan anak yang terjadi di lingkungan mereka masih kurang. Hal ini karena perspektif anak sebagai korban dalam kasus ESKA masih sangat sulit diterima masyarakat secara umum. Stigma negatif dan diskriminasi terhadap anak korban sangat melekat sehingga masih menganggap anak sebagai pelaku. Selama ini yayasan KAKAK sudah

2) Dari anak Hambatan dari anak korban, bahwa ada banyak persoalan yang membuat anak terjerumus dan tetap bertahan dalam dunia ESKA seperti prostitusi, sehingga cukup sulit untuk menumbuhkan kesadaran akan resiko dari aktivitas seksual yang anak lakukan. Apalagi ketika anak korban tersebut tidak sadar bahwa dia adalah korban, dan bersikeras dia bukan korban itu malah akan sulit ia keluar dari ESKA karena tidak bisa dipaksa. Selain itu anak-anak korban ESKA mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Terkadang tempat tinggal korban juga berpindah-pindah sehingga menyulitkan untuk dilakukan pendampingan secara intens. Untuk anak di wilayah rentan hambatan yang ada adalah berkaitan dengan waktu mereka yang bertabrakan dengan jam belajar. Selain itu anak-anak juga kurang paham tentang materi yang disampaikan sehingga ketika dilakukan sosialisasi anak-anak belum bisa sepenuhnya menyerap informasi yang diberikan karena yang menyampaikan itu adalah teman sebaya. Bahkan anak-anak yang datang dalam pertemuan sering berganti-ganti kadang juga tidak mengikuti kegiatan.

3) Dari keluarga Keluarga merupakan kelompok terdekat anak, dimana anak membutuhkan perlindungan dan kasih sayang serta dukungan moril yang besar dari dalam keluarga. Dalam keluarga yang anaknya menjadi korban ESKA sering kali terjadi keberadaan anak di dalam keluarga, karena stigma negatif yang diberikan dan perspektif yang memandang anak bukan sebagai korban, keluarga cenderung menyalahkan dan tidak memaafkan korban, bahkan ada unsur penolakan dengan membuang si anak atau tidak mengakui sebagai anak lagi. Sehingga anak sulit untuk keluar dari ESKA dan tetap bertahan di situ. Begitu pula keluarga yang tidak harmonis, keluarga dalam wilayah rentan dengan ekonomi menengah kebawah yang 3) Dari keluarga Keluarga merupakan kelompok terdekat anak, dimana anak membutuhkan perlindungan dan kasih sayang serta dukungan moril yang besar dari dalam keluarga. Dalam keluarga yang anaknya menjadi korban ESKA sering kali terjadi keberadaan anak di dalam keluarga, karena stigma negatif yang diberikan dan perspektif yang memandang anak bukan sebagai korban, keluarga cenderung menyalahkan dan tidak memaafkan korban, bahkan ada unsur penolakan dengan membuang si anak atau tidak mengakui sebagai anak lagi. Sehingga anak sulit untuk keluar dari ESKA dan tetap bertahan di situ. Begitu pula keluarga yang tidak harmonis, keluarga dalam wilayah rentan dengan ekonomi menengah kebawah yang

4) Dari pihak-pihak terkait Ketika yayasan KAKAK berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak lain baik instansi pemerintah maupun organisasi non pemerintah dalam upaya penanggulangan ESKA, sering kali terjadi perbedaan pendapat ketika sedang diskusi membahas permasalahan anak, selain itu dari pihak mereka sering berganti-ganti orang ketika diadakan pertemuan. Padahal perlu kerjasama yang baik dari semua pihak agar tujuan itu dapat tercapai salah satunya dengan menempatkan anak sebagai “korban” bukan sebagai “pelaku”. Selain itu hambatan lain adalah tidak tegasnya aparat kepolisian dalam menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pelaku eksploitasi seksual komersial terhadap anak sehingga masih banyak anak yang menjadi korban.

5) Dari sekolah Ketika yayasan KAKAK melakukan pencegahan ESKA di sekolah hambatan yang dihadapi adalah bagaimana membentuk persepsi guru tentang pentingnya perlindungan anak, sehingga di sekolah pun hak-hak anak itu perlu dijaga dan dilindungi terutama hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi. Selain itu masih kurangnya respon dari guru-guru terhadap kegiatan-kegiatan yang mendukung pencegahan ESKA, seperti peringatan Hari Anak Nasional. Hambatan yang lain yaitu ketika advokasi kebijakan di sekolah, kebijakan yang berpihak kepada anak, ketika seorang anak menjadi korban ESKA, agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini karena keberadaan anak korban eksploitasi seksual komersial di sekolah berbeda sekali perlakuannya. Bahkan, diskriminasi yang diberikan kepada anak korban semakin besar karena anak tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan lagi karena harus keluar dari sekolah. Nama baik sekolah, norma dan tata tertib 5) Dari sekolah Ketika yayasan KAKAK melakukan pencegahan ESKA di sekolah hambatan yang dihadapi adalah bagaimana membentuk persepsi guru tentang pentingnya perlindungan anak, sehingga di sekolah pun hak-hak anak itu perlu dijaga dan dilindungi terutama hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi. Selain itu masih kurangnya respon dari guru-guru terhadap kegiatan-kegiatan yang mendukung pencegahan ESKA, seperti peringatan Hari Anak Nasional. Hambatan yang lain yaitu ketika advokasi kebijakan di sekolah, kebijakan yang berpihak kepada anak, ketika seorang anak menjadi korban ESKA, agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini karena keberadaan anak korban eksploitasi seksual komersial di sekolah berbeda sekali perlakuannya. Bahkan, diskriminasi yang diberikan kepada anak korban semakin besar karena anak tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan lagi karena harus keluar dari sekolah. Nama baik sekolah, norma dan tata tertib