Syukur Hidayah

Syukur Hidayah

Salah seorang pelindung perjuangan Rasulullah SAW adalah paman beliau yang juga pengganti orang tua beliau yaitu Abu Thalib. Sang paman ini begitu sayang kepada keponakannya demikian juga sang keponakan sudah mengganggap beliau sebagai orang tua sendiri. Jalinan hubungan mereka didasari pada kasih sayang yang tiada beda dengan kasih sayang orang tua kandung kepada anaknya. Bahkan sewaktu keponakannya menginjak remaja Abu Thalib sering mengajaknya bersama-sama mencari nafkah untuk keluarga sampai ke negeri yang jauh bersama kafilah-kafilah dagang. Artinya antara paman dan keponakan sudah ada ikatan saling lindung- melindungi. Karena itulah, ketika sang keponakan berjuang membawa ajaran Ilahiyah, ajaran agama Islam, sang paman pun tampil sebagai pelindung bagi perjuangan keponakannya.

Walaupun demikian erat hubungan paman dan keponakan ini, demikian tegar sang paman melindungi perjuangan keponakannya dalam membawa ajaran Islam, ada satu penghalang yang masih merintangi, yaitu sang paman masih tidak mau melepaskan keyakinan nenek-moyangnya dan tidak mau bergabung dalam golongan orang-orang yang beriman. Maka sangatlah wajar dengan hubungan yang erat ini dan didasari oleh kasih-sayang yang mendalam sang keponakan sangat menginginkan pamannya mau menerima ajaran yang dibawanya. Akan tetapi oleh Allah SWT keinginan Rasululah SAW agar pamannya juga mendapat hidayah ‘ditegur’ dengan firman- Nya di dalam surat al Qashshash:

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang- orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al Qashshash [28]: 56)

Demikian dekat hubungan kekeluargaan antara sang pembawa petunjuk dengan Abu Thalib, demikian erat kasih-sayang antara mereka berdua tetapi Allah SWT menegaskan bahwa siapa pun orang yang kita kasihi tidak akan mendapatkan petunjuk kalau bukan karena kehendak Allah.

Ikhwan fillah, petunjuk ke jalan yang diridhoi-Nya ini adalah semata-mata hak prerogatif Allah SWT. Dari ayat di atas, tanpa perenungan yang mendalam dengan mudah kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita tidak dapat memberikan petunjuk kepada siapa saja yang kita inginkan mendapat petunjuk. Contohnya adalah kisah mengenai Abu Thalib paman Rasulullah SAW ini. Akan tetapi yang perlu kita renungkan sekarang adalah bahwa, Alhamdulillah, ternyata sekarang Ikhwan fillah, petunjuk ke jalan yang diridhoi-Nya ini adalah semata-mata hak prerogatif Allah SWT. Dari ayat di atas, tanpa perenungan yang mendalam dengan mudah kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kita tidak dapat memberikan petunjuk kepada siapa saja yang kita inginkan mendapat petunjuk. Contohnya adalah kisah mengenai Abu Thalib paman Rasulullah SAW ini. Akan tetapi yang perlu kita renungkan sekarang adalah bahwa, Alhamdulillah, ternyata sekarang

Setelah menyadari bahwa kita, yang bukan siapa-siapa ini ternyata diberikan hidayah, petunjuk oleh Allah SWT untuk mengikuti jalan yang diridhoi-Nya yaitu jalan Islam ini, yang perlu kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita mempertahankan diri tetap di jalan-Nya ini. Kita harus banyak-banyak berusaha mempertahankan keberadaan kita di jalan Ilahi ini. Pengisian diri dengan ilmu untuk dapat memahami petunjuk jalan Ilahi adalah mutlak kita lakukan. Penyempurnaan pelaksanaan ajaran juga termasuk beberapa cara yang mesti kita lakukan untuk dapat mempertahankan diri tetap berada di atas jalan ini.

Setelah berada di atas jalan Islam, kita harus terus berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah Allah SWT tetapkan. Akan sangat rugi rasanya setelah kita berada di atas jalan hidayah ini, kemudian kita sia-siakan kesempatan, bahkan berislam dengan enggan. Semestinya dengan kesadaran ini, sekaranglah saatnya kita yakinkan diri untuk berislam dengan total, bukan setengah-setengah.

Keadaan kita yang sekarang ini berislam adalah semata-mata anugerah dari Allah. Kita patut bersyukur atas hal ini. Selanjutkan kita harus mempertahankan diri agar tetap berada di jalan- Nya. Sudah saatnya kita berislam secara kaffah, secara menyeluruh bukan berislam setengah- setengah.

Ya Allah, Ya Robbal ‘alamin, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Amin. (QS. Al Fatihah [1]: 6-7)

Billahittaufiq Wal Hidayah Sumbawa, 25 Juni 2002