Kalau begitu bunuh saja anakmu!

Kalau begitu bunuh saja anakmu!

... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar Ra’d 13:11)

Kalau begitu bunuh saja anakmu! Nasihat ini kami berikan kepada seorang ayah yang bersikeras tidak mau berusaha mengobati anaknya yang menderita tumor [atau kanker otak?] gara-gara mendengarkan ‘nasihat-nasihat’ menyesatkan dari tetangga-tetangganya. Awalnya, anaknya yang baru berusia sekitar sepuluh tahun divonis oleh dokter mengidap kanker otak. Oleh dokter ia disarankan untuk membawa anaknya untuk berobat, dioperasi di rumah sakit yang memiliki peralatan yang lebih lengkap di Bali. Biaya yang harus diusahakannya hanyalah untuk biaya makan dan tempat tinggal orang yang menunggu proses operasi pengobatan anak ini. Sementara untuk biaya rumah sakit, biaya operasi dan pengobatan lain sudah ditanggung dengan program JPS oleh pemerintah.

Alasan yang dipakai oleh si bapak adalah pasrah, tawakkal terhadap ketentuan Allah. Beliau takut karena mendengar cerita bahwa operasi otak yang dilakukan jarang berhasil, lebih sering berakhir dengan kematian. Dari beberapa operasi kanker, hanya sedikit yang berhasil. Usaha pengobatan dengan operasi akan sia-sia. Demikian kira-kira alasan si bapak ini sehingga menolak sewaktu disarankan untuk membawa anaknya ke Bali. Menurut si bapak, anaknya lebih baik diobati di sini saja. Kalau sembuh ya syukur, kalau tidak, ya pasrah, tawakkal terhadap ketentuan Ilahi. Astaghfirullah.

Logika kepasrahan seperti ini jelas bertentangan dengan kewajiban ikhtiar yang dibebankan kepada makhluk. Konsep tawakkal yang diajarkan oleh Rasulullah adalah, ikat dulu kudamu, baru boleh bertawakkal. Apabila kemudian setelah diikat, kuda tersebut lari, atau hilang diambil orang, barulah boleh dipasangkan tawakkal ini. Sebelum ada usaha, belum boleh kita mengklaim diri telah bertawakkal. Konsep ini juga berlaku kepada si bapak yang kami ceritakan di atas atau kepada kita semua. Seharusnya kita berusaha semaksimal mungkin dulu baru menetapkan tawakkal. Anak ini pun seharusnya dioperasi dulu. Memang kemungkinan sembuh si anak ini kecil. Tetapi kalau pun dibiarkan tanpa mendapatkan pengobatan, Insya Allah ia juga akan Logika kepasrahan seperti ini jelas bertentangan dengan kewajiban ikhtiar yang dibebankan kepada makhluk. Konsep tawakkal yang diajarkan oleh Rasulullah adalah, ikat dulu kudamu, baru boleh bertawakkal. Apabila kemudian setelah diikat, kuda tersebut lari, atau hilang diambil orang, barulah boleh dipasangkan tawakkal ini. Sebelum ada usaha, belum boleh kita mengklaim diri telah bertawakkal. Konsep ini juga berlaku kepada si bapak yang kami ceritakan di atas atau kepada kita semua. Seharusnya kita berusaha semaksimal mungkin dulu baru menetapkan tawakkal. Anak ini pun seharusnya dioperasi dulu. Memang kemungkinan sembuh si anak ini kecil. Tetapi kalau pun dibiarkan tanpa mendapatkan pengobatan, Insya Allah ia juga akan

Yang ingin kami katakan adalah berapa sering kita mengklaim diri dengan predikat-predikat ketaqwaan, tawakkal salah satunya, padahal kita belum termasuk orang yang seperti pengakuan tersebut. Kita mengklaim diri bertaqwa, ingin mendapatkan fasilitas kemudahan di akhirat padahal amal ibadah kita masih minimal bahkan kadang salah penempatan.

Ya Allah perlihatkan kepada kami yang benar itu benar, dan kuatkan kami untuk melaksanakannya. Dan perlihatkan kepada kami yang salah itu salah, dan kuatkan kami untuk menjauhinya. Amien. Terakhir, beberapa waktu yang lalu kami mendapat kabar bahwa si anak ini telah dipanggil oleh Allah SWT. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Dan si bapak sampai beberapa hari kemudian demikian menyesali upayanya yang belum maksimal untuk pengobatan anaknya.

Wallahua’lam bishowab Sumbawa, 9 April 2002