Subjek dan Objek Hukum di dalam Perdagangan Karbon

A. Multilateral Perdagangan karbon yang dilakukan diantara beberapa negara lebih dari dua 2 negara. Contoh: European Union Emmission Trading System EU UTS. B. Bilateral Perdagangan karbon yang dilakukan diantara dua negara saja. Contoh perdagangan karbon dalam lingkup bilateral ini adalah Joint Crediting Mechanism antara Indonesia dan Jepang. C. Nasional Perdagangan Karbon yang dilaksanakan dalam lingkup wilayah nasional suatu negara. Contoh perdagangan karbon dalam lingkup ini adalah New Zealand Emission Trading System NZ ETS. D. Sub-Nasional Perdagangan Karbon yang dilaksanakan dalam lingkup suatu wilayah nasional tertentu. Contoh perdagangan karbondalam lingkup ini adalah Tokyo ETS dan California ETS.

D. Subjek dan Objek Hukum di dalam Perdagangan Karbon

1. Subjek Hukum di dalam Perdagangan Karbon Mekanisme perdagangan karbon merupakan suatu langkah yang dibentuk dalam rangka melawan dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Mekanisme ini dilakukan dengan cara memperdagangkan hak atas kuota atau emisi gas rumah kaca yang bertujuan untuk memenuhi target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan jumlah yang ditargetkan di dalam Protokol Kyoto. Perdagangan karbon secara tidak langsung juga menimbulkan semangat dan kemauan dari negara-negara di dunia dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaa yang dikeluarkannya. Pelaksanaan mekanisme perdagangan karbon sendiri pada dasarnya dilakukan oleh negara-negara, yang umunya berlaku diantara negara maju dan negara berkembang, dimana dalam hal ini pada umumnya negara maju akan berperan sebagai pembeli dan negara berkembang sebagai penjual. Namun, secara nyata, pelaksanaan perdagangan karbon tidak hanya dapat dilakukan oleh negara-negara saja, melainkan pihak-pihak lain juga dapat ikut berperan dalam pelaksanaan mekanisme ini, baik secara langsung maupun tidak lanngsung, seperti sektor swasta dan organisasi-organisasi internasional terkait. Pengaturan mekanisme perdagangan karbon secara formal dan luas diatur di dalam Protokol Kyoto 1997, yang merupakan protokol dari Konvensi Perubahan Iklim 1992. Dalam ketentuan Protokol Kyoto tersebut, dijelaskan bahwa pelaksanaan mekanisme yang terdapat di dalam protokol tersebut dapat melibatkan pihak negara maupun non-negara. Oleh karena itu, secara ringkas dapat dikatakan bahwa perdagangan karbon yang merupakan mekanisme perdagangan karbon di dalam Protokol Kyoto juga dapat dilaksanakan baik oleh pihak negara maupun non-negara. Memandang hal ini, maka pada pelaksanaannya, kesepakatan jual-beli kredit karbon di dalam perdagangan karbon dapat dilaksanakan dengan cara: 1. Hubungan pemerintah dengan pemerintah Government to Government 2. Hubungan pemerintah dengan pihak swasta Government to Private, atau 3. Hubungan swasta dengan swasta Private to Private 49 49 Erna Maikano Naibaho, Ibid., hal.25 Pada prakteknya secara luas, perdagangan karbon ini dilakukan secara formil oleh pemerintah negara-negara melalui mekanisme perdagangan karbon di dalam Protokol Kyoto maupun mekanisme lainnya diluar protokol. Pelaksanaan mekanisme yang ada di dalam maupun di luar Protokol Kyoto ini selanjutnya ditindaklanjuti oleh negara-negara dengan membuat kesepakatan maupun perjanjian internasional, baik dalam lingkup multilateral, regional, maupu bilateral. Dalam ruang lingkup Protokol Kyoto, kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara merupakan implementasi dari mekanisme-mekanisme yang tersedia, yaitu Implementasi Bersama Joint Implementation, Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Development Mechanism, dan Perdagangan Emisi Emission Trading. Mekanisme ini dilakukan melalui kerjasama antara negara- negara, baik antara negara maju dengan negara maju, negara maju dengan negara berkembang, maupun negara berkembang dengan negara berkembang. Sampai saat ini, mekanisme implementasi bersama dan perdagangan emisi hanya dapat dilakukan diantara negara maju yang terdapat di dalam annex 1, sedangkan untuk negara berkembang, dapat menggunakan mekanisme pembangunan bersih dengan melakukan kerjasama bersama nagara maju. Perdagangan karbon yang dilakukan dengan mekanisme Kyoto ini pada umumnya berada pada pasar karbon yang bersifat wajib dan dilaksanakan dengan