Larangan dan Kewajiban Dalam Islam

Larangan dan Kewajiban Dalam Islam

Larangan yang paling utama di dalam Islam adalah larangan menyekutukan Allah, larangan menjadikan selain Allah sebagai sesembahan. Inilah larangan yang apabila dilanggar maka pelakunya langsung dapat dikategorikan sebagai orang yang keluar dari golongan orang-orang Muslim. Apabila seseorang telah mengambil selain Allah sebagai sesembahan maka telah kafirlah dia. Karena itu dapat dikatakan bahwa menjadikan Allah sebagai sesembahan adalah batas antara Muslim dan kafir. Percaya kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah akan memasukkan seseorang sebagai orang Muslim; sedangkan mengingkari-Nya, termasuk menjadikan selain Allah tempat memohon, atau meyakini ada yang dapat melindungi selain Allah, maka berarti seseorang telah keluar batas iman.

Setelah melihat larangan terbesar di dalam Islam tentunya ada larangan yang berada persis di bawahnya, atau larangan nomor dua yang tentunya juga memiliki konsekuensi besar. Larangan yang berada satu tingkat di bawah larangan menyekutukan Allah adalah larangan durhaka kepada kedua ibu-bapak:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al Isra’ [17]:23).

Tanpa terlalu banyak merenung kita dapat melihat bahwa ayat di atas memberikan panduan kepada anak untuk berbakti, untuk berbuat baik dengan sebaik-baiknya kepada kedua orang tua. Anaklah yang diperintah agar jangan membantah dengan berkata ‘ah’ apalagi membentak orang tuanya. Anaklah yang dibimbing untuk mengucapkan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua. Ya, di ayat ini anaklah yang diberikan pedoman, diberikan arahan untuk tidak menyekutukan Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Tetapi jangan lupa, ada beban yang sangat besar diberikan kepada orang tua. Di dalam ayat ini tersirat pelajaran bahwa orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya agar tidak menyekutukan Allah dan agar si anak kelak dapat berbakti kepada orang tua. Tugas orang tualah untuk mendidik anak-anaknya, memberikan pengajaran, contoh tauladan kepada anak-anaknya agar kelak mereka menjadi orang-orang yang Tanpa terlalu banyak merenung kita dapat melihat bahwa ayat di atas memberikan panduan kepada anak untuk berbakti, untuk berbuat baik dengan sebaik-baiknya kepada kedua orang tua. Anaklah yang diperintah agar jangan membantah dengan berkata ‘ah’ apalagi membentak orang tuanya. Anaklah yang dibimbing untuk mengucapkan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua. Ya, di ayat ini anaklah yang diberikan pedoman, diberikan arahan untuk tidak menyekutukan Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Tetapi jangan lupa, ada beban yang sangat besar diberikan kepada orang tua. Di dalam ayat ini tersirat pelajaran bahwa orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya agar tidak menyekutukan Allah dan agar si anak kelak dapat berbakti kepada orang tua. Tugas orang tualah untuk mendidik anak-anaknya, memberikan pengajaran, contoh tauladan kepada anak-anaknya agar kelak mereka menjadi orang-orang yang

Nah sekarang dengan sedikit merenungkan makna yang terkandung dalam ayat Al Isra’ di atas, kita melihat ada hubungan timbal-balik pelaksanaan tugas antara kedua belah pihak, pihak anak dan orang tua. Kalau boleh dikatakan, ada semacam simbiosis mutualisme, ketergantungan yang saling menguntungkan antara pihak anak dan orang tua. Tentunya kita akan setuju bahwa persiapan yang dilakukan oleh orang tua untuk membentuk anak-anaknya juga pada akhirnya akan kembali kepada orang tua tersebut. Upaya pembentukan anak-anak yang dilakukan, Insya Allah, akan berbanding sejajar dengan manfaat yang diperoleh yaitu pengabdian dan penghormatan dari anak kepada orang tua kelak di kemudian hari sewaktu orang tua tersebut sampai berumur lanjut. Sekarang, siapa pun kita atau apa pun status kita, entah masih berstatus ‘anak-anak’ atau sudah punya anak, kewajiban ini tetap berlaku kepada kita. Jelas untuk masih yang berstatus ‘anak- anak’ kewajibannya adalah memuliakan orang tua. Pembiasaan memuliakan orang tua ini juga dapat menjadi bekal persiapan untuk menjelasng status yang, Insya Allah, sebentar lagi akan dihadapi, yaitu status menjadi orang tua dan mempunyai anak. Bagi orang tua yang sudah memiliki anak, kewajiban yang terbebankan adalah mendidik agar anak-anaknya dapat menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

Setelah taat kepada Allah, mari kita muliakan orang tua kita bila kita masih berstatus ‘anak-anak.’ Bila berstatus orang tua yang sudah punya anak-anak mari kita ajarkan anak-anak kita untuk taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tua.

Billahittaufiq Wal Hidayah Sumbawa, 9 Mei 2002