Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur

(1)

VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI

UNTUK KONVERSI MENJADI KAWASAN INDUSTRI

KARIANGAU BALIKPAPAPAN

KALIMANTAN TIMUR

FIRDAUS ALBARQONI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya manyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, Mei 2013

Firdaus Albarqoni H44080084


(3)

RINGKASAN

FIRDAUS ALBARQONI. “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur”. Dibimbing oleh NINDYANTORO

Kelurahan Kariangau terletak di Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan Kalimantan Timur. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan dalam pengembangan Kota Balikpapan pemerintah daerah bermaksud untuk mengembangkan wilayah Hutan Kariangau menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahteraan rakyat. Pembangunan Kawasan tersebut direncanakan seluas 5.000 hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan Timur. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan dikembangkan kemudian.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung nilai ekonomi hutan di Kelurahan Kariangau. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk menganailis persepsi masyarakat mengenai kondisi Hutan Kariangau dan mengestimasi nilai yang bersifat intangible seperti nilai warisan dan nilai keberadaan yang dilakukan dengan metode willingness to pay. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengestimasi nilai hutan yang bersifat tangible seperti: nilai air, nilai karbon dan nilai pilihan.

Analisis persepsi masyarakat mengenai keberadaan hutan saat ini dilakukan dengan metode skala pengukuran yaitu rataan skor. Nilai rataan skor tersebut menunjukan penilaian masyarakat terhadap keindahan, kenyamanan, kesejukan, keberlanjutan ekosistem, kemananan, dan ketersediaan air. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan persepsi masyarakat terhadap keberadaan Hutan Kariangau memiliki rataan total skor sebesar 3,61 yang tergolong pada kategori baik. Nilai ekonomi hutan yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai air, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan dan nilai waisan. Nilai air yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebesar Rp 17.889.800,94/tahun, nilai karbon sebesar Rp 94.643.077.520, nilai pilihan sebesar Rp 90.348.420,29, nilai keberadaan sebesar Rp. 1.867.715.000 dan nilai warisan sebesar Rp 1.764.905.00.

Berdasarkan besarnya nilai hutan di Kelurahan Kariangau perlu adanya sosialisasi sosialisasi nilai manfaat kawasan konservasi / kawasan lindung pada masyarakat, pengambil kebijakan. Perlu adanya kebijakan pemerintah untuk menambah jumlah hutan kota dan ruang terbuka hijau yang kondusif dan dapat mendukung terlaksananya program-program pengelolaan kawasan konservasi.


(4)

VALUASI EKONOMI LAHAN HUTAN YANG BERPOTENSI

UNTUK KONVERSI MENJADI KAWASAN INDUSTRI

KARIANGAU BALIKPAPAPN

KALIMANTAN TIMUR

FIRDAUS ALBARQONI H44080084

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

Judul Penelitian : Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur

Nama : Firdaus Albarqoni

NIM : H44080084

Disetujui, Pembimbing

Ir. Nindyantoro, MSP NIP 19620323 199002 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP 19660717 199203 1 003


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau (Studi Kasus Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan Kalimantan Timur)”. Penulis mengucapkan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, solusi dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Adi Hadianto, SP, MSi dan Ibu Hastuti S.P, MSi selaku dosen penguji uatama dan dosen penguji perwakilan departemen.

3. Bapak Toto Sucipto dan Ibu Icih Sutarsih, orang tua yang selalu memberikan kekuatan, dukungan, baik moril dan materi serta limpahan doa yang tidak pernah terputus kepada penulis.

4. Bapak Yusuf yang telah meluangkan waktunya menemani dan mengantar penulis dalam pengumpulan data.

5. Silvia Kurnia gustiani yang sudah banyak meluangkan waktu untuk membantu, menemani, memberikan arahan, motivasi dan inspirasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

6. Shinta Margaretta yang telah banyak membantu dan memberikan solusi dalam pengolahan data.

7. Teman-teman seperjuangan ESL 45 yang telah banyak mengajari dan memberikan tutor kepada penulis selama masa kuliah.

8. Teman-teman DotA Muhamad Dika Yudhistira, Dian Permana, Rizki Prabanugraha, Agung Kriswiyanto, Dian Permana dan Wibi Arya Putra yang selalu menemani penulis dalam melepas penat.

9. Teman-teman begadang dari penyusunan proposal sampai skripsi ini selesai Ai Surya Buana, Kiki Wira Kurniadi dan Salafudin Al Ayyubi.


(7)

10.Google.com sebagai mesin pencari yang sangat membantu dalam menemukan referensi

11.Teman-teman IKABON yang telah banyak membantu dalam penyusunuan skripsi ini.

12.Semua pihak yang membantu dalam proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2013


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas akhir studi Program Sarjana (S1) Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penelitian ini adalah Penelitian untuk mengetahui seberapa besar Nilai yang hilang antara lain berupa nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value) yang ada di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat.

Penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses perisapan hingga penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Peumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Batasan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan ... 13

2.2 Peraturan Mentri Kehutanan Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan ... 14

2.3 Teori Harga Lahan ... 17

2.4 Konsep Nilai untuk Sumberdaya ... 17

2.5 Tipologi Nilai Ekonomi ... 18

2.6 Penggunaan Valuasi Ekonomi Lingkungan ... 20

2.7 Nilai Ekonomi Kehutanan ... 20

2.8 Konsep Hutan dan Hukum Kehutanan ... 21

2.9 Konsep Garden City ... 23

2.10 Konsep Dasar Pengembangan Tata Ruang ... 25

2.11 Konsep Pengembangan Struktur Kota Balikpapan ... 28

2.12 Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung ... 32

2.13 Penelitian Terdahulu ... 33

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 35

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 35

3.1.1. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam ... 35

3.1.1.1 Penilaian Berdasarkan Perilaku yang Diamati ... 35

3.1.1.2 Penilaian Berdasarkan Nilai Pengganti ... 36

3.1.2 Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay) ... 36

3.1.3 Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Sumberdaya ... 37

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

IV METODE PENELITIAN ... 41

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41


(10)

4.3 Metode Pengambilan Data ... 42

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 44

4.4.1 Indikator Ketegori Penilaian ... 44

4.4.2 Analisis Deskriptif ... 45

4.4.3 Metode Nilai Pasar ... 45

4.4.4 Analisis WTP... 46

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 48

5.1 Profil Kota Balikpapan ... 48

5.2 Luas Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Kariangau ... 48

5.3 Topografi dan Iklim ... 49

5.4 Pola Penggungaan Lahan ... 49

5.5 Kependudukan ... 50

5.6 Jumlah Angkatan Kerja dan Pelajar ... 51

5.7 Pengunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau ... 51

VI PEMBAHASAN... 53

6.1 Karakteristik Responden ... 53

6.1.1 Jenis Kelamin ... 53

6.1.2 Tingkat Usia ... 53

6.1.3 Status Pernikahan ... 54

6.1.4 Tingkat Pendidikan ... 55

6.1.5 Jenis Pekerjaan ... 56

6.1.6 Tingkat Pendapatan ... 56

6.1.7 Jumlah Tanggungan... 57

6.2 Persepsi Responden terhadap Keberadaan Hutan ... 57

6.2.1 Keindahan ... 58

6.2.2 Kenyamanan ... 58

6.2.3 Kesejukan ... 59

6.2.4 Keberlanjutan Ekosistem ... 60

6.2.5 Ketersediaan Air ... 60

6.2.6 Keamanan ... 61

6.3 Kuantifikasi Manfaat Hutan Kelurahan Kariangau ... 61

6.3.1 Manfaat Langsung ... 61

6.3.2 Manfaat Tidak Langsung ... 62

6.3.2.1 Nilai Karbon ... 62

6.3.2.2 Nilai Pilihan ... 63

6.3.2.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan Hutan Kariangau ... 64

6.3.2.4 Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP Keberadaan Hutan Kariangau ... 66

6.3.2.5 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan Hutan Kariangau ... 66

6.3.2.6 Memperkirakan Nilai Rata-rata WTP Warisan Hutan Kariangau ... 68

6.4 Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Kariangau ... 69


(11)