sistem Trading. Selain itu, kredit karbon yang dikeluarkan dari mekanisme ini juga memiliki standar sertifikasi kredit karbonnya tersendiri. Sedangkan pada mekanisme di luar Protokol Kyoto, dilaksanakan antar negara di dalam pasar karbon yang sifatnya sukarela dan biasanya sebagian besar menggunakan sistem Crediting. Hubungan pihak pemerintah dan pihak swasta dalam perdagangan karbon dapat berbagai bentuk. Beberapa diantaranya adalah dimana pihak swasta ikut serta dalam mekanisme perdagangan karbon yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak pelaksana penghasil kredit karbon. Peranan ini dapat kita lihat dalam proyek-proyek perdagangan karbon yang menggunakan sistem crediting, seperti CDM dan JCM, dimana pihak swasta berperan sebagai pihak yang melaksanakan proyek-proyek pembangunan rendah karbon, yang dapat menghasilkan kredit karbon. Pihak swasta juga dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan rendah karbon juga dapat memberikan bantuan, baik berupa insentif dana maupun teknologi ramah lingkungan. Pihak swasta yang ikut terlibat sebagai peserta dalam proyek perdagangan karbon pemerintah negaranya dengan negara lain, secara tidak langsung memiliki keterlibatan dengan pemerintah dan pihak swasta terkait di negara lain itu tersebut. Pada skala yang lebih kecil pihak swasta dapat terlibat perdagangan karbon dengan sesama pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta sebagai penjual dan pembeli dalam perdagangan karbon sebenarnya dipengaruhi beberapa hal. Sebagai pembeli kredit karbon misalnya, pihak swasta melakukan pertimbangan terhadap segi emisi yang dikeluarkan akibat kegiatan perindustrian yang dijalankannya. Di lain sisi, pihak swasta yang berperan sebagai penjual kredit karbon ingin mendapatkan keuntungan lain dari usaha di bidang kehutanan meupun perkebunan yang dilakukannya yang dapat menghasilkan kredit karbon tertentu. Sehingga dalam hal ini terdapat hubungan kepentingan satu sama lainnya dalam memnuhi kebutuhan satu sama lain, sehingga terjalinlah perdagangan karbon diantara keduanya. Di dalam lingkup nasional pun, dilakukan skema pembangunan rendah karbon sesuai dengan ratifikasi kedua ketentuan internasional tentang perubahan iklim, seperti melalui upaya peralihan sumber energi atau konversi energi, ke arah sumber energi alternatif, tata kelola pertanahan, pelestarian hutan, pelaksanaan konsep “hijau”, dan perumusan instrumen hukum tentang pembangunan berwawasan lingkungan, yang di dalamnya memuat aspek pembangunan rendah karbon, serta pelaksanaan dan pengawasan ketentuan yang dibentuk, serta upaya- upaya penurunan emisi lainnya. Upaya ini dalam lingkup nasional merupakan tugas dan tanggung jawab dari kementerian lingkungan hidup yang juga bekerjasama dengan kementerian terkait dalam praktiknya secara nyata. Selain melalui kementerian lingkungan hidup dan kementerian terkait lainnya, usaha melawan dampak perubahan iklim dalam lingkup nasional juga dilakukan juga oleh beberapa organisasi atau badan khusus yang dibentuk pemerintah dalam menangani masalah perubahan iklim yang terjadi. Pemerintah negara-negara yang ada membentuk beberapa badan atau organisasi yang bertugas mengurus berbagai macam hal yang berkaitan dengan pencegahan menigkatnya emisi gas rumah kaca. Beberapa contoh organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan tugas ini adalah The Climate Group dan US Climate Symposium Amerika Serikat, Norwegian Climate and Pollution Agency Norwegia, Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia, dan beberapa badan lainnya di negara-negara. Badan-badan khusu tersebut diberi tugas dan wewenang oleh pemerintah negaranya masing-masing untuk meneliti, mengkaji, dan melaporkan perubahan iklim yang terjadi, serta membantu pemerintah dalam melaksanakan komitmen mengatasi dampak perubahan iklim yang terjadi. Dalam contoh konkretnya, seperti yang telah disebutkan di atas, negara Indonesia memiliki badan khusus yang menangani masalah perubahan iklim ini, yaitu Dewan Nasional Perubahan Iklim, yang sering disingkat dengan istilah DNPI. DNPI merupakan suatu lembaga yang dibentuk Pemerintah Republik Indonesia untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan perubahan iklim dan dalam rangka memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian perubahan iklim. 