Perkembangan Perjanjian Internasional di Bidang Lingkungan Hidup

mencegah perusakan secara lebih lanjut dengan melakukan kerjasama-kerjasama dan kesepakatan-kesepakatan, serta membuat pedoman ataupun ketentuan tentang upaya pelestarian lingkungan hidup, baik dalam skala kecil maupun luas. Kerjasama-kerjasama maupun kesepakatan-kesepakatn yang dibentuk tersebut dalam skala besar dibuat dalam bentuk perjanjanjian internasional antara negara- negara. Hasil dari kerjasama atau kesepaktan ini dapat menghasilkan suatu kesepakatan, pedoman, maupun kesatuan komitmen dalam rangka pelestarian dan pencegahan kerusakan lingkungan. Secara lanjut pengaturan lingkungan hidup dalam skala luas internasional ini dijelaskan sebagai berikut.

A. Perkembangan Perjanjian Internasional di Bidang Lingkungan Hidup

Jika melihat sejarah hukum internasional yang ada, posisi perjanjian internasional sebagai sumber dan bagian dari hukum internasional itu sendiri sebenarnya telah ada sejak dahulu kala. Keberadaan perjanjian internasional terutama dalam arti luas, sudah dikenal sejak 3000 tahun Sebelum Masehi SM. Perjanjian Internasional ini dapat ditemukan dalam Traktat antara Lagash dan Umma yang disetujui sekitar tahun 3100 SM. Traktat ini diabadikan dalam sebuah batu stele dan menggunakan bahasa Sumeriah. Traktat yang ditandatangani pada waktu itu masih sangat sederhana dan dipengaruhi oleh tata cara pada zaman itu. Berbagai perjanjian internasional yang selanjutnya semakin banyak muncul, secara umum berkembang dalam berbagai variasi dan jenis yang pada prinsipnya didasarkan pada kehendak dan persetujuan para pihak. 14 14 Andreas Pramudianto, Hukum Perjanjian Lingkungan Internaasional Implementasi Hukum Perjanjian Internasiona Bidang Lingkungan Hidup di Indonesia, Malang: Setara Press, 2014, hal.6 Apabila dilihat dari segi historisnya, perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup telah hadir dan dikenal di dalam perjanjian internasional yang bersifat umum, seperti perjanjian perbatasan. Dalam perjanjian internasional yang berupa perjanjian perbatasan seperti ini, diatur mengenai batas-batas wilayah suatu negara yang berbatasan dengan negara lainnya, baik di wilayah daratan, perairan, maupun udara. Perjanjian perbatasan yang dilakukan antar negara yang saling berbatasan tersebut, pada hakekatnya tidak hanya mengatur mengenai batasan wilayah negaranya masing-masing, melainkan juga mengatur banyak hal lainnya, seperti pembagian sumber daya atau kekayaan alam yang ada di wilayah perbatasan, ketentuan perlindunga wilayah perbatasan, dan kerjasama antar negara dalam pengembangan dan pengelolaan wilayah perbatasan. Perjanjian sejenis ini dapat ditemukan dalam perjanjian internasional bilateral dalam berbagai bentuk. Misalnya perjanjian internasional berbentuk konvensi yang ditandatangani tahun 1867 antara Perancis-Inggris yang berhubungan dengan perikanan Convention Between France and Great Britain relative to Fisheries yang kemudian disusul dengan beberapa perjanjian internasional sejenis seperti Overfishing Convention yang ditandatangani tahun 1882. Perjanjian internasional ini masih menekankan pada aspek pemanfaatan sumber daya alam hayati khususnya perikanan. Sejak timbulnya Kasus Penangkapan Anjing Laut di Perairan Behring Behring Sea Fur Case sekitar tahun 1891 telah disetujui perjanjian bilateral antara Amerika Serikat dengan Inggris. Perjanjian Internasional ini, kemudian diperluas 20 tahun kemudian dengan ditandatangani Konvensi Pelestarian dan Perlindungan Anjing Laut yang dikenal dengan nama Convention Between the United State of America, the United Kingdomof Great Britain and Northern Ireland and Russia for the Preservation and Protection of Fur Seals. 15 Kemudian sejak tahun 1900, beberapa perjanjian internasional yang penting pada saat itu, yang telah ditandatangani antara lain Convention Between the Riverine States of the Rhine Respecting Regulation Governing the Transport of Corrosive and Poisonous Subtances 1900, Convention Destinee a Assurer la Conservation des Diverses Especes Animals V ivant a L’Etat Sauvage en Afrique Qui Sont Utiles a L’Homme ou Inoffensive 1900, Convention for the Protection of Birds Useful to Agriculture 1902, Treaty Relating to the Boundary Waters and Questions Arising Along the Boundary Between the United States and Canada 1909. Perjanjian Internasional lainnya khususnya terkait kelembagaan juga telah berkembang pada masa berikutnya diantaranya adalah pembentukan Komite Konsultasi mengenai Perlindungan Alam Internasional melalui Act of Foundation a Consultative Commite for the International Protection of Nature 1913, pembentukan Organisasi Kampanye Melawan Serangga Locusts dengan ditandatanganinya Convention Regarding the Organisation of the Campaign Against Locusts 1920, pembentukan Kantor Internasional melalui International Agreement for the Creation of an International Office for Dealing with Contagious Diseases of Animals 1924. 16 Pada tahapan perkembangan hukum perjanjian internasional selanjutnya, terjadilah peningkatan perburuan ikan paus, yang dapat menyebabkan 15 Ibid, hal.7 16 Ibid berkurangnya populasi ikan paus yang ada di laut, dan bahkan dapatmengakibatkan kepunahan bagi spesies ini. Untuk mencegah hal itu, maka ditandatanganilah Convention for the Regulation of Whaling pada tahun 1911, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1937 melalui International Agreement for the Regulation of Whaling dan diperbaharui kembali melalui International Convention for the Regulation of Whaling 1946. Dalam masa sesudah Perang Dunia ke II perkembangan perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup semakin meningkat seperti ditandatangani FAO Agreement for the Estabilishment of a General Fisheries Council for the Mediteranean 1949, International Convention for the Protection of Birds 1950, FAO International Plant Protection Convention 1951 dimana Indonesia telah meratifikasi konvensi ini. Selanjutnya menyusul beberapa perjanjian internasional lainnya seperti International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil 1954, Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict 1954, FAO Plant Protection Agreement for South East Asia and Pacific Region 1956, Geneva Conventions of Law of the Sea 1958, Plant Protection Agreement 1959, ILO Convention No. 115 concerning the Protection of Workers Against Ionising Radiation 1960, OECD Convention on the Liability of Operators of Nuclear Ships 1962. Hingga menjelang diadakannya Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup Manusia United Nations Confrence on Human Enviroment di Stockholm, Swedia, tahun 1972 telah ditandatangani beberapa perjanjian penting diantaranya Convention on Civil Liability for Nuclear Damage 1963, Nuclear Test Ban Treaty 1963, Outer Space Treaty 1967, Non-Proliferation Treaty 1968, International Convention Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Oil Pollution Damage 1969, International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969, Benelux Convention on the