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 70

7.1 Simpulan ... 70

7.3 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Area Penggunaan Lain

(APL) Tahun 2008 ... 2

2. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK) Tahun 2008 ... 3

3. Bobot Nilai Jawaban Responden ... 42

4. Nilai Skor Rataan ... 43

5. Kategori Kriteria dalam Kategori Penilaian Hutan Kariangau ... 44

6. Pola Penggunaan Lahan Kelurahan Kariangau Tahun 2010 ... 50

7. Perbandingan Jumlah Penduduk Kecamatan Balikpapan Barat Tahun 2010 ... 50

8. Perbandingan Angkatan Kerja dan Pelajar di Kecamatan Balikpapan Barat Tahun 2010 ... 51

9. Penggunaan Sumber Air di Kelurahan Kariangau Tahun 2010 ... 52

10. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Kariangau ... 58

11. Nilai Air yang Dikonsumsi Masyarakat Kelurahan Kariangau ... 61

12. Nilai Air yang Dikonsumsi Perusahaan di Kelurahan Kariangau... 62

13. Hasil Regresi Berganda WTP Keberadaan Hutan Kariangau ... 64

14. Distribusi Nilai WTP Keberadaan Hutan Kariangau ... 66

15. Hasil Regresi Berganda WTP Warisan Hutan Kariangau ... 67

16. Distribusi Nilai WTP Warisan Hutan Kariangau ... 69


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan ... 20

2. Elemen Utaman Konsep Garden City ... 25

3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 40

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 54

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 54

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 55

8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 56

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 56

10.Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 57

11.Persepsi Responden Mengenai Tingkat Keindahan ... 58

12.Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kenyamanan ... 59

13.Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kesejukan ... 59

14.Persepsi Masyarakat Mengenai Keberlanjutan Ekosistem ... 60

15.Persepsi Masyarakat Mengenai Mengenai Ketersedian Air ... 60

16.Persepsi Masyarakat Mengenai Keamanan Hutan ... 61


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisoner ... 75 2. Karakteristik Responden ... 79 3. Konsumsi Air di Kelurahan Kariangau ... 81 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTP Keberadaan Hutan

Kariangau ... 82 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan Hutan Kariangau ... 83 6. Nilai WTP Keberadaan dan Warisan Hutan Kariangau... 84


(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya hutan Indonesia menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan dan manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat sumberdaya hutan secara komperehensif. Untuk memahami manfaat dari sumberdaya hutan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan sumberdaya hutan ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kopenhagen 17 Desember 2009 menargetkan penurunan emisi sebesar 26%. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu diperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota serta peta penunjukan kawasan hutan yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan. Target tesebut dapat dicapai dengan penerapan kebijakan dan pengelolaan hutan yang baik. Berdasarkan data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008), terdapat sebaran dan luasan Areal Penggunaan Lain (APL) yang merupakan areal yang telah dikeluarkan dari kawasan hutan untuk selanjutnya dialokasikan bagi pembangunan di luar sektor kehutanan. Kebijakan tersebut menjadi permasalahan karena masih terdapat tegakan hutan seluas 7,08


(16)

2 juta hektar di kawasan APL tersebut, masing-masing 1,05 juta hektar masih berupa hutan primer dan 6,03 juta hektar berupa hutan sekunder. Hutan primer di kawasan APL terkonsentrasi di dua pulau, yakni Pulau Kalimantan (33,64%) dan Papua (32,92%). Sedangkan kawasan APL yang bertegakan hutan sekunder terkonsentrasi di Pulau Kalimantan (40,76%) dan Sumatera (22,94%).

Tabel 1. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Area Penggunaan Lain di Indonesia (APL) Tahun 2008

Pulau Penutupan Lahan Total Luas

(ha) %

Hutan Primer (ha)

% Hutan Sekunder

(ha)

%

Sumatera 52.800 5,03 1.384.400 22,94 1.437.200 20,29

Jawa 39.900 3,80 78.000 1,29 117.900 1,66

Kalimantan 353.400 33,64 2.459.600 40,76 2.813.000 39,71

Sulawesi 146.200 13,92 791.600 13,12 937.800 13,24

Bali & NTT 96.400 9,18 888.800 14,73 985.200 13,91

Maluku 16.000 1,52 160.700 2,66 176.700 2,49

Papua 345.900 32,92 270.900 4,49 616.800 8,71

Total 1.050.600 100,00 6.034.000 100,00 7.084.600 100,00

Sumber: Diolah dari Data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008)

Tantangan yang dalam mencapai target penurunan emisi dari sektor kehutanan adalah masih luasnya areal bertegakan hutan di kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). Kawasan HPK adalah bukan kawasan hutan tetap, yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan.

Mengacu pada data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008), luas kawasan HPK yang masih berupa hutan primer dan sekunder mencapai 10,83 juta hektar, masing-masing 5,09 juta hektar adalah hutan primer dan 5,74 juta hektar adalah hutan sekunder. Dari 5,09 juta hektar hutan primer di kawasan HPK, 92,90% berada di Pulau Papua, sedangkan sebaran hutan sekunder yang terdapat di kawasan HPK, 34,19% terdapat di Pulau Papua dan 30,70% di Pulau Kalimantan.


(17)

3 Nilai manfaat produk dan jasa-jasa lingkungan hutan alam sebenarnya mempunyai nilai potensial jangka panjang, baik yang bersifat tangible (seperti: air, rotan, damar, gaharu, kulit kayu, sarang burung , dan yang lainnya) maupun intangible, (seperti: nilai ekowisata, nilai karbon, nilai pilihan, nilai keberadaan, dan nilai warisan/pelestarian) yang bersumber dari hutan. Implikasi dari konsep ini adalah pengertian dan pemahaman mengenai ukuran nilai manfaat yaitu pendekatan nilai ekonomi sumberdaya alam. Dengan pendekatan nilai ekonomi, maka estimasi nilai manfaat yang dapat diperoleh dan yang hilang bila terjadi perubahan fungsi kawasan konservasi dapat diketahui secara kuantitatif terukur. Informasi nilai ekonomi yang terukur secara kuantitatif akan lebih mudah menjelaskan keterkaitan kepentingan antara pelestarian kawasan konservasi hutan dan pembangunan ekonomi daerah.

Tabel 2. Sebaran Area Bertegakan Hutan di Kawasan Hutan Produksi Indonesia yang Dapat Dikonversi (HPK) Tahun 2008

Pulau Penutupan Lahan Total Luas

(ha) %

Hutan Primer (ha)

% Hutan

Sekunder (ha)

%

Sumatera 48.300 0,95 851.100 14,83 899.400 8,30

Jawa - - - -

Kalimantan 32.300 0,63 1.761.800 30,70 1.794.100 16,57

Sulawesi 43.400 0,85 240.200 4,19 283.600 2,62

Bali & NTT 3.000 0,06 11.700 0,20 14.700 0,14

Maluku 234.700 4,61 911.500 15,88 1.146.200 10,58

Papua 4.729.500 92,90 1.962.300 34,19 6.691.800 61,79

Total 5.091.200 100,00 5.738.600 100,00 10.829.800 100,00

Sumber: Diolah dari Data Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia (Kementrian Kehutanan, 2008)

Informasi mengenai nilai ekonomi dapat dilihat dari posisi suatu wilayah. Posisi dan kedekatan suatu kota dengan kota lain atau dengan wilayah lain yang lebih luas baik skala regional, nasional dan internasional merupakan potensi terciptanya kerjasama dalam berbagai konteks yang saling menguntungkan. Terlebih di era globalisasi saat ini, terwujudnya Kerjasama Ekonomi Regional/


(18)

4 Internasional suatu kota dengan kota lain atau wilayah lain dalam suatu negara atau antar negara tidak terelakkan lagi, hal ini terjadi pula di Balikpapan. Keuntungan lokasinya (location advantage) sebagai kota terdepan di Kalimantan dan bahkan Indonesia Timur menciptakan regional linkage dengan kota-kota lain disekitarnya bahkan dengan kota lain antar negara. Kerjasama ekonomi ini didasarkan kesamaan potensi kota atau saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan antar kota, atau yang lainnya.

Kota Balikpapan sebagai salah satu kota terbesar di Propinsi Kalimantan Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi dengan migas mencapai 6,7 persen, sementara pertumbuhan ekonomi tanpa migas sebesar 9,0 persen. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pertambangan, pengelolaan industri minyak atau gas bumi serta pelayanan jasa yang menghasilkan barang industri dan barang produksi. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan perdagangan dan usaha-usaha lain yang signifikam di Kota Balikpapan dengan menimbulkan dampak berupa peningkatan jumlah penduduk. Selain itu Kota Balikpapan menjadi titik transit dan transportasi jalur perhubungan udara dan laut berkaitan dengan letak goegrafis yang berada di selat Makassar dan didukung oleh sarana dan prasarana transportasi udara dan laut yang baik. Faktor-faktor tersebut di atas sangat mempengaruhi terhadap fungsi utama Kota Balikpapan sebagai kota jasa yang akan dikembangkan ke depan, baik dalam bentuk pemantapan terhadap fungsi yang sudah ada maupun penempatan fungsi baru yang akan dikembangkan.