50 Badan yang menangani masalah perubahan iklim ini dipimpin langsung oleh Presiden. Secara tegas, DNPI memilik memiliki tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu: a. Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program, dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; b. Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi, dan pendanaan; c. Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; d. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim; e. Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim. 51 50 Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim 51 Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim Selain peranan pemerintah di negara-negara dan pihak swasta, perdagangan karbon juga dipengaruhi oleh keterlibatan berbagai macam lembaga dan organisasi internasional, baik secara langsung maupun tak langsung. Terdapat berbagai macam lembaga dan organisasi internasional yang terbentuk untuk menangani masalah lingkungan hidup, seperti pemanasan global dan perubahan iklim, yang mana merupakan latar belakang dibuatnya mekanisme perdagangan karbon. Organisasi danatau lembaga ini merupakan suatu badan khusus yang dibentuk oleh pemerintah di negara-negara maupun berdiri sendiri dan telah mendapatkan pengakuan internasional, yang memiliki peranan dalam membantu menyelesaikan isu-isu lingkungan hidup yang terjadi. Dalam masalah isu lingkungan hidup mengenai perubahan iklim ini, berbagai organisasi internasional ikut mengambil peranannya secara kongkrit melalui upaya-upaya penurunan emisi, termasuk juga membantu perumusan mekanisme-mekanisme yang berlaku dalam pengurangan emisi tersebut, yang salah satunya adalah perdagangan karbon. Beberapa organisasi danatau lembaga internasional yang ikut berperan dalam mengkaji isu-isu lingkungan hidup, hingga pada pemasalahan perubahan iklim dan melatarbelakangi mekanisme-mekanisme penyelesaian perubahan iklim tersebut, yang salah satunya adalah perdagangan karbon adalah: A. United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC UNFCCC merupakan suatu lembaga yang bertujuan meningkatkan kerjasaman yang berkesinambungan dengan jalan mengadakan konferensi yang dibuat melalui pertemuan atau forum-forum bilateral, regional, dan multilateral, seperti G8, G20, dan MEF Major Economic Forum, dan juga dengan sejumlah organisasi LSM tingkat internasional, perwakilan- perwakilan antar negara dan organisasi kemasyarakatan. Menurut Ketua Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia, Rachmat Wotelar, UNFCCC merupakan suatu lembaga independen dan bukan merupakan bagian dari PBB. Otoritas tertinggi UNFCCC dipegang oleh pertemuan anggota yang dilakukan setiap tahunnya yang dikenal dengan nama Conference of Parties CoP sejak tahun 1995. COP dipimpin oleh seorang presiden yang secara bergantian dipimpin oleh perwakilan masing-masing kawasan atau regional PBB, yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia, Eropa Bagian Timur dan Tengah, Eropa Barat, dan daerah-daerah lainnya. UNFCCC memiliki dua badan permanen yang masing-masing menangani urusan tertentu, yaitu: a. Penasihat Sains dan Teknologi Subsidary Body for Scentific and Technological Advice SBSTA Badan ini memiliki tanggung jawab dalam memberikan masukan atau saran pada COP dalam bidang ilmiah, teknologi, dan metodologi. Tugas utama badan ini adalah mempromosikan pengembangan dan transfer teknologi yang ramah lingkungan dan melakukan pekerjaan teknis. Juga meningkatkan pedoman dalam menyiapkan komunikasi nasional dan inventarisasi emisi. Selain itu, SBSTA juga memainkan peranan penting sebagai penghubung antara informasi ilmiah yang disediakan oleh para ahli IPCC dan kebijakan yang berorientasi terhadap kebutuhan COP. Badan ini juga kerap meminta informasi ilmiah lainnya kepada IPCC dan juga melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan lainnya untuk berbagi informasi mengenai pembangunan berkelanjutan. b. Badan Pelaksana Subsidary Body for Implementation SBI SBI bertanggung jawab dalam hal memberikan saran kepada COP dalam segala hal yang berkaitan dengan penerapan konvensi. Tugas utamanya adalah untuk menguji informasi dari inventarisasi komunikasi nasional dan inventarisasi emisi yang dikeluarkan oleh negara anggota dengan tujuan untuk menaksir efektivitas konvensi secara menyeluruh. 