Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Permasalahan anak adalah permasalahan yang cukup kompleks dan berkepanjangan. Yayasan KAKAK dalam upaya melaksanakan program pencegahan ESKA mengalami beberapa hambatan-hambatan. Hambatan- hambatan yang dihadapi oleh yayasan KAKAK dalam mencegah eksploitasi

Adanya keterbatasan sumber daya manusia di yayasan KAKAK. Hal ini disebabkan karena jangkauan wilayah kerja yang sangat luas yaitu di Eks Karisidenan Surakarta. Kak Rita Hastuti, S.P mengutarakan berkaitan dengan hambatan internalnya yaitu:

“Kita harus realistis ya mbak, bahwa personel KAKAK itu hanya sebelas orang sementara kita bekerja di Eks Karisidenan Surakarta ada 7 kabupaten”. (Catatan Lapangan 6)

Selanjutnya Kak Rita Hastuti, S.P juga mengungkapkan bahwa: “Berdasarkan keterbatasan sumber daya manusia yang kita punya, sementara

wilayah kerja di Eks karisidenan itu membutuhkan fokus-fokus kegiatan itu yang mungkin harus kita lakukan”. (Catatan Lapangan 6)

Hal ini disebabkan banyak korban kekerasan seksual dan ESKA yang membutuhkan pendampingan. Sedangkan jumlah sumber daya manusia dari yayasan KAKAK sendiri juga terbatas, padahal pendampingan harus dilakukan secara intens. Selain itu dengan keterbatasan wilayah yang bisa dijangkau yayasan KAKAK hal ini juga yang menjadi hambatan.

Hambatan yang lain yaitu sering kali terjadi perubahan kepengurusan dari yayasan KAKAK, dimana terjadi kekosongan pengurus untuk fokus dalam program tertentu. Selain itu kurangnya pengalaman dari Sumber Daya Manusia (SDM) yayasan KAKAK dalam pendampingan di lapangan, kurangnya pengalaman dalam pengelolaan kelompok-kelompok dampingan yang sudah terbentuk.

b. Hambatan Eksternal

1) Dari Masyarakat Hambatan ketika melakukan pencegahan di wilayah dalam lingkungan masyarakat yaitu masyarakat belum tergerak untuk mengambil bagian dalam upaya pencegahan ESKA, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak. Kak Atur Fitri Adiati, S.Sos mengenai hambatan pencegahan ESKA di masyarakat berpendapat bahwa: 1) Dari Masyarakat Hambatan ketika melakukan pencegahan di wilayah dalam lingkungan masyarakat yaitu masyarakat belum tergerak untuk mengambil bagian dalam upaya pencegahan ESKA, karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan anak. Kak Atur Fitri Adiati, S.Sos mengenai hambatan pencegahan ESKA di masyarakat berpendapat bahwa:

Mengenai hal tersebut Kak Rita Hastuti, S.P juga memberikan keterangan bahwa:

Hambatan memang untuk saat ini kita berkaitan dengan memobilisasi masyarakat kita memang masih belum bisa dilakukan secara optimal harapannya semua bergerak untuk melakukan pencegahan maupun penanganan tapi ternyata ini masih belum bisa dilakukan. (Catatan lapangan 6)

Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat kurang sadar terhadap lingkungan, sensitivitas mereka terhadap permasalahan anak yang terjadi di lingkungan mereka masih kurang. Selain itu sulit untuk menggerakkan masyarakat untuk melakukan pencegahan maupun penanganan terkait dengan masalah ESKA, hal tersebut masih belum dapat mereka lakukan. Jadi menurut pandangan peneliti perspektif anak sebagai korban dalam kasus ESKA masih sangat sulit diterima masyarakat secara umum. Stigma negatif dan diskriminasi terhadap anak korban sangat melekat sehingga menganggap anak sebagai pelaku dan akhirnya cenderung memojokkan, menghakimi, mengucilkan dan bahkan membuang mereka karena dianggap sebagai sampah atau penyakit masyarakat.