Kota Balikpapan berdasarkan RTRW Nasional tahun 2006 diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Orde I, yaitu pusat yang melayani seluruh wilayah


(19)

5 Propinsi Kalimantan Timur dan Wilayah Nasional/ internasional yang lebih luas. Pusat ini diwakili oleh kota Balikpapan yang diarahkan sebagai kota utama di Propinsi Kalimantan Timur. Fungsi utama Kota Balikpapan secara detail adalah sebagai pusat pelayanan orde I antara lain sebagai pusat perdagangan dan jasa regional; pusat distribusi dan kolektor barang dan jasa regional; pusat pelayanan jasa transportasi laut, udara, sungai dan darat; pusat industri pengolahan; pusat pelayanan jasa pariwisata.

Berdasarkan RTRW Provinsi Kalimantan Timur tahun 2006, kawasan Balikpapan, ditetapkan sebagai kawasan strategis dengan fungsi penggerak pertumbuhan. Penetapan kota Balikpapan sebagai salah satu kawasan strategis didasarkan pada potensi sumber daya alam yang dimiliki, seperti kehutanan, pertambangan dan industri. Kawasan tersebut merupakan kawasan utama pertumbuhan perekonomian wilayah yang secara geografis terletak dalam lintasan aliran perdagangan regional dan internasional, yaitu Segitiga Pertumbuhan ASEAN. Kawasan tersebut dekat dengan Negara Bagian Sabah-Malaysia dengan pusat pertumbuhan utamanya yaitu Kota Tawao. Kota Balikpapan telah berkembang sebagai pusat koleksi dan distribusi utama khususnya untuk komoditi ekspor sehingga merupakan lokasi terkonsentrasinya fasilitas dan prasarana penting dan merupakan konsentrasi penduduk. Melalui pengembangannya sebagai wilayah pembangunan ekonomi terpadu dapat membantu mengurangi kesenjangan wilayah. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka tujuan pengembangan Kota Balikpapan dalam RTRW Provinsi Kalimantan Timur adalah:


(20)

6 1. Meningkatkan serta mengembangkan kota Balikpapan sesuai dengan sektor strategis atau sektor unggulan yang ada, melalui penyediaan prasarana dan sarana, baik untuk meningkatkan produksi maupun pemasaran.

2. Meningkatkan dan mengembangkan kota Balikpapan dalam kerangka pengembangan daerah belakangnya, melalui penyediaan sarana dan prasarana yang berfungsi sebagai media transformasi perkembangan.

3. Meningkatkan dan mengembangkan Kota Balikpapan dalam kerangka pertahanan dan keamanan wilayah perbatasan, yakni melalui pengembangan dan pemantapan fungsi dan peran permukiman atau daerah perkotaan strategis.

Sebagai suatu kawasan yang mempunyai potensi pertumbuhan ekonomi tinggi, maka kawasan ini diharapkan berkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan mengoptimalkan pengembangan sektor unggulan dan pengembangan kota-kota yang mempunyai pertumbuhan cepat.

Secara umum kondisi tutupan lahan di Kota Balikpapan masih didominasi oleh lahan tidak terbangun dengan luas 44.813, 21 ha (89,04%) dari luas wilayah Kota Balikpapan. Sedangkan lahan terbangun mencapai luas 5.517,36 ha (10,96.%) dari luas wilayah. Lahan tidak terbangun di Kota Balikpapan berupa hutan dengan luas 20.295,86 ha (40,33%), semak dan belukar seluas 12.226,31 HA (24,29%), ladang/kebun seluas 5.100, 29 ha (10,13%), sawah 103,93 ha, tambak 694,59 ha, perkebunan 316,93 ha, ruang terbuka hijau berupa makam-makam, taman, lapangan seluas 393,46 ha. Lahan tidak terbangun ini pada umumnya masih mendominasi Kota Balikpapan bagian utara, barat dan timur,


(21)

7 tepatnya di Kecamatan Balikpapan Barat, Utara dan Kecamatan Balikpapan Timur.

Pembangunan Kawasan Industri Kariangau (KIK) direncanakan seluas 5.000 hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Kalimantan Timur. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan dikembangkan kemudian. Dalam pengembangan daerah ini, pemerintah daerah membagi dengan fungsi yang berbeda – beda seperti pelabuhan dengan luas 56,5 hektar, kawasan industri dengan luas 399.288 hektar dan sarana pendukung seluas 339.267 hektar.

1.2 Perumusan Masalah

Kawasan yang direncanakan untuk Kawasan Industri Kariangau (KIK) berlokasi di daerah pesisir kota Balikpapan, karakteristik tersebut menjadi dasar prima perencanaan kawasan tersebut yaitu mengembangkan kawasan perkotaan yang kondusif terhadap keseimbangan lingkungan hidup pesisir dan sebagai pusat pertumbuhan baru dengan basis kegiatan industri. Area tersebut sudah masuk beberapa perusahaan, namun sebagian besar areanya masih berupa hutan belantara, alang – alang, rumput liar dan sejenisnya sehingga masyarakat sekitar tidak mendapatkan manfaatnya secara ekonomi karena mereka memanfaatkan lahan tersebut sebagai perladangan berpindah. Dengan lokasi yang strategis dan didukung oleh pemberlakuan Undang – Undang no. 32 dan 34 tahun 2004, pemerintah daerah bermaksud untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahteraan rakyat.


(22)

8 Kegiatan yang berada di KIK dapat digolongkan menjadi dua kegiatan besar yaitu kegiatan industri dengan fasilitas pendukungnya serta kegiatan non industri yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan industri yang ada. Beberapa kegiatan non industri yang akan dikembangkan adalah fasilitas akomodasi untuk pengunjung kawasan industri, kegiatan komersial dan jasa, perkantoran, rekreasi serta kegiatan penunjang lainnya yang diharapkan dapat mendukung kegiatan industri yang ada di Kawasan Industri Kariangau. Ada dua kelompok kegiatan dalam kawasan ini, maka komponen kegiatan yang nantinya dibagi menjadi dua bagian, yaitu komponen kegiatan industri dan komponen kegiatan non industri.

Berdasarkan analisis jenis industri yang berpotensi untuk dikembangkan, jenis industri yang ada di KIK dapat dikelompokkan menjadi kegiatan industri besar, menengah, dan kecil, dengan konsentrasi terbanyak adalah industri besar dan menengah, selain itu juga akan dilengkapi oleh fasilitas pendukung kegiatan industri seperti Pelabuhan Laut, Pergudangan, Instalasi Pengolahan Limbah, dan fasilitas pemadam kebakaran.

1. Kegiatan Industri

Kegiatan industri merupakan kegiatan-kegiatan utama yang ada di KIK, direncanakan akan menempati lahan yang cukup luas. Seperti telah diuraikan di atas, kegiatan industri besar dan menengah merupakan jenis kegiatan industri yang dominan dibandingkan dengan industri kecil. Selain itu pembagian industri di kawasan ini juga didasarkan pada jenis produksinya, yaitu industri makanan dan minuman, karet, kayu (pengolahan hasil pertanian), industri kimia, industri logam, batubara, dan aneka industri. Industri kimia, batubara dan logam akan lebih diorientasikan untuk pasar di


(23)

9 luar Propinsi Kalimantan Timur, sehingga lokasinya akan berada dekat dengan pelabuhan laut yang akan dibangun. Sementara industri pengolahan pertanian yang senagian besar bahan bakunya berasal dari daerah sekitar akan berada di dekat jalan utama kawasan yang menghubungkan kawasan industri ini dengan kota Balikpapan dan daerah-daerah lain di sekitarnya. 2. Pergudangan

Pergudangan yang akan disediakan berfungsi untuk penyimpanan sementara, baik itu barang hasil produksi maupun bahan baku, sebelum dikirim ke tempat tujuan. Kawasan pergudangan ini akan berada dekat pelabuhan laut, atau bahkan berada dalam satu kawasan dengan pelabuhan laut. Karena berfungsi untuk tempat penyimpanan sementara, maka kawasan pergudangan yang dibangun tidak terlalu luas.

3. Pelabuhan Laut

Kawasan industri Kariangau akan dilengkapi oleh pelabuhan laut untuk angkutan barang, khususnya barang-barang hasil produksi. Pelabuhan laut ini akan dilengkapi dengan peralatan bongkar muat untuk kontainer atau peti kemas, seperti crane dan lapangan penumpukan peti kemas. Selain itu pelabuhan tersebut juga dipersiapkan sebagai pelabuhan ekspor, sehingga akan dilengkapi dengan kantor dokumen ekspor, bea cukai dan fasilitas pendukung kegiatan ekspor lainnya.