52 B. United Nations Enviroment Programme UNEP United Nations Enviroment Programme UNEP merupakan suatu organisasi internasional yang terbentuk berdasarkan salah satu rekomendasi pada Konferensi Stockholm, 1972. Organisasi yang berada dibawah naungan PBB ini berkedudukan di Nairobi, Kenya. Organisasi ini memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menangani berbagai macam program lingkungan dan pembangunan dalam skala yang luas, termasuk juga program-program yang mencakup organisasi PBB lainnya, seperti Food and Agriculture Organization FAO, United Nations Development UNDP, dan lain sebagainya. Secara garis besar, UNEP memiliki peranan yang penting dalam membantu menyelesaikan masalah- masalah lingkungan hidup di berbagai belahan dunia. Dalam menjalankan peranannya ini, UNEP sebagai agen perubahan di dalam bidang lingkungan 52 www.harfam.co.id, artikel berjudul UNFCCC Lembaga Dunia yang Peduli Climate Change hidup berusaha memberikan inisiasi, rangsangan, dukungan, dan berbagai tindakan atau upaya dalam mempercepat penanganan semua masalah lingkungan yang dihadapi. Sebagaimana ditegaskan UNEP: “The keyworld is catalyst an agent of change. UNEP initites, stimulates, supports, complements, and accelerates action at all levels of human society on all issues of environmental concerns .” 53 Sebagai agen perubahan, maka di tingkat internasional, organisasi UNEP pada prinsipnya bekerja di dalam sistem PPB, tetapi di satu sisi juga bekerja secara mandiri dengan berbagai organisasi multinasional atau transnasional yang berhubungan dengan pembangunan dan kerja sama ekonomi, perdagangan dan industry, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan pada skala nasional, UNEP bekerja dengan pemerintah untuk membantu menjamin tepatnya keputusan yang diambil mengenai masalah lingkungan dari negara bersangkutan dan perncanaan pembangunan nasional. Disamping itu, UNEP juga berusaha memberi motivasi dan berkomunikasi melalui kegiatan penerangannya, melalui sistem penerangan PBB, dan melalui Non Govermental Organization NGO’S sedunia. 54 Dalam perjalanan sejarahnya, UNEP telah memberikan banyak dukungan yang berharga bagi perkembangan hukum di bidang lingkungan hidup. Sudah banyak ketentuan yang telah dihasilkan oleh UNEP di bidang pengembangan hukum lingkungan diantaranya adalah Deklarasi Nairobi dan 53 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya: Universitas Airlangga Press, 2000, halaman 36 54 Ibid., WCS yang pada tahun 1990 diganti menjadi Caring for the World, disingkat CW, yang kemudian pada tahun 1991 menjadi Caring for the Earth, yang disingkat CE, termasuk penerimaan usul atas pembentukan sebuah komisi di PBB yang menangani lingkungan dan pembangunan, yaitu WCED. 55 C. World Commission on Enivironment and Development WCED World Commission on Environment and Development atau yang disingkat WCED adalah salah satu komisi di bawah naungan PBB yang secara khusus mengkaji masalah-masalah di bidang lingkungan hidup dan pembangunan. Lembaga ini terbentuk pada tahun 1993, sebagai tindak lanjut implementasi hasil Konferensi Nairobi, yang bertujuan untuk mengkaji agenda global bagi perubahan, yang berupa berbagai macam tantangan yang dihadapi di bidang lingkungan dan pembangunan menjelang tahun 2000, dan upaya- upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya. Hasil kerja WCED telah dilaporkan pada tahun 1987 melalui sebuah laporan yang berjudul “Our Common Future”. Laporan ini berisi berbagai macam ulasan dan fakta-fakta yang ada mengenai hubungan antara pembangunan dan lingkungan. Selain itu, dimuat juga rencana aksi untuk perubahan secara hukum dan kelembagaan. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan inidilampirkan pula laporan Experts Group on Enviromental Law WCED, yang berjudul Strengthening the Legal and Institusional Framework for Enviromental Protection and Sustainable 55 Dr. Muhammad Akib, S.H,M.Hum,, Hukum Lingkungan: Perspektif Global dan Nasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014, halaman 42 Development. Kedua laporan ini telah diuraikan secara terperinci pada sub bab Konferensi Internasional, khususnya Konferensi Nairobi, Kenya. 