d. Menekan kerugian atau biaya sekecil-kecilnya.
94
Paham utilitarian dapat dilihat sebagai lawan dari teori retributive. Insur kesalahan dan legitimasi moral pembalasan setimpal dalam pandangan paham
utilitarian tidak memainkan peranan yang penting dalam pemidanaan. Pembenaran pemidanaan menurut paham utilitarian hanya jika pemidanaan tersebut membawa
konsekuensi yang diinginkan dan melahirkan keuntungan yang lebih banyak. Tujuan pemidanaan menurut pandangan utilitarian adalah untuk meningkatkan
jumlah kumulatif cumulative amount dari kemanfaatan utility atau kepuasan hati satisfaction.
3. Teori Treatment
Aliran positif lahir pada abad ke-19 yang dipelopori oleh Casare Lombroso 1835-1909, Enrico Ferri 1856-1928, dan Raffaele Garofalo 1852-1934.
Mereka menggunakan pendekatan metode ilmiah untuk mengkaji kejahatan dengan mengkaji karakter pelaku dari sudut pandang ilmu biologi, psikologi dan sosiologi
dan objek analisisnya adalah kepada pelaku, bukan kejahatannya.
95
1. Determinisme Biologis
Secara garis besar aliran positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu:
Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
2. Determinisme Cultural
94
R. Abdussalam, 2007, Kriminologi, Restu Agung, Jakarta, hlm. 29.
95
Mahmud Mulyadi, loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh social, budaya dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
96
b. Rejected legal definition of crime;
Secara lebih rinci, Reid mengemukakan cirri-ciri aliran positif ini sebagai berikut:
c. Let the punishment fit the criminal;
d. Doctrin of determinism;
e. Abolition of death penalty;
f. Empirical research, inductive method;
g. Indeterminate sentence.
Gerber dan McAnany menyatakan bahwa munculnya paham rehabilitasionis dalam ilmu pemidanaan sejalan dengan gerakan reformasi penjara. Melalui
pendekatan kemanusiaan maka paham ini melihat bahwa system pemidanaan pada masa lampau menyebabkan tidak adanya kepastian nasib seseorang. Basis utama
aliran ini adalah konsepsinya bahwa kejahatan disebabkan oleh multi factor yang menyangkut kehidupan natural manusia didunia ini, antara lain factor biologis dan
factor lingkungan social. Oleh karena itu aliran positif bersandarkan pada paham indeterminisme yang mengakui bahwa manusia tidak mempunyai kehendak bebas
free will karena dibatasi oleh factor-faktor tadi. Dalam hal penjatuhan pidana, aliran ini menganut system “indefinite sentence”, yaitu pidana yang dijatuhkan
96
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2007, Kriminologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
tidak ditentukan secara pasti karena setiap pelaku kejahatan mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Menurut Lewis sebagaimana yang dikemukakan oleh Gerber McAnany bahwa sebagian besar metode treatment yang dilakukan dengan penuh kebaikan dan
atas nama kemanusiaan, namun akhirnya tidak terkontrol.
97
a. Kehendak bebas free will adalah suatu ilusi saja karena tingkah laku manusia
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang untuk mengubahnya;
Herbert L. Packer tidak seperti Hart yang mengusulkan pentingnya kembali paham retributive dalam hal
pemidanaan, Packer lebih cenderung untuk kembali mengkaji aliran klasik dengan tujuan deterrence karena menurutnya lebih berguna sebagai starting point untuk
mengkaji secara kejahatan dan pemidanaan secara rasional serta lebih integral. Packer mengajukan suatu varian yang berdasarkan pandangan aliran klasik yang
disebutkan sebagai behavioralisme. Menurut Helbert L. Packer ada empat pokok pikiran behavioralisme yaitu:
b. Tanggung jawab moral merupakan suatu ilusi karena dosa tidak dapat
dibebankan pada suatu tingkah laku yang kondisinya dibentuk; c.
Tingkah laku manusia seharusnya dipelajari secara ilmiah dan dikendalikanny; d.
seseorang menuju suatu proses pengubahan kepribadian dan tingkah laku mereka yang telah melakukan kejahatan perbuatan anti social sehingga mereka
97
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tidak akan kembali melakukan kejahatan pada masa yang akan datang, atau jika semua tujuan ini gagal, maka untuk menahan mereka untuk melakukan
kejahatan dengan penggunaan paksaan, misalnya dengan pidana kurungan.
98
4. Teori Social Defence