4. Fasilitas Pemadam Kebakaran

Kegiatan industri merupakan kegiatan yang cukup rawan kebakaran, untuk itu diperlukan fasilitas penanggulangan bahaya kebakaran yang memadai, berupa hidran kebakaran dan mobil kebakaran. Karena jenis industri yang


(24)

10 akan dikembangkan ada yang berupa industri kimia, maka fasilitas pemadam kebakaran yang disediakan juga harus ampu untuk menaggulangi bahaya kebakaran dari bahan kimia, yang biasanya lebih sulit ditanggulangi. 5. Instalasi Pengolahan Limbah

Kawasan Industri Kariangau akan menyediakan lahan untuk pembangunan pengolah limbah, baik padat maupun cair. Bangunan pengolah limbah ini akan mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh kawasan industri sebelum dibuang ke laut atau sungai. Untuk seluruh kawasan industri akan dibangun pengolah limbah terpadu sehingga masing-masing industri tidak perlu membangun pengolah limbah tersendiri, kecuali untuk industri-industri tertentu. Selain itu cairan limbah dapat digunakan juga sebagai katalisator pengolah limbah padat yang akan dilakukan di TPA.

6. Fasilitas Umum

Kegiatan industri membutuhkan beberapa fasilitas umum yang sifatnya menunjang kegiatan industri, seperti bank, poliklinik, kantor pos, kafetaria/restoran, pertokoan dan fasilitas peribadatan. Fasilitas tersebut akan dikumpulkan dalam satu tempat, sehingga akan lebih mudah dijangkau. Lokasi fasilitas umum untuk kawasan industri adalah pada sub pusat kawasan. Karena sifatnya sebagai fasilitas penunjang maka skala pelayanan dan kegiatan fasilitas yang ada pada sub pusat ini tidak terlalu besar.

Valuasi ekonomi sumber daya hutan merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan seluruh stakholder terhadap manfaat tangible dan intangible hutan. Dengan adanya valuasi


(25)

11 ekonomi, diharapkan masyarakat akan lebih mengetahui informasi dan nilai manfaat hutan dari sisi ekonomi dan ekologi, sehingga seluruh elemen masyarakat, stakeholder dan pengambil kebijakan akan lebih menghargai keberadaan hutan dan selalu ingin berperan aktif dalam upaya kelestarian lingkungan. Valuasi ekonomi sumber daya hutan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkuantifikasikan secara ekonomi manfaat barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang sekiranya memiliki nilai ekonomi tinggi, dan menyatakan nilainya dalam nilai uang (money term). Hasil valuasi selanjutnya juga dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan hutan di Kelurahan Kariangau.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai hutan Kariangau. Nilai yang dihitung antara lain berupa nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value) yang ada di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat.

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya membatasi penilaian pada nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Use Value terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value/DUV), nilai-nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value/IUV), dan nilai pilihan (option Value/OV) sedangkan non use value terdiri dari dua komponen nilai yaitu nilai warisan (Bequest Value/ BV) dan nilai keberadaan (Existence Value/ EV).


(26)

12 1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penilaian tehadap lahan hutan. Penelitian ini hanya terfokus kepada nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value).

Sesuai dengan tujuan dibuatnya penelitian ini yaitu untuk mengetauhi nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value), yang nantinya akan diketahui nilai-nilai yang dimiliki oleh sumber daya tersebut sehingga akan didapat pengelolaan sumber daya hutan yang proporsional dan stabil.


(27)

13 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan

Menurut Hardjowigeno (2003) definisi lahan secara ilmiah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang meliputi tanah tersususn dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman beserta faktor-faktor fisik lingkungannya seperti lereng, hidrologi, iklim dan sebagainya. Lahan merupakan input yang sangat dibutuhkan dalam banyak aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, permukiman, komersial dan penggunaan untuk industri yang juga eksploitasi mineral yang terkandung di dalamnya.

Sitorus (1998) juga memberikan definisi sumberdaya lahan atau tanah (land resources) adalah :

1. Gabungan antara sifat sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, yang tidak dapat diperbaharui serta sumberdaya biologis.

2. Sumberdaya lahan dapat dianggap sebagai suatau sistem yang terdiri dari sub-sistem yaitu :

a. Tanah b. Klimatologi c. Vegetasi

d. Manusia dan budayanya e. Penunjang aktivitas manusia


(28)

14 3. Sebagai faktor produksi bersama tenaga kerja, modal dan pengelolaan di mana dapat menghasilkan makanan, serat, bahan bangunan, mineral, sumberdaya energi, dan bahan mentah lainnya yang digunakan dalam masyarakat modern. 4. Barang konsumsi yang mempunyai nilai misalnya untuk perumahan, tempat

rekreasi dan taman.

2.2 Peraturan Menteri Kehutanan Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan

Berdasarkan pasal 1 Peraturan Menteri mengenai fungsi kawasan hutan dapat dibagi berdasarkan penetpan lahan hutan, tata guna kawasan hutan dan perizinan kawasan hutan.

1. Penetapan kawasan hutan

a. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

b. Hutan Produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kehutanan.

c. Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

d. Hutan Produksi Terbatas yang selanjutnya disebut HPT adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai


(29)

15 antara 125-174, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.

e. Hutan Lindung yang selanjutnya disebut HL adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

f. Hutan Konservasi yang selanjutnya disebut HK adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

g. Hutan Tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap.

2. Tata guna kawasan hutan

a. Area Penggunaan Lain yang selanjutnya disebut APL adalah areal bukan kawasan hutan.

b. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta.

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi.

d. Paduserasi TGHK dan RTRWP adalah harmonisasi fungsi kawasan hutan dan Area Penggunaan Lain berdasarkan TGHK yang berbeda dengan fungsi


(30)

16 kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain menurut RTRWP sehingga diperoleh fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain yang disepakati bersama.

3. Perizinan Kawasan Hutan

a. Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan status kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan oleh Menteri.

b. Persetujuan prinsip pencadangan adalah persetujuan pencadangan pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan.

c. Surat keputusan pelepasan kawasan hutan adalah surat keputusan penetapan pelepasan kawasan hutan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

d. Tukar Menukar Kawasan Hutan adalah suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan produksi tetap untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan oleh Menteri.

e. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan / atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.


(31)

17 f. Izin penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan yang diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa merubah status dan fungsi kawasan hutan.

2.3 Teori Harga Lahan

Munurut Suparmoko (1989) harga lahan yang berlokasi dekat fasilitas umum akan meningkat. Maka dengan adanya kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan prasarana umum, akan meningkatkan kegunaan dan kepuasan yang akan diberikan oleh satuan luas lahan, yang diikuti pula dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga harga lahan akan meningkat. Lahan yang dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan harga sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan.

2.4 Konsep Nilai untuk Sumberdaya

Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Dari sisi ekologi, misalnya nilai dari hutan mangrove bisa berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan tertentu atau fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan mangrove bisa sebagai pencegah abrasi atau banjir dan sebagainya. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Karena itu, diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan sebagai persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah


(32)

18 pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi sumberdaya alam (Fauzi,2006).

2.5 Tipologi Nilai Ekonomi

Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lain. Secara formal konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkann oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi,2006). TEV (Total Economic Value) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfataan atau penggunaan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfataan atau penggunaan (non use value). Use Value (UV) terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value/DUV), nilai-nilai pengguanaan tidak langsung (Indirect Use Value/IUV), dan nilai pilihan (option Value/OV). Sementara itu nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan (NUV) terdiri dari dua komponen nilai yaitu nilai warisan (Bequest Value/BV) dan nilai keberadaan (Existence Value/EV). Penjelasan mengenai komponen-komponen dari nilai total ekonomi, adalah sebagai berikut :

1. Nilai Guna (Use Value)

Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumberdaya alam. Use Value yang terdiri dari :

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.


(33)

19 b. Nilai guna tidak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Nilai Kegunaan Non Guna (Non-Use Value)

Merupakan nilai seumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit untuk diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung yaitu nilai keberadaan (existence value). Nilai keberadaan merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.

Selain kedua manfaat tersebut ada juga nilai lain yaitu nilai pilihan (option value) yaitu nilai pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk dimanfaatkan pada masa yang akan datang (Gambar 1). Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa nilai total tersebut tidak benar-benar total karena tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi, dan banyak ahli ekologi menyatakan nilai ekonomi total belum mencakup semua nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal.


(34)

20 Gambar 1. Kategori Valuasi Ekonomi Barang dan Jasa Lingkungan

2.6 Penggunaan Valuasi Ekonomi Lingkungan

Valuasi lingkungan digunakan untuk memudahkan perbandingan antara nilai lingkungan hidup (environmental values) dan nilai pembangunan (development values). Valuasi ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan (sanim, 2006)

2.7 Nilai Ekonomi Kehutanan

Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan bentuk atau wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat

Total Economic Value

Use Value Non Use

Value Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) Makanan Biomasa Rekreasi

Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value Fungsi ekologis, Pengendalian banjir Nilai Guna Pilihan (Option Value) Kekayaan hayati Konservasi habitat Nilai Keberadaan (Existence Value) Habitat spesies yang hampir punah


(35)

21 tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan yang tergolong non-marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya seperti beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible.