2) Dari Anak Dari anak sendiri, ada banyak persoalan yang membuat anak terjerumus dan tetap bertahan dalam dunia ESKA seperti prostitusi, sehingga cukup sulit untuk menumbuhkan kesadaran akan resiko dari aktivitas seksual yang anak lakukan. Kak Astri Purwakasari, S.H mengungkapkan bahwa hambatan dari anak itu sendiri yaitu: 2) Dari Anak Dari anak sendiri, ada banyak persoalan yang membuat anak terjerumus dan tetap bertahan dalam dunia ESKA seperti prostitusi, sehingga cukup sulit untuk menumbuhkan kesadaran akan resiko dari aktivitas seksual yang anak lakukan. Kak Astri Purwakasari, S.H mengungkapkan bahwa hambatan dari anak itu sendiri yaitu:

Selain itu Kak Siswi Yuni Pratiwi, S.Psi juga menjelaskan bahwa: Hambatannya korban itu mempunyai karakteristik yang berbeda-

beda, kadang tempat tinggal korban berpindah-pindah, ketika anak berkomunikasi dengan kita si anak itu pergi jadi kita tidak bisa melakukan pendampingan secara intens. Ada juga yang pihak-pihak di sekelilingnya yang justru malah kurang mendukung anak ini keluar dari ESKA. Kendala pertama si anak belum tahu bahwa ia adalah korban. Si anak butuh waktu, agar ia sadar bahwa ia ini korban. Otomatis kalau ia sadar bahwa ia korban ia akan keluar dari dunia itu. kalau memang anak itu bersikeras kalau dia bukan korban itu malah akan sulit ia keluar dari situ karena tidak bisa kita paksa. (Catatan Lapangan 1)

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa seorang anak ini terkadang tidak sadar bahwa ia adalah korban sehingga sulit untuk dilakukan pendekatan maupun pendampingan. Sedangkan karakteristik anak-anak korban itu berbeda-beda sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyadarkannya. Kemudian ketika melakukan sosialisasi pencegahan ESKA untuk anak di wilayah rentan, terkadang waktunya bertabrakan dengan jam belajar. Bahkan anak-anak yang datang dalam pertemuan sering berganti-ganti kadang juga tidak mengikuti kegiatan.

3) Dari Keluarga Keluarga merupakan kelompok terdekat anak, dimana anak membutuhkan dukungan moril yang besar dari dalam keluarga. Sering kali terjadi keberadaan anak di dalam keluarga, karena stigma negatif yang diberikan dan perspektif yang memandang anak bukan sebagai korban, keluarga cenderung menyalahkan dan tidak memaafkan korban, bahkan ada unsur penolakan dengan membuang si anak atau tidak mengakui 3) Dari Keluarga Keluarga merupakan kelompok terdekat anak, dimana anak membutuhkan dukungan moril yang besar dari dalam keluarga. Sering kali terjadi keberadaan anak di dalam keluarga, karena stigma negatif yang diberikan dan perspektif yang memandang anak bukan sebagai korban, keluarga cenderung menyalahkan dan tidak memaafkan korban, bahkan ada unsur penolakan dengan membuang si anak atau tidak mengakui

4) Dari pihak-pihak terkait Ketika yayasan KAKAK berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak lain baik instansi pemerintah maupun organisasi non pemerintah dalam upaya penanggulangan ESKA, sering kali terjadi perbedaan pendapat ketika sedang diskusi membahas permasalahan anak, selain itu dari pihak mereka sering berganti-ganti orang ketika diadakan pertemuan. Hal ini yang diungkapkan oleh Kak Rita Hastuti, S.P: “Terus kalau kita berjaringan berkoordinasi dengan teman-teman di Eks Karisidenan Surakarta biasanya mereka perbedaan pendapat, berganti- ganti orang itu juga menjadi penghambat”. (Catatan Lapangan 6)

Hambatan lain yaitu tidak responnya pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan anak seperti tidak tegasnya aparat kepolisian dalam menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pelaku eksploitasi seksual komersial terhadap anak.

5) Dari Sekolah Hambatan di sekolah adalah bagaimana membentuk persepsi guru tentang pentingnya perlindungan anak, sehingga di sekolah pun hak- hak anak itu perlu dijaga dan dilindungi. Seperti pernyataan Kak Atur Fitri Adiati, S.Sos:

Di sekolah paling misal membentuk persepsi guru tentang hak anak dan berpihak pada anak itu agak susah selain itu hubungannya langsung dengan Dinas Pendidikan. Kalau dari Dinas tidak menyuruh membuat perubahan seperti ini ya buat apa susah-susah buat kebijakan baru. Mereka bekerja berdasarkan instruksi dari pusat karena SMP 26 dan 17 sekolah Negeri. (Catatan lapangan 8)