56 Beberapa organisasi di atas adalah contoh organisasi yang ikut berperan dalam upaya pencegahan perubahan iklim akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca. Secara tidak langsung, organisasi-oraganisasi di atas membantu merumuskan cara-cara penyelesaian permasalahan perubahan iklim, yang melahirkan mekanisme atau mitigasi perubahan iklim, termasuk diantaranya berupa mekanisme perdagangan karbon. Secara langsung, peranan organisasi di atas dan organisasi terkait perubahan iklim lainnya bagi mekanisme perdagangan karbon hingga sekarang adalah ikut berperan dalam penyempurnaan instrumen dan cara-cara ataupun bentuk-bentuk pelaksanaan perdagangan karbon yang ada. Organisasi internasional terkait dapat memberikan pendapat, saran, dan kritikan yang membangun bagi pelaksanaan mekanisme perdagangan karbon. Selain itu, dalam menangani masalah perubahan iklim ini, pemerintah negara-negara membentuk suatu panel resmi, yaitu Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim Intergovemental Panel on Climate Change IPCC. IPCC merupakan suatu panel ilmiah yang beranggotakan para pakar dan ilmuwan yang berasal dari berbagai belahan dunia. Panel ilmiah yang dibentuk oleh dua organisasi PBB ini, yaitu World Meteorological Organization WMO dan United Nations Enviromental Programme UNEP, memiliki tugas untuk mengadakan evaluasi terhadap dampak dan resiko dari perubahan iklim yang terjadi akibat aktivitas manusia, 56 Ibid, hal. 43 dengan cara meneliti semua aspek terkait berdasarkan pada literatur teknis atau ilmiah, yang telah dikaji dan dipublikasikan. Panel ini terbuka untuk semua anggota WMO dan UNEP. Dalam pelaksanaannya, terdapat 6 skenario yang dibuat oleh IPCC untuk melakukan penanggulangan perubahan iklim, yang mana tiap skenario berisikan tentang skenario untuk populasi, pertumbuhan ekonomi, dan persediaan energi. 57 2. Objek Hukum dalam Perdagangan Karbon Mekanisme perdagangan karbon sebagai Mekanisme Kyoto pada awalnya dibuat dan diimplementasikan secara nyata oleh pemerintah negara- negara di dunia karena munculnya suatu kesadaran untuk melestarikan lingkungan demi kepentingan seluruh mahluk hidup di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Kesadaran akan pentingnya peranana lingkungan sebagai habitat dan tempat tinggal manusia serta seluruh mahluk hidup membuat pemerintah di berbagai belahan dunia menjalin kerjasama untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan lingkungan yang terjadi, terutama yang disebabkan oleh aktivitas dan perilaku manusia. Salah satu kerusakan lingkungan yang disebabkan manusia dan memiliki dampak yang sangat besar dan luas pada masa sekarang ini adalah kerusakan stabilitas iklim, yang diakibatkan naiknya volume emisi gas rumah kaca melebihi volume yang sewajarnya dieterima dan dipantulkan oleh atmosfer bumi. Hal ini membuat siklus perubahan iklim menjadi terganngu dan terjadinya pemanasan global di bumi. Dalam rangka mencegah dampak perubahan iklim ini secara lebih lanjut 57 id.m.wikipedia.org., artikel berjudul Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim, disunting oleh EmausBot, pada tahun 2013 dan sebagai langkah menanggulanginya, dilakukanlah mitigasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi. Mitigasi perubahan iklim merupakan usaha pengendalian untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari berbagai sumber emisi. 58 Salah satu bentuk mitigasi perubahan iklim dalam mencapai pengurangan emisi ini adalah melalui pelaksanaan nyata mekanisme perdagangan karbon. Berdasarkan penjelasan singkat diatas, dapat diketahui bahwa konsep pembangunan karbon terbentuk karena adanya kesadaran manusia untuk mencegah dampak perubahan iklim dan pemanasan global, yang sangat merugikan bagi seluruh mahluk hidup yang ada. Semua ini terjadi karena adanya kenaikan intensitas gas rumah kaca atau yang biasa disebut juga dengan istilah “karbon”. Jadi, dalam hal ini, yang menjadi pokok atau objek utama yang melatarbelakangi pelaksanaan perdagangan karbon adalah emisi gas rumah kaca atau karbon. Pelaksanaan perdagangan karbon ditujukan untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca, yang juga berarti mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh negara-negara di dalam proses pembangunan negara-negara itu sendiri. Secara umum, yang dimaksud gas rumah kaca adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik secara alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. 