2.8 Konsep Hutan dan Hukum Kehutanan

Biro Hukum dan Organisasi Kementrian Kehutanan merumuskan, bahwa hukum kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut paut dengan pengurusannya. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa hukum kehutanan meliputi: adanya kaidah hukum kehutanan baik tertulis maupun tidak tertulis, mengatur hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan dan mengatur hubungan antara individu (perorangan) dengan hutan dan kehutanan.

Pengertian hutan pada pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi UU, dinyatakan bahwa suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan. Dengan demikian, dari pengertian di atas ada beberapa unsur yakni: 1. Unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar) yang disebut tahah hutan;


(36)

22 2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora dan fauna;

3. Unsur lingkungan;

4. Semua unsur merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedangkan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif dan bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggunjawab. Pasal 5 UU Nomor 41 Tahun 1999 UU Nomor 19 Tahun 2004, ditentukan empat jenis hutan, yaitu berdasarkan statusnya; fungsinya; tujuan khusus; dan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air.

Pengurusan hutan yang ada bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Pengurusan hutan , meliputi kegiatan penyelenggaran:

a. perencanaan kehutanan b. pengelolaan hutan

c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan


(37)

23 2.9 Konsep Garden City

Konsep garden city dalam perencanaan perkotaan diambil dari karya Ebenezer Howard, yang dalam bukunya To-Morrow: Sebuah Jalan Damai untuk Reformasi Dunia (1898) mengembangkan gagasan kota taman sebagai jalan menuju peradaban yang lebih baik dan lebih cerah. Argumen Howard dimulai dengan protes terhadap kepadatan penduduk perkotaan dan kondisi yang ada di negara-negara industri terutama di Eropa pada abad ke-19.

Konsep garden City terkait perkembangan perencanaan kota dan menjelaskan perubahan terkini dalam pendekatan perencanaan kota yang lebih baik.Garden city merupakan sebuah konsep awal yang memiliki sebuah keunikan dikarenakan kesederhanaannya dan detil yang beragam.

Konsep garden city terdiri dari tiga elemen utama, yaitu desentralisasi, garden dan city atau dengan istilah lain adalah lokasi, desain fisik, dan kepemililkan masyarakat (community ownership). Konsep garden City sampai saat ini cukup mendapat perhatian terkait dengan konsep green design dan social city model. Tetapi, beberapa konsep lainnya dari garden City seperti, disentralisasi, tingkat kepadatan yang rendah, masyarakat mandiri, pemukiman baru, dan proporsi jumlah penduduk terhadap lahan tidak sesuai dengan situasi saat ini dimana pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat tidak seimbang dengan ketersediaan lahan. Konsep perkotaan masa kini cenderung mempertimbangkan pendekatan lingkungan untuk mencapai sustainable goals seperti, konsep compact city dalam merencanakan kota yang lebih baik. Konsep Garden City memiliki kontribusi yang bernilai terhadap perkembangan


(38)

24 pendekatan perencanaan kota dan wilayah, tetapi tidak secara keseluruhannya relevan pada pendekatan perencanaan masa kini.

Konsep garden city sendiri memiliki kelebihan dan kelemahan. Sisi Positif konsep garden city yaitu:

1. Aspek penting konsep garden city adalah denah yang fleksibel dan kepercayaan yang tinggi pada potensi site

2. Dapat memunculkan identitas suatu kota.

3. Konsep ini diadaptasi karena melahirkan lingkungan tempat aktivitas manusia lebih nyaman

4. Muncul keseimbangan suasana antara desa-kota (kota ekologis). Sedangkan sisi negatif dari konsep garden city yaitu:

1. Garden City dirancang sebelum jumlah kendaraan bermotor meningkat tajam yang mendorong adanya kebijakan pelebaran jalan sehingga merusak visualisasi kota

2. Muncul ironi dari tuntutan akan ketepatan dan kerapian yang mengorbankan sifat alami lingkungan (Kasus Garden City di Letchworth).

Konsep Garden City adalah salah satu cara untuk memecahkan masalah-masalah sosial seperti pengangguran dan perumahan yang buruk. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kota yang pesat selama periode industrialisasi (Bayley 1975). Howard membandingkan keuntungan dan kerugian dari kondisi di kota-kota, kemudian digabungkan untuk mewujudkan kota yang berorientasi masa depan. Realisasi dari konsep ini disebut 'Garden City'. Howard sebagai pencipta Garden City menggunakan magnet sebagai representasi untuk mendapatkan solusi dari masalah. Tiga magnet utama konsep garden city dapat dilihat pada Gambar 2.


(39)

25

Sumber : Howard (1996b)

Gambar 2. Elemen Utama Konsep Garden City

2.10 Konsep Dasar Pengembangan Tata Ruang

Berdasarkan kondisi eksisting, potensi dan permasalahan fisik dasar dan bangunan kota, pada dasarnya Kota Balikpapan dapat dikembangkan dengan konsep pengembangan yang lazim dipakai oleh para perencana kota. Dalam hal ini dikenal tiga model atau konsep pengembangan ruang kota sebagai berikut : 1. Konsep Konsentrik

Konsep pengembangan kota yang konsentrik adalah pengembangan kota dengan bentuk pengembangan wilayah terbangun bulat atau melingkar dengan fungsi-fungsi bagian kota memanjang atau mengikuti lingkaran. Perkembangan selanjutnya adalah bulatan wilayah terbangun kota makin membesar, dimana fungsi-fungsi bagian kota pun makin meluas serta secara keseluruhan tetap


(40)

26 membentuk lingkaran dan bulatan. Struktur kota yang terbentuk biasanya terjadi sebagai berikut :

a. Pusat terletak ditengah-tengah karena pada umumnya pusat ini merupakan pelatuk (trigger) perkembangan fisik dan kegiatan kota. Pusat kota ini kebanyakan berfungsi sebagai kegiatan utama kota seperti pusat pemerintahan, pusat perdagangan/jasa, pusat pemerintahan atau kegiatan lainnya. Tetapi di kota-kota yang ada pada dekade terakhir ini kota yang mempunyai bentuk konsentrik, dimana pusatnya berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa.

b. Zona lain setelah pusat kota adalah zona transisi, dimana pada zona ini sering berfungsi sebagai wilayah campuran antara perdagangan/jasa dengan permukiman. Hal ini terjadi karena perkembangan fungsi perdagangan/jasa yang terus menerus menelan zona permukiman.

c. Bagian lainnya adalah zona permukiman pekerja atau permukiman kumuh/golongan pendapatan rendah. Permukiman penduduk golongan rendah pada umumnya cenderung terdistribusi disekitar pusat kota karena pusat kota tersebut merupakan tempat kerja akan mengurangi biaya transportasi bagi penduduk golongan ini.

d. Fungsi bagian kota selanjutnya adalah fungsi permukiman dengan golongan yang lebih tinggi yaitu golongan menengah. Fungsi bagian kota selanjutnya adalah zona permukiman golongan tinggi.

e. Kota berkembang secara konsentrik dengan masing-masing memiliki tata lingkungan yang berbeda. Tiap-tiap lingkungan dapat diartikan sebagai suatu


(41)

27 sistem tingkatan. Tingkatan tersebut dimulai dari lingkaran terdalam yang kemudian membentuk lapisan berikutnya.

Secara garis besar komponen Kota Balikpapan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu :

a. Kegiatan sosial ekonomi, seperti perdagangan, industri dan transportasi b. Kegiatan sosial budaya, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan,

pemerintahan, rekreasi, hiburan dan olah raga. 2. Konsep Radial

Hampir sama dengan konsep konsentrik, namun konsep radial lebih dinamis terutama dalam :

a. Perkembangan wilayah terbangun yang menjalar mengikuti jaringan jalan b. Perkembangan fungsi kegiatan tidak terbatas seperti konsep konsentrik,

karena sifat struktur zona fungsional berbentuk membujur atau radial

c. Konsep ini untuk kota ukuran menengah dengan perkembangan yang dinamis tidak terlalu besar.

3. Konsep Multinukleus

Konsep ini cocok untuk kota besar dengan pertumbuhan kota yang besar, karena pusat-pusat pelayanan maupun pusat-pusat kegiatan kota menonjol tidak teralokasi di satu zona. Perkembangan kota dengan konsep ini sangat fleksibel, terutama bagi kota yang mempunyai fungsi beragam. Namun bagi Kota Balikpapan sendiri konsep-konsep di atas tidak dapat diterapkan secara murni karena :


(42)

28 a. Kota Balikpapan telah tumbuh dengan berbagai macam karakteristik pemanfaatan lahan dan Kegiatan yang bervariasi, sehingga hal ini cukup berpengaruh kepada bentuk dan struktur kota yang terjadi

b. Pola perkembangan kota atau distribusi wilayah terbangun cenderung mengikuti jaringan jalan utama

c. Pola jaringan sumbu dengan daya tarik perkembangan memanjang dari Selatan ke Utara

d. Pusat kota atau pusat perkembangan berada di tengah-tengah.