Wihadi, S.Pd kaitannya dengan kegiatan Peringatan Hari Anak Nasional

23 Juli beliau menyatakan bahwa: Akan tetapi dari pihak guru-guru memang kurang mendapatkan

respon. Ada kegiatan seperti ini guru-guru malah pulang. Padahal anak-anak itu sangat antusias dengan adanya kegiatan seperti ini. Ini untuk mewujudkan sekolah ramah anak karena pemerintah sendiri sudah mencanangkan Kota Layak Anak. (Catatan Lapangan 10)

Dalam upaya mencegah ESKA di sekolah-sekolah hambatan yang dihadapi yayasan KAKAK yaitu ketika advokasi kebijakan di sekolah, kebijakan yang berpihak kepada anak, ketika seorang anak menjadi korban ESKA, agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif. Karena kebijakan yang ada sekolah mengacu pada Dinas Pendidikan jadi tidak semudah itu untuk membuat kebijakan baru.

Hal ini karena keberadaan anak korban eksploitasi seksual komersial di sekolah berbeda sekali perlakuannya. Bahkan, diskriminasi yang diberikan kepada anak korban semakin besar karena anak tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan lagi karena harus keluar dari sekolah. Nama baik sekolah, norma dan tata tertib yang menjadi acuan bagi sekolah ketika memberikan punishment kepada anak. Dalam kenyataannya anak korban justru mendapatkan perlakuan yang sangat diskriminatif, misalkan diperolok di depan kelas atau di lingkungan sekolah, atau bahkan sampai anak dikeluarkan dari sekolah. Tentu saja hal ini membawa pengaruh negatif karena posisi anak akan semakin menjadi korban, tidak mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan karena masuk ke sekolah lainpun akan kesulitan akibat stigma yang sudah melekat pada diri anak.

Menurut peneliti pencegahan ESKA di sekolah serta pentingnya perlindungan anak memang harus disepakati bersama oleh semua warga sekolah agar anak-anak ini mendapatkan hak-haknya di sekolah untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi.

Dalam subbab ini peneliti menganalisis informasi yang berhasil dikumpulkan di lapangan sesuai dengan perumusan masalah dan selanjutnya dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan dengan kajian teori maka peneliti menemukan hal-hal yang penting yaitu sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual komersial

Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh besar (dominan) yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual komersial di Surakarta, antara lain:

a. Faktor keluarga dan teman Ketidakharmonisan keluarga, perceraian dan penelantaran anak beresiko menjadikan anak-anak terjebak dalam situasi ESKA. Suasana rumah yang tidak harmonis seringkali mengakibatkan anak lari dari rumah dan mencari suasana baru yang berbeda di luar rumah. Banyak orang tua yang gagal memberikan pendidikan dan teladan yang baik untuk anak-anaknya, kesibukan orang tua seringkali menyebabkan mereka tidak memiliki cukup waktu untuk mengenal anak-anaknya. Selain itu dalam lingkungan pergaulan yang tidak sehat, anak-anak yang sifatnya masih labil, akan sangat mudah terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang negatif. Pengaruh teman ini disebabkan karena mereka salah memilih teman, pengaruh teman ini juga berkaitan erat dengan penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras. Kemudian dari situ anak akan mulai mengenal hubungan seksual kemudian menjadi suatu kebiasaan. Karena sudah terlanjur dengan keadaan yang ada pada diri anak, akhirnya dengan mudah mereka menjadi anak korban ESKA.

b. Faktor teknologi informasi dan komunikasi Anak-anak zaman sekarang sangat dekat sekali dengan media informasi seperti internet dengan berbagai layanannya seperti jejaring sosial b. Faktor teknologi informasi dan komunikasi Anak-anak zaman sekarang sangat dekat sekali dengan media informasi seperti internet dengan berbagai layanannya seperti jejaring sosial

c. Faktor sosial dan ekonomi Sebagian besar anak korban ESKA memiliki latar belakang sosial ekonomi yang relatif rendah. Kondisi ekonomi yang sulit dapat memaksa seseorang untuk memilih pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan tetapi bisa menghasilkan banyak uang, salah satunya adalah dengan menjadi pelacur. Hal ini yang banyak ditemukan anak yang terjerat prostitusi. Keinginan untuk memiliki barang-barang mewah yang juga berkaitan erat dengan pengaruh teman dengan kondisi ekonomi yang tidak memadai memaksa mereka untuk berada pada situasi ESKA.