59 Sedangkan emisi gas rumah kaca itu sendiri diartikan sebagai lepasnya gas rumah kaca ke suatu 58 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pasal 1 butir 7 59 Peraturan Presideb Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pasal 1 butir 3 area tertentu dalam jangka waktu tertentu. 60 Untuk lebih memahami tentang pengertian dan dampak emisi gas rumah kaca atau karbon itu sendiri, akan dijelaskan secara lebih lanjut di dalam ketentuan Protokol Kyoto 1977. Dalam Annex A Protokol Kyoto 1977, yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca adalah Carbon dioxide C O 2, Methane CH 4 , Nitrous oxide N 2 O, Hydroflurocarbons HFCs, Perflurocarbons PFCs, dan Sulphur hexafluoride SF 6 . Berbagai jenis gas yang disebutkan di atas memiliki sifat khusus yang dapat meneruskan radiasi gelombang-pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang-panjang atau radiasi-balik dari bumi yang bersifat panas, sehingga menyebabkan suhu atmosfer bumi meningkat. Menumpuknya gas-gas ini akan menimbulkan keadaan di bumi seperti keadaan di dalam rumah kaca yang selalu lebih panas dibandingkan suhu udara di luarnya. Berdasarkan pengertian inilah, gas-gas ini kemudian dikenal dengan istilah “gas rumah kaca” dan dampak yang ditimbukannya dikenal dengan istilah “efek rumah kaca”, yang menimbulkan suatu pemanasan global, sehingga terjadi masalah perubahan iklim Climate Change . 61 Emisi gas rumah kaca seperti yang dijelaskan di atas dijadikan objek perdagangan karbon dalam bentuk kredit karbon. Kredit karbon dalam hal ini secara singkat dapat dikatakan sebagai hak atas emisi gas rumah kaca. Hak ini memungkinkan suatu negara atau pihak lainnya untuk melakukan kegiatan 60 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pasal 1 butir 4 61 Dr. Marsudi Triadmojo,S.H., LL.M., Artikel berjudul Implikasi Berlakunya Protokol Kyoto 1997 Terhadap Indonesia, dimuat dalam Jurnal Hukum Internasional International Journal of International Law Volume 2, Depok: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional – Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hal.296 atau aktivitas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan jumlah kuota karbon yang diperolehnya. Dengan kata lain, semakin besar kuota karbon yang dimiliki suatu pihak, semakin besar pula haknya dalam menggunakan atau mengeluarkan emisi. Namun, sesuai Protokol Kyoto, setiap negara dan pihak-pihak tertentu lainnya dibatasi pengeluaran emisi gas rumah kacanya, oleh karenanya apabila ada negara atau pihak tertentu yang telah menggunakan bagian kuota karbonnya melebihi bagiannya yang seharusnya, maka negara atau pihak tertentu tersebut dapat membeli kuota karbon dari negara atau pihak lainnya untuk tetap bisa memenuhi target kuota karbonnya atau target pengurangan emisinya. 102

BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DAN

JEPANG TENTANG JOINT CREDITING MECHANISM 2013 UNTUK KEMITRAAN PERTUMBUHAN RENDAH KARBON

A. Gambaran Umum tentang Mekanisme Kredit Bersama antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia

Perjanjian antara Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia tentang Mekanisme Kredit Bersama Joint Crediting Mechanism JCM untuk Pertumbuhan Rendah Karbon ini merupakan salah satu bentuk perjanjian di bidang lingkungan hidup dalam rangka melawan dan mencegah dampak perubahan iklim yang terjadi. Perjanjian ini termasuk ke dalam salah mekanisme perdagangan karbon, yang sifatnya sukarela, dan dilakukan secara bilateral. Pada awalnya, ide atau inisiatif Mekanisme Kredit Bersama atau yang biasa disebut dengan Joint Crediting Mechanism JCM ini datang dari Permerintah Jepang yang mendorong organisasi-organisasi atau perusahaan-perusahaan di Jepang untuk mau berinvestasi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan rendah karbon di Indonesia melalui insentif. Aktivitas JCM meliputi berbagai lingkup sektor, beberapa diantaranya adalah sektor efisiensi energi, energi terbarukan, deforestasi dan degradasi hutan, konstruksi, penanganan dan pembuangan limbah, emisi buronan fugitive emission, industri manufaktur, dan lain sebagainya. Pemerintah Indonesia memandang bahwa pelaksanaan Mekanisme Kredit Bersama ini merupakan pilihan yang tepat untuk mendukung dan mendorong penurunan