Berdasarkan konsep yang dikemukakan di atas maka konsep yang cocok untuk dikembangkan di Kota Balikpapan adalah konsep radial dan multiple nuclei sebagaimana telah diuraikan dalam dasar pertimbangan penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan. (RTRW Kota Balikpapan).

2.11 Konsep Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota Balikpapan

Pembentukan struktur ruang kota dimaksudkan untuk dapat mengarahkan penempatan pusat-pusat kegiatan yang saling berhubungan satu dengan lainnya dalam suatu kerangka kegiatan yang efisien. Struktur ruang Kota Balikpapan merupakan kerangka struktural yang menampilkan bentuk kota dan dapat dilihat dari unsur kegiatan fungsional kota yang dihubungkan oleh kerangka jalan/ sistem transportasi serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana kota. Struktur ruang Kota Balikpapan juga merupakan penjabaran struktur ruang Propinsi Kalimantan Timur. Adapun tujuan pembentukan konsep struktur tata ruang Kota Balikpapan, diantaranya adalah :

a. Menjabarkan struktur tata ruang yang dikembangkan di Propinsi Kalimantan Timur.


(43)

29 b. Mempertegas dan memperkuat struktur ruang kota Balikpapan

c. Memacu pertumbuhan dan mewujudkan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Kota Balikpapan.

d. Mendayagunakan fasilitas pelayanan kota yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan dan tingkat pelayanan.

e. Memacu pertumbuhan dan pemerataan kepadataan penduduk ke seluruh wilayah kota Balikpapan

f. Menciptakan daya tarik bagi seluruh bagian wilayah pembangunan (WP) dengan penyebaran pusat-pusat pelayanan ke seluruh kawasan Kota Balikpapan.

g. Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis

Konsep pengembangan struktur tata ruang Kota Balikpapan dialokasikan penyebaran di tempat-tempat strategis atau yang mempunyai aksesibilitas baik, sehingga mudah dijangkau dari seluruh Wilayah Pembangunan. Kegiatan utama yang dikembangkan di pusat pelayanan ini berupa jasa pelayanan kegiatan pemerintahan, jasa pelayanan kegiatan perekonomian dan jasa pelayanan kegiatan permukiman, yang dikembangkan secara berjenjang dan terpadu sesuai skala pelayanannya, yaitu :

a. Pusat pelayanan utama, berupa pusat jasa pelayanan pemerintahan dialokasikan di pusat kegiatan pemerintahan dengan skala pelayanan propinsi, kota, kecamatan dan kelurahan.

b. Pusat pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa, guna melayani kebutuhan penduduk Kota Balikpapan, Kawasan disekitar Kota Balikpapan, dan Propinsi Kalimantan Timur.


(44)

30 c. Pusat pelayanan kegiatan permukiman, guna melayani kebutuhan penduduk

dengan skala pelayanan WP.

d. Wilayah Pembangunan merupakan pusat pelayanan yang dialokasikan tersebar merata ke seluruh pusat-pusat kawasan dengan skala pelayanan kawasan, sesuai ketersediaan lahan dan daya dukung lahan terhadap kegiatan yang akan dikembangkan

Pola pengembangan pusat-pusat kegiatan yang tersebar keseluruh kawasan Kota Balikpapan ini akan membentuk pola multiple nuclei, sehingga memudahkan dalam melayani kebutuhan seluruh penduduknya. Namun agar orientasi kegiatan penduduk Kota Balikpapan tidak terpusat (terkonsentrasi) di pusat kota saja, maka pada masing-masing lingkungan harus disediakan pusat pelayanan skala kawasan pengembangan. Pengembangan pusat kegiatan ini akan dihubungkan oleh sistem jaringan jalan yang berhirarki dan membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi, sehingga mudah dijangkau dari seluruh kawasan. Konsep pengembangan tersebut berorientasi pada 2 hal yakni :

a. Penyebaran pembangunan/ pengembangan (selain Pusat Kota) sebagai upaya

mengurangi beban/ orientasi ke pusat kota. Upayanya melalui pengembangan Radial (pola jaringan transportasi darat) baik untuk Utara-Selatan maupun Barat-Timur.

b. Antisipasi masalah utama kota khususnya “kenyamanan” dan daya dukung pengembangan pusat kota (khususnya kemacetan dan banjir). Upayanya dilakukan melalui pengembangan & peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana antara lain berupa kawasan pesisir pantai (coastal roads) sehingga mampu memecahkan permasalahan “kenyamanan” kota (kemacetan).


(45)

31 Pembentukan struktur ruang kota ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a. Struktur kota yang telah terbentuk b. Perkembangan Pusat dan Sub Kegiatan

c. Potensi dan kendala pengembangan yang ada serta kemungkinan pengembangan pusat dan atau sub pusat pengembangan baru

d. Pola jaringan infrastruktur utama yang telah ada (khususnya jaringan jalan) e. Kecenderungan perkembangan yang ada (berkaitan erat dengan

pengembangan sektor unggulan yang ada)

f. Kebijakan pengembangan seperti rencana tata ruang kota (RTRW, RUTR, RDTR), kebijakan sektoral yang ada seperti rencana pengembangan jaringan jalan, masterplan drainase kota, penerbitan izin lokasi untuk kegiatan industri, perumahan, perdagangan, dan lain-lain.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pembentukan struktur ruang Kota Balikpapan akan sangat dipengaruhi oleh :

a. Kegiatan perdagangan dan jasa yang telah berkembang di sepanjang Jl. A. Yani dan Jl. Jend. Sudirman

b. Kegiatan Pertamina yang telah berkembang di Balikpapan bagian barat serta kawasan permukimannya yang telah berkembang di wilayah Karang Jawa, Karang Jati, Karang Rejo, dan sekitarnya

c. Perkembangan kawasan permukiman yang menunjukkan kecenderungan perkembangan ke arah utara dan timur

d. Adanya Bandara Sepinggan yang dapat menjadi faktor pembatas perkembangan kota. Hal ini disebabkan karena operasi pelayanan


(46)

32 penerbangan memerlukan dukungan area sekitarnya yang cukup ketat. Dukungan ini berdampak langsung pada masalah pembatasan pengembangan kawasan sekitarnya yang meliputi pembatasan peruntukan, pembatasan kepadatan bangunan, serta pembatasan ketinggian bangunan. Sebagai Bandara kelas I dengan rencana penambahan panjang landasan menjadi sekitar 3.000 m, wilayah pengaruh dari bandara ini mencapai area dengan radius sekitar 6 km.

e. Potensi kegiatan wisata di Balikpapan Timur (Pantai Manggar) yang berpotensi memicu tumbuhnya pusat pelayanan kota yang baru

f. Jaringan jalan utama yang menghubungkan Balikpapan-Samarinda

g. Jaringan jalan dalam kota yang telah membentuk poros utama utara-selatan dan barat-timur

h. Rencana pengembangan baru yang ada di luar wilayah perkotaan tapi berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap perkembangan wilayah kota, pengembangan Kawasan Industri di Kariangau, Pengembangan kawasan pergudangan di Kariangau

Pembangunan jembatan yang membuka hubungan darat Balikpapan dengan Kalimantan Selatan. Jembatan dimaksud adalah jembatan yang akan dibangun melalui P. Balang. Diharapkan pembangunan jembatan ini akan memberikan alternatif aksesibilitas yang semakin baik lagi.