d. Faktor pengalaman seksual dini Hubungan seksual dini menjadi salah satu faktor penyebab anak berada pada situasi ESKA. Anak yang sudah terbiasa melakukan aktivitas seksual biasanya anak lebih mudah masuk ke dalam situasi ESKA. Berdasarkan data yang ada, hubungan seksual dini tidak lepas dari pengaruh kondisi masing-masing keluarga korban tersebut berasal. Biasanya, mereka tidak cukup terpenuhi kebutuhan psikologisnya, seperti rasa sayang, rasa aman, dan perhatian. Selain itu, mereka juga kurang terpenuhi kebutuhan materialnya. Kurangnya pengawasan orang tua akhirnya mendorong anak untuk mencari kompensasi di luar, termasuk dalam bentuk melakukan d. Faktor pengalaman seksual dini Hubungan seksual dini menjadi salah satu faktor penyebab anak berada pada situasi ESKA. Anak yang sudah terbiasa melakukan aktivitas seksual biasanya anak lebih mudah masuk ke dalam situasi ESKA. Berdasarkan data yang ada, hubungan seksual dini tidak lepas dari pengaruh kondisi masing-masing keluarga korban tersebut berasal. Biasanya, mereka tidak cukup terpenuhi kebutuhan psikologisnya, seperti rasa sayang, rasa aman, dan perhatian. Selain itu, mereka juga kurang terpenuhi kebutuhan materialnya. Kurangnya pengawasan orang tua akhirnya mendorong anak untuk mencari kompensasi di luar, termasuk dalam bentuk melakukan

Dari uraian tersebut diatas, menunjukkan keterkaitan antara data hasil penelitian dengan landasan teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya yang dipakai sebagai pedoman dalam penelitian ini, dimana ditemukan bahwa faktor-faktor pendorong maupun penarik yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual komersial anak. Menurut Farid yang dikutip Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan dkk (2008: 8- 9) “secara umum faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya ESKA ada faktor pendorong dan penarik ”. Faktor-faktor pendorong antara lain :

a) Kondisi ekonomi khususnya kemiskinan di pedesaan yang diperberat oleh kebijakan pembangunan ekonomi dan penggerusan di sektor pertanian.

b) Perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan pertumbuhan pusat-

pusat industri di perkotaan.

c) Ketidaksetaraan gender dan praktek-praktek diskriminasi.

d) Tanggung jawab anak untuk mendukung keluarga.

e) Pergeseran dari perekonomian subsisten ke ekonomi berbasis

pembayaran tunai.

f) Peningkatan konsumerisme.

g) Disintegrasi keluarga.

h) Pertumbuhan jumlah anak gelandangan.

i) Tiadanya kesempatan pendidikan. j) Kelangkaan peraturan/hukum dan penegakkan hukum. k) Diskriminasi terhadap etnis minoritas. l) AIDS-meninggalnya pencari nafkah keluarga sehingga anak terpaksa

masuk ke perdagangan seks.

Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor di atas maka hal tersebut Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor di atas maka hal tersebut

2. Partisipasi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak

Yang ditemukan bahwa Yayasan KAKAK berpartisipasi dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak yaitu melalui program pencegahan yang sudah dilakukannya. Kegiatan tersebut meliputi:

a. Sosialisasi-sosialisasi pencegahan ESKA

1) Sosialisasi di wilayah Wilayah yang dimaksud yaitu kelurahan Semanggi dan Jebres. Dalam melakukan sosialisasi di wilayah, mereka bertemu secara rutin, yaitu untuk anak sendiri dan dewasa sendiri. Saat ini yayasan KAKAK juga mulai merintis PPT (Pos Pelayanan Terpadu) di kelurahan pada masing-masing wilayah. Informasi yang disampaikan dalam melakukan sosialisasi adalah tentang pengertian anak, hak dan kewajiban anak, sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, dampak dari ESKA, serta bagaimana cara memerangi ESKA. Dalam hal ini informasi yang diberikan diwilayah maupun sekolah sama untuk membangun kesadaran anak-anak terhadap hak-haknya. Jadi dengan melakukan sosialisasi di wilayah diharapkan semua masyarakat berpartisipasi dalam upaya perlindungan anak dan mau mencegah praktik ESKA di lingkungannya.