2.12 KebijakanPengembangan Kawasan Lindung

Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk merehabilitasi atau reboisasi kawasan hutan lindung yang mengalami kerusakan, mencegah meluasnya kerusakan di kawasan lindung adalah :


(47)

33 a. Pengembalian fungsi kawasan lindung yang telah terganggu oleh kegiatan budidaya secara bertahap untuk dapat memelihara keseimbangan alam di kota Balikpapan

b. Pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya atau permukiman dalam dan yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung agar tidak berkembang atau meluas secara spasial mengganggu fungsi lindung

c. Penyesuaian dan pembatasan penggunaan lahan yang berbatasan dengan hutan lindung dengan penggunaan lahan yang mendukung dan atau selaras dengan fungsi lindung

d. Penghentian penebangan hutan lindung secara liar

e Penghentian pembukaan lahan hutan lindung untuk dimanfaatkan sebagai ladang, kebun, maupun untuk permukiman

f. Pembatasan pemberian izin perusahaan untuk memanfaatkan hutan secara berlebihan

g. Pemberian sanksi hukuman kepada yang melanggar atau melakukan pembukaan hutan, penebangan dan pengerusakan hutan secara liar. (RTRW Kota Balikpapan)

2.13 Penelitian Terdahulu

1. Penelitan yang berjudul Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Konversi Lahan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Sumatera Utara dan ditulis oleh Suci Arisa Purba (2010). Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) yang merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data


(48)

34 spasial (parameter penentu kerawanan konversi lahan hutan) untuk menghasilkan unit pemetaan baru (unit lahan) yang akan digunakan sebagai unit analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli, di bagian hulu pada Kecamatan Berastagi, di bagian tengah pada Kecamatan Sibiru-Biru, Kecamatan Pancur Batu dan Kecamatan Namorambe serta di bagian hilir pada kecamatan Hamparan perak dan Medan Labuhan berupa hutan mangrove. Dari seluruh kawasan dengan tingkat kerawanan konversi hutan tinggi tersebut, 132,98 Ha merupakan hutan lindung dan sisanya 529,15 Ha adalah hutan rakyat.

2. Penelitian yang berjudul Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria dan ditulis oleh Sihaloho, M. et al (2007). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konversi lahan pertanian dan perubahan struktur agrarian di Kelurahan Mulyaharja. Strategi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dampak konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja adalah ketimpangan struktur agrarian lahan terhadap kegiatan masyarakat menyangkut perubahan pola penguasaan lahan.

3. Penelitian yang berjudul Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan dan ditulis oleh Fitri Nurfatriani (2006). Penelitian ini membahas mengenai penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan SDH ini. Berbagai teknik dan metode penilaian ekonomi sumberdaya alam (SDA) telah dikembangkan untuk menghitung nilai ekonomi SDA yang memiliki harga pasar ataupun tidak.


(49)

35 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam

Setiap sumber daya alam memiliki nilai dan manfaat bagi kekehidupan manusia. Manfaat yang diberikan ada yang bersifat langsung dan bersifat tidak langsung, oleh karena itu perlu adanya pemberian nilai (value) terhadap sumber daya alam agar terwujudnya pengelolaan hutan yang baik serta tercapainya opsi yang tepat dalam pengaihfungsian hutan.

Valuasi ekonomi penggunaan sumber daya alam hingga saat ini telah berkembang pesat. Dalam konteks ilmu ekonomi sumber daya dan lingkungan, perhitungan-perhitungan tentang biaya lingkungan sudah cukup banyak berkembang (Djijiono, 2002). Valuasi kehutanan dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap sumber daya kehutanan baik nilai hutan secara langsung maupun nilai hutan secara tidak langsung (tidak memiliki nilai pasar).

3.1.1.1 Penilaian Berdasakan Perilaku yang Diamati

Penilaian berdasarkan perilaku yang diamati dalam penelitian ini adalah pendekatan biaya pengganti (replacement cost) dan pendekatan kompensasi (compensation cost).

1. Pendekatan biaya pengganti (replacement cost), digunakan untuk menghitung dan menentukan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat terhadap sumber daya yang telah hilang ataupun berkurang jumlahnya.


(50)

36 2. Pendekatan kompensasi (compensation approach), digunakan untuk menghitung dan menentukan biaya yang harus digantikan kepada masyarakat akibat adanya relokasi aset fisik maupun individual.

3.1.1.2 Penilaian Berdasarkan Nilai Pengganti

Penilaian berdasarkan nilai pengganti dalam penelitian ini adalah pendekatan melalaui property value dan pendekatan kompensasi dan pendekatan proyek bayangan (shadow price).

1. Pendekatan melalui property value, dilakukan dengan mencoba menduga perubahan-perubahan nilai sumber daya lahan sebagai suatu fungsi parameter, termasuk perubahan dari sifat-sifat lingkungan, seperti erosi tanah, pencemaran, penggenangan air, dan lain-lain.

2. Pendekatan proyek bayangan (shadow price), yang mencoba untuk menduga manfaat yang diterima atau yang diluangkan dengan mencari alternatif cara untuk menyediakan jasa-jasa lingkungan melalui pasar.

3.1.2 Kesediaan Membayar (Willingness to Pay)

Penilaian manfaat hutan maupun peranan (keterkaitan) ekonomi sumberdaya hutan terhadap sektor ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi wilayah dan nasional pada dasarnya ada dua yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar atau pendekatan terhadap kesediaan membayar (willingness to pay/willingness to accept).

Dalam ilmu ekonomi, kesediaan untuk membayar (WTP) adalah jumlah maksimum seseorang bersedia untuk membayar untuk menerima baik atau untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, Beberapa metode telah dikembangkan


(51)

37 untuk mengukur kesediaan konsumen untuk membayar. Metode-metode ini dapat dibedakan apakah mereka mengukur kesediaan konsumen hipotetis atau aktual untuk membayar dan apakah mereka mengukur kesediaan konsumen untuk membayar langsung maupun tidak langsung.

Menurut Yakin (1997) definisi dari willingness to pay/willingness to accept adalah nilai dari perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang ditentukan oleh semua individu baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa dinyatakan dalam bentuk uang.

Pearce dan Moran (1994) dalam Djijiono (2002) menyatakan kesediaan membayar dari rumah tangga ke i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Qo) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam bentuk fungsi, yaitu :

WTPi = f(Q1 – Qo, Pown,i, Psub,i, Si, ) Keterangan :

WTPi = Kesediaan membayar dari rumah tangga ke i Pown = Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan

Psub,i, = Harga subtitusi untuk penggunan sumberdaya Lingkungan Si, = Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke i

Kesediaan membayar berada di area di bawah kurva permintaan. Kurva permintaan mengukur jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk tiap unit yang dikonsumsi.

3.1.3 Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Sumberdaya

Secara umum penilaian terjadi didasarkan pada interaksi antara manusia sebagai subjek (penilai) dan obyek (sesuatu yang dinilai). Setiap individu


(52)

38 memiliki cara pandang yang berbeda dalam menilai sesuatu. Setiap individu memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan (head value) yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai obyek ditentukan oleh bermacam-macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu. (Pearce dan Turner, 1994 dalam Djijiono 2002).

TEV = UV + NUV UV = DUV + IUV + OV

NUV = XV + BV

Sehingga :

TEV = (DUV + IUV + BV ) + (XV +BV) Keterangan :

TEV : Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) UV : Use Value (Nilai Guna)

NUV : Non Use Value (Nilai Interinsik)

DUV : Direct Use Value (Nilai Guna Langsung)

IUV : Indirect Use Value (Nilai Guna Tidak Langsung) OV : Option Value (Nilai Pilihan)

XV : Existence Value (Nilai Keberadaan) BV : Bequest Value (Nilai Warisan)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Tahap pertama valuasi ekonomi dilakukan dengan mengidentifikasikan manfaat barang dan jasa yang dihasilkan hutan di Kelurahan Kariangau kecamatan Balikpapan Barat mulai dari manfaat kegunaan langsung (use value) hingga manfaat bukan langsung (indirect use value). Identifikasi manfaat hutan


(53)

39 dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan hutan, serta melakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat dan pengisian kuisioner terhadap responden. Setiap responden diajukan pertanyaan mengenai manfaat apa saja yang diambil dari hutan rakyat dan beberapa intensitas atau berapa banyak pengambilan atau pemanenan dilakukan setiap tahunnya. Pengisian kuisioner terhadap responden atas manfaat langsung hutan ini betujuan untuk mengetahui jenis komoditas dan volume masing-masing komoditas manfaat langsung hutan. Untuk mengetahui manfaat jasa/ekologi hutan dilakukan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat yang merintis berkembangnya hutan.

Setelah seluruh manfaat hutan diidentifikasikan, langkah selanjutnya adalah melakukan kuantifikasi terhadap manfaat barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan. Dalam penelitian ini, manfaat yang dikuantifikasikan nilai ekonominya adalah manfaat barang dan jasa bernilai ekonomi tinggi yang dimiliki hutan serta datanya mudah untuk diperoleh. Hasil valuasi ekonomi manfaat hutan akan dibandingkan dengan nilai keberadaan hutan tersebut. Hasilnya juga dapat membeikan informasi kepada masyarakat bahwa selain memberikan manfaat ekonomi juga memiliki manfaat ekologi yang penting bagi kehidupan (Gambar 3).