2) Sosialisasi di sekolah Sekolah yang dimaksud adalah SMP N 26 Surakarta dan SMP N 17 Surakarta. Sosialisasi dilakukan oleh guru kepada murid-murid, yang mana sebelumnya guru ini sudah mendapatkan training dari yayasan KAKAK, kemudian disosialisasikan kepada seluruh siswa. Selain itu, mading juga sebagai sebagai salah satu media sosialisasi di sekolah yang bertemakan tentang perlindungan anak maupun untuk mencegah ESKA. Harapannya dengan melakukan sosialisasi di sekolah praktek

1) Teater Teater ini sebagai salah satu media terapi bagi anak-anak, sekaligus mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai media pendidikan, media partisipasi bagi anak untuk berekspresi, sekaligus sebagai upaya pencegahan ESKA dimana cerita dalam seni teater ini mempunyai pesan moral agar tersampaikan ke dalam masyarakat. Teater berisikan kampanye mengenai kegiatan sehari-hari yang kadang kala terjadi di sekitar kita mengenai hak-hak anak yang dilanggar dan bagaimana mengatasinya.

2) Pembuatan film dokumenter Kegiatan pembuatan film dokumenter melatih anak-anak mengembangkan media yang ada selain sebagai salah satu media untuk kampanye. Adapun tema yang diangkat dalam film tersebut memang tidak jauh dari permasalahan yang muncul dalam kehidupan anak korban eksploitasi seksual komersial.

3) Peringatan Hari Anak Nasional Dengan adanya peringatan Hari Anak Nasional ini diharapkan dapat menjadi peristiwa yang penting untuk mengugah kepedulian dan partisipasi dari semua pihak dalam menghormati dan menjamin hak- hak anak tanpa diskriminasi, memberikan yang terbaik bagi anak, menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta menghargai pendapat anak. Tujuan secara umum diselenggarakan Hari Anak Nasional adalah untuk meningkatkan komitmen semua pihak dan menyebarluaskan informasi tentang pentingnya hak-hak anak pada para pengambil kebijakan, orang tua dan masyarakat umum. Selain itu untuk mendukung Solo sebagai Kota Layak Anak.

4) Media massa Kampanye yang dilakukan juga melalui media massa yaitu poster, 4) Media massa Kampanye yang dilakukan juga melalui media massa yaitu poster,

c. Mewujudkan partisipasi anak dan masyarakat melalui pendidikan komunitas

Dalam rangka mewujudkan partisipasi anak, komunitas anak di wilayah Semanggi maupun Jebres membentuk suatu komunitas anak yang diberi nama Community education (Comed). Comed ini dilakukan dengan melibatkan pendidik sebaya. Pendidik sebaya menjadi media anak untuk bisa berpartisipasi dan lebih mudah diterima informasinya jika dilakukan dalam usia yang sebaya.

Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai upaya pencegahan ESKA di komunitas anak. Dengan demikian anak-anak dapat melakukan tindakan pencegahan minimal terhadap diri mereka sendiri dan selanjutnya dapat menyebarkan informasi tersebut kepada anak lain di sekitarnya. Selain anak-anak juga ada pendidikan komunitas untuk dewasa. Saat ini di masing-masing kelurahan sudah dirintis yang namanya PPT (Pos Pelayanan Terpadu) dengan adanya PPT ini diharapkan masyarakat dapat berperan untuk mencegah, memantau, mengatasi apabila ada permasalahan terkait anak.

d. Mengadakan diskusi-diskusi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait Diskusi-diskusi yang dilakukan yaitu: diskusi regular untuk perlindungan anak untuk orang dewasa di dua wilayah, Semanggi dan Jebres, diskusi regular untuk perlindungan anak untuk anak di dua d. Mengadakan diskusi-diskusi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait Diskusi-diskusi yang dilakukan yaitu: diskusi regular untuk perlindungan anak untuk orang dewasa di dua wilayah, Semanggi dan Jebres, diskusi regular untuk perlindungan anak untuk anak di dua

Sebagai bentuk sistem perlindungan anak yang ada di kota Solo untuk penanganan ESKA yayasan KAKAK berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang memberikan penanganan, bersentuhan langsung dengan isu ESKA. Selain itu di kota Solo dengan adanya PTPAS (Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta) diharapkan isu ESKA ini bisa masuk dan mampu ditangani bersama-sama oleh pihak-pihak terkait.

e. Advokasi kebijakan Strategi-strategi advokasi dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan berpengaruh dalam melindungi anak-anak. Advokasi akan mengarahkan pemerintah untuk mengambil langkah penting untuk melakukan penghapusan segala bentuk ESKA serta perlindungan anak. Salah satu yang dilakukan Yayasan KAKAK kaitannya dengan advokasi kebijakan, yayasan KAKAK mencoba mengkaji ulang PERDA Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Nomor 3 Tahun 2006. Selain mengkaji ulang PERDA yang ingin dilakukan yayasan KAKAK juga memantau lebih lanjut tentang Rencana Aksi Kota yang rencananya akan dibuat oleh pemerintah Kota Surakarta. Dalam melakukan advokasi kebijakan yayasan KAKAK berkoordinasi dengan KIPAS (Komite Indipenden Perlindungan Perempuan dan Anak Surakarta) jadi KIPAS ini bertugas untuk melihat lebih dalam lagi kebijakan di kota Solo yang berkaitan dengan anak.

Kemudian apabila dikaitkan dengan landasan teori yang ada menunjukkan bahwa kecakapan partisipasi warganegara menurut Sobirin Malian dan Suparman Marzuki (2003: viii), ”Kecakapan partisipatoris

meliputi tiga hal yaitu proaktif berinteraksi, kritis dan senantiasa memantau (memonitoring) isu publik, kemampuan mempengaruhi (influencing) kebijakan publik”. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan mempengaruhi meliputi tiga hal yaitu proaktif berinteraksi, kritis dan senantiasa memantau (memonitoring) isu publik, kemampuan mempengaruhi (influencing) kebijakan publik”. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan mempengaruhi

a. membuat petisi

b. berbicara di depan umum

c. bersaksi di depan badan-badan publik

d. terlibat dalam kelompok advokasi ad-hoc

e. membangun aliansi (Sobirin Malian dan Suparman Marzuki, 2003: viii)

Hal tersebut relevan dengan hasil penelitian yang ada dimana yayasan KAKAK sebagai warga negara menunjukkan kemampuannya dalam berpartisipasi melalui program-program pencegahan ESKA serta melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait yang bersentuhan langsung dengan isu ESKA. Selain itu yayasan KAKAK juga berkoordinasi dengan KIPAS (Komite Indipenden Perlindungan Perempuan dan Anak Surakarta) dalam mempengaruhi kebijakan publik serta senantiasa memantau isu publik berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kaitannya dengan upaya perlindungan anak dan sebagai bentuk upaya penghapusan ESKA.

3. Hambatan yang dihadapi yayasan “KAKAK” dalam mencegah eksploitasi seksual komersial anak

a. Hambatan internal Adanya keterbatasan sumber daya manusia di yayasan KAKAK serta jangkauan wilayah kerja yang sangat luas yaitu di Eks Karisidenan Surakarta. Hambatan yang lain yaitu sering kali terjadi perubahan kepengurusan dari yayasan KAKAK, dimana terjadi kekosongan pengurus untuk fokus dalam program tertentu. Selain itu kurangnya pengalaman dari sumber daya manusia di yayasan KAKAK.

1) Dari masyarakat Masyarakat kurang peka terhadap lingkungan wilayahnya, sensitivitas mereka terhadap permasalahan anak yang terjadi di lingkungan mereka masih kurang. Selain itu sulit untuk menggerakkan masyarakat untuk melakukan pencegahan maupun penangganan terkait dengan masalah ESKA, hal tersebut masih belum dapat mereka lakukan. Hal ini karena perspektif anak sebagai korban dalam kasus ESKA masih sangat sulit diterima masyarakat secara umum. Stigma negatif dan diskriminasi terhadap anak korban sangat melekat sehingga masih menganggap anak sebagai pelaku.

2) Dari anak Ada banyak persoalan yang membuat anak terjerumus dan tetap bertahan dalam dunia ESKA seperti prostitusi, sehingga cukup sulit untuk menumbuhkan kesadaran akan resiko dari aktivitas seksual yang anak lakukan. Selain itu anak-anak korban ESKA mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Untuk anak di wilayah rentan hambatan yang ada adalah berkaitan dengan waktu mereka yang bertabrakan dengan jam belajar. Bahkan anak-anak yang datang dalam pertemuan sering berganti-ganti kadang juga tidak mengikuti kegiatan

3) Dari keluarga Dalam keluarga sering kali terjadi keberadaan anak di dalam keluarga, karena stigma negatif yang diberikan dan perspektif yang memandang anak bukan sebagai korban, keluarga cenderung menyalahkan dan tidak memaafkan korban, bahkan ada unsur penolakan dengan membuang si anak atau tidak mengakui sebagai anak lagi. Keluarga yang kurang memperhatikan kondisi dan kebutuhan seorang anak serta bersikap acuh dan tidak mau tahu sangat dibutuhkan penyadaran bagi keluarga maupun orang tua agar mampu melakukan tindakan preventif untuk melindungi anak-anak mereka.