(54)

40 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional

Persepsi dan Pemahaman Masyarakat Terhadap Manfaat

Hutan

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Sebagai Acuan

Pengelolaan Hutan

Identifikasi Nilai Manfaat Hutan

Manfaat Langsung

Manfaat Tidak Langsung

Manfaat Pilihan

Manfaat Keberadaan

Manfaat Warisan

Kuantifikasi Manfaat ke Dalam Nilai Ekonomi Melalui Pendekatan TEV


(55)

41

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat Balikpapan Kalimantan Timur. Pengambilan data sekunder dan data primer dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain adalah jenis dan jumlah komoditas hasil hutan yang diambil atau dimanfaatkan oleh masyarakat, identitas, responden (nama, usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan jumlah tanggungan keluarga), persepsi masyarakat terhadap hutan, persepsi masyrakat terhadap perbaikan kualitas lingkungan hutan, besarnya Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap manfaat keberadaan dan besarnya WTP masyarakat atas manfaat warisan hutan. Data primer ini diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan pengisisan kuisioner terhadap responden.

Data sekunder yang dibutuhkan meliputi kondisi geografis lokasi penelitian, keadaan demografis, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Data sekunder ini diperoleh dari kantor Pemerintah Kota Balikpapan, Kantor Kecamatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).


(1)

2

Sumber : Data Primer Diolah (2012)

Lanjutan Lampiran 2. Karakteristik Responden

No

Nama

Jenis

Kelamin

Usia

Pendidikan

Terakhir

Status

Pernikahan

Jumlah

Tanggungan

Pekerjaan

Pendapatan

(Dalam Ribu)

27

ZA

Laki-laki

27

12 Menikah

1 karyawan

1,000,000

28

ZB

Laki-laki

34

16 Menikah

1 Wiraswasta

3,000,000

29

ZC

Perempuan

28

16 Menikah

3 IRT

3,000,000

30

ZD

Laki-laki

19

16 Belum Menikah

2 karyawan

3,000,000

31

ZE

Perempuan

30

12 Menikah

3 PNS

1,000,000

32

ZF

Laki-laki

47

6 Menikah``

2 karyawan

500,000

33

ZG

Laki-laki

27

6 Menikah

1 karyawan

500,000

34

ZH

Laki-laki

47

6 Menikah

5 karyawan

500,000

35

ZI

Laki-laki

39

6 Menikah

2 karyawan

500,000

36

ZJ

Laki-laki

24

6 Belum Menikah

1 karyawan

500,000

37

ZK

Laki-laki

54

6 Menikah

2 PNS

500,000

38

ZL

Perempuan

27

12 Menikah

2 IRT

1,000,000

39

ZM

Perempuan

39

12 Menikah

4 IRT

1,000,000

40

ZN

Perempuan

32

12 Menikah

5 IRT

1,000,000


(2)

1

Lampiran 3. Konsumsi Air di Kelurahan Kariangau

No

Responden

Konsumsi Air per hari

(Liter)

1

A

140.00

2

B

143.00

3

C

145.00

4

D

146.00

5

E

150.00

6

F

138.00

7

G

120.00

8

H

180.00

9

I

140.00

10

J

147.00

11

K

148.00

12

L

143.00

13

M

142.00

14

N

145.00

15

O

150.00

16

P

120.00

17

Q

130.00

18

R

128.00

19

S

180.00

20

T

142.00

21

U

147.00

22

V

148.00

23

W

145.00

24

X

142.00

25

Y

143.00

26

Z

148.00

27

ZA

147.00

28

ZB

147.00

29

ZC

146.00

30

ZD

142.00

31

ZE

149.00

32

ZF

152.00

33

ZG

148.00

34

ZH

133.00

35

ZI

123.00

36

ZJ

145.00

37

ZK

146.00

38

ZL

148.00

39

ZM

149.00

40

ZN

121.00

Total

5,746.00

Rata-rata

143.65

Sumber : Data Primer, Diolah (2012)


(3)

2

Lampiran 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP Keberadaan di

Kelurahan Kariangau

The regression equation is

Y = - 0.634 + 0.0255 X1 + 0.0182 X2 + 0.350 X3 + 0.648 X4 - 0.0577 X5

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -0.6342 0.7892 -0.80 0.427 X1 0.02547 0.08618 0.30 0.769 1.2 X2 0.01818 0.03956 0.46 0.649 1.2 X3 0.3498 0.1524 2.30 0.028 6.6 X4 0.64779 0.07800 8.30 0.000 6.4 X5 -0.05772 0.09473 -0.61 0.546 1.0

S = 0.126960 R-Sq = 95.3% R-Sq(adj) = 94.6% PRESS = 0.747851 R-Sq(pred) = 93.63%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 11.1869 2.2374 138.81 0.000 Residual Error 34 0.5480 0.0161

Total 39 11.7350

Source DF Seq SS X1 1 0.4015 X2 1 0.0146 X3 1 9.6586 X4 1 1.1063 X5 1 0.0060

Unusual Observations

Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 2 3.33 9.2103 9.6584 0.0436 -0.4481 -3.76R 3 3.58 9.6158 9.8875 0.0325 -0.2717 -2.21R 22 3.93 9.6158 9.8635 0.0654 -0.2477 -2.28R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1.52188


(4)

3

Lampiran 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Warisan di

Kelurahan Kariangau

The regression equation is

LnY = 2.15 + 0.152 LnX1 + 0.0286 LnX2 + 0.694 LnX3 + 0.351 LnX4 - 0.008 Lnx5

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2.147 1.580 1.36 0.183 LnX1 0.1517 0.1726 0.88 0.386 1.2 LnX2 0.02859 0.07921 0.36 0.720 1.2 LnX3 0.6943 0.3052 2.27 0.029 6.6 LnX4 0.3514 0.1562 2.25 0.031 6.4 Lnx5 -0.0077 0.1897 -0.04 0.968 1.0

S = 0.254237 R-Sq = 78.4% R-Sq(adj) = 75.2% PRESS = 2.91349 R-Sq(pred) = 71.33%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 7.9657 1.5931 24.65 0.000 Residual Error 34 2.1976 0.0646

Total 39 10.1634

Source DF Seq SS LnX1 1 0.1462 LnX2 1 0.0556 LnX3 1 7.4347 LnX4 1 0.3291 Lnx5 1 0.0001

Unusual Observations

Obs LnX1 LnY Fit SE Fit Residual St Resid 3 3.58 9.2103 9.7686 0.0651 -0.5582 -2.27R 4 3.37 9.2103 9.7264 0.0813 -0.5161 -2.14R 16 3.87 9.6158 9.1064 0.1176 0.5094 2.26R 28 3.53 9.2103 9.8374 0.0880 -0.6270 -2.63R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1.70370


(5)

4

Lampiran 6. WTP Keberadaan dan Warisan di Kelurahan Kariangau

No

Responden

Ketersediaan Membayar (Rp)

Ketersediaan Membayar (Rp)

1

A

10,000

10,000

2

B

10,000

10,000

3

C

15,000

10,000

4

D

20,000

10,000

5

E

20,000

20,000

6

F

10,000

15,000

7

G

10,000

10,000

8

H

10,000

10,000

9

I

10,000

15,000

10

J

10,000

10,000

11

K

25,000

25,000

12

L

25,000

25,000

13

M

10,000

10,000

14

N

25,000

25,000

15

O

5,000

5,000

16

P

10,000

15,000

17

Q

25,000

20,000

18

R

15,000

15,000

19

S

20,000

15,000

20

T

10,000

10,000

21

U

10,000

10,000

22

V

15,000

15,000

23

W

10,000

10,000

24

X

10,000

10,000

25

Y

25,000

25,000

26

Z

25,000

25,000

27

ZA

10,000

10,000

28

ZB

25,000

10,000

29

ZC

25,000

25,000

30

ZD

25,000

20,000

31

ZE

10,000

10,000

32

ZF

5,000

5,000

33

ZG

5,000

5,000

34

ZH

5,000

5,000

35

ZI

5,000

5,000

36

ZJ

5,000

5,000

37

ZK

5,000

5,000

38

ZL

10,000

10,000

39

ZM

10,000

10,000

40

ZN

10,000

10,000

Total

545,000

515,000

Rataan

13,625

12,875

Sumber : Data Primer Diolah (2012)


(6)

5

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1990. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Toto Sucipto dan Icih

Sutarsih.

Penulis memulai pendidikan di TK Al-Ishlah Cirebon pada tahun 1995,

kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri III Cikalahang

Kabupaten Cirebon. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama Negeri I Dukupuntang Kabupaten Cirebon dan melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri I Sumber Kabupaten Cirebon.

Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Masuk Mahasiswa IPB (USMI) dan selanjutnya diterima di

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Selama mengikuti

perkuliahan penulis ikut aktif dalam organisasi Resources and Environmental

Economic Associaton (REESA) sebagai Staf Divisi E-Ship periode 2009-2010.

Selain itu penulis juga turut aktif dalam kepanitiaan PEMIRA FEM 2009 sebagai

Staff PPR.