Ketika yayasan KAKAK berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak lain baik instansi pemerintah maupun organisasi non pemerintah dalam upaya penanggulangan ESKA, sering kali terjadi perbedaan pendapat ketika sedang diskusi membahas permasalahan anak, selain itu dari pihak mereka sering berganti-ganti orang ketika diadakan pertemuan. Selain itu hambatan lain adalah tidak tegasnya aparat kepolisian dalam menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pelaku eksploitasi seksual komersial terhadap anak.

5) Dari sekolah Hambatan di sekolah adalah bagaimana membentuk persepsi guru tentang pentingnya perlindungan anak, sehingga di sekolah pun hak- hak anak itu perlu dijaga dan dilindungi. Hambatan yang lain yaitu ketika advokasi kebijakan di sekolah, kebijakan yang berpihak kepada anak, ketika seorang anak menjadi korban ESKA, agar tidak mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini masih belum bisa diterapkan.

Berdasarkan landasan teori hambatan tersebut relevan dengan hasil penelitian yang ada seperti yang diungkapkan oleh Stephanie Delaney (2006: 44) bahwa “salah satu kesulitan yang dihadapi organisasi- organisasi lokal adalah bahwa mereka mengalami kekurangan sumber- sumber yang dibutuhkan”. Dalam hal ini hambatan utama yang dihadapi yayasan KAKAK dalam mencegah ESKA di lingkungan internalnya yaitu berkaitan dengan terbatasnya sumber daya manusia yang ada.

1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Berada Pada Situasi

Eksploitasi Seksual Komersial

Ada beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar (dominan) yang menyebabkan anak berada pada situasi eksploitasi seksual komersial. Yang mana masing-masing faktor ini saling mengkait satu sama lain meliputi:

a. Faktor Keluarga dan Teman

Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak dimana anak membutuhkan perlindungan dan tempat tinggal. Akan tetapi keluarga yang tidak harmonis justru membuat anak merasa tidak nyaman. Suasana rumah yang tidak kondusif akibat perceraian, orang tua yang sering bertengkar, menyebabkan anak merasa kurang perhatian dan kasih sayang sehingga sering kali anak lari dari rumah dan mencari suasana baru yang berbeda di luar rumah. Hal ini beresiko menjadikan anak-anak terjebak dalam situasi ESKA. Banyak orang tua yang gagal memberikan pendidikan dan teladan yang baik untuk anak-anaknya, kesibukan orang tua seringkali menyebabkan mereka tidak memiliki cukup waktu untuk mengenal anak-anaknya.

Begitu pula dengan lingkungan terdekat anak, seperti teman. Lingkungan pergaulan yang tidak sehat sangat berdampak buruk bagi anak- anak. Anak-anak secara psikis sifatnya itu masih labil, mudah untuk dipengaruhi. Teman-teman yang mempunyai kebiasaan dan perilaku buruk sangat mudah untuk ditiru karena seorang anak yang telah merasa cocok dengan teman atau kelompoknya, akan cenderung mengikuti gaya teman atau kelompoknya tersebut. Ketika teman-temannya terjerat dalam ESKA bukan tidak mungkin anak tersebut juga ikut terseret dalam situasi ESKA seperti yang dialami oleh Anggrek (nama samaran) dapat dilihat dalam catatan lapangan 2, dimana anak ini terpengaruh oleh teman-temannya dengan mengkonsumsi miras dan pil dixtro hingga akhirnya berujung pada ESKA.

Ketika seorang anak sudah mulai mengenal media informasi dan komunikasi seperti internet, anak secara tidak langsung beresiko terhadap ESKA. Anak-anak yang masih memiliki tingkat keingintahuan yang sangat tinggi akan sangat mudah untuk menjadi korban penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi karena anak punya akses yang tak terbatas. Saat ini layanan internet seperti jejaring sosial facebook mampu membawa dampak yang negatif bagi anak-anak karena dunia maya menawarkan seribu satu macam cara untuk melakukan transaksi seksual sampai hubungan seksual dengan kontrol yang sangat minim atau bisa dibilang tidak ada. Selain itu modus terbaru yang saat ini banyak digunakan pelaku untuk mencari korbannya adalah dengan jejaring sosial facebook.

Media lain yaitu televisi, saat ini televisi banyak menampilkan tayangan yang tidak memiliki nilai edukasi, hal itu akan mempengaruhi anak untuk bersifat konsumtif terhadap sesuatu yang telah dilihatnya, anak-anak tersebut disuguhi barang-barang mewah yang hanya dapat mereka lihat tanpa bisa mereka miliki. Untuk anak-anak yang berasal dari ekonomi menengah kebawah menimbulkan kecemburuan sosial ketika teman-teman lain mempunyai barang-barang mewah sedangkan dia tidak. Seperti ketika teman- temannya mempunyai handphone mewah, sedangkan dia tidak seperti yang dialami oleh Melati (nama samaran) dapat dilihat dalam catatan lapangan 3, Melati merasa sedih karena teman-temannya memiliki hp yang bagus, barang mewah, naik motor dan sering pamer. Sementara dia merasa tidak punya apa- apa dan tidak mungkin menyampaikan itu ke keluarganya. Untuk biaya makan dan hidup sehari-hari saja orang tuanya harus banting tulang sehingga tidak mungkin membelikan anak barang-barang mewah. Akhirnya karena kondisi ekonomi dan sebab-sebab lainnya mendorongnya menjadi pribadi yang mudah terpengaruh dan ini menjerumuskan dia menjadi korban ESKA.

Dari temuan di lapangan dapat dinyatakan bahwa sebagian besar anak korban ESKA berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang relatif rendah. Kondisi ekonomi yang sulit dapat memaksa seseorang untuk memilih pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan tetapi bisa menghasilkan banyak uang. Selain itu keinginan untuk memiliki barang-barang mewah yang juga berkaitan erat dengan pengaruh teman dengan kondisi ekonomi yang tidak memadai memaksa mereka untuk berada pada situasi ESKA. Seperti halnya yang dialami oleh Mawar (nama samaran) bisa dilihat dalam catatan lapangan 4, yang mana Mawar ini berkeinginan untuk membantu ekonomi keluarga dan membeli barang-barang kebutuhan pribadi dengan melakukan aktivitas ESKA, selain itu karena dia sedih melihat ibunya harus banting tulang mencari uang sendirian untuk dia, adiknya dan neneknya.

Bahkan sekarang ini banyak anak muda yang juga mempunyai gaya hidup hedonis hingga memaksa mereka terjun dengan sukarela melakukan aktivitas ESKA. Anak-anak ini beranggapan bahwa hal tersebut merupakan jalan termudah untuk mendapatkan uang lebih demi memenuhi kebutuhan materinya agar bisa membeli barang-barang mewah, seperti handphone dan sebagainya.

d. Faktor Pengalaman Seksual Dini

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan seksual dini menjadi salah satu faktor penyebab anak berada pada situasi ESKA. Hal ini dikarenakan anak sudah terlanjur merasa tidak berharga lagi, malu dan tertipu maka anak ini meneruskan dengan terjun ke ESKA. Hubungan seksual dini ini menurut data yang dihimpun di yayasan KAKAK biasanya dilakukan dengan pacar sebanyak 77,33%. Modus yang sedang tren sekarang ini kedoknya melalui pacaran tapi terselubung, jadi tidak kelihatan. Seorang anak biasanya mudah untuk ditipu, banyak anak korban ESKA yang terjerumus dalam ESKA karena awalnya sudah melakukan aktivitas seksual dengan pacarnya, akhirnya pacarnya mengkhianati dia, meninggalkan si anak. Anak dengan perasaan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan seksual dini menjadi salah satu faktor penyebab anak berada pada situasi ESKA. Hal ini dikarenakan anak sudah terlanjur merasa tidak berharga lagi, malu dan tertipu maka anak ini meneruskan dengan terjun ke ESKA. Hubungan seksual dini ini menurut data yang dihimpun di yayasan KAKAK biasanya dilakukan dengan pacar sebanyak 77,33%. Modus yang sedang tren sekarang ini kedoknya melalui pacaran tapi terselubung, jadi tidak kelihatan. Seorang anak biasanya mudah untuk ditipu, banyak anak korban ESKA yang terjerumus dalam ESKA karena awalnya sudah melakukan aktivitas seksual dengan pacarnya, akhirnya pacarnya mengkhianati dia, meninggalkan si anak. Anak dengan perasaan

2. Partisipasi Yayasan “KAKAK” dalam Mencegah Eksploitasi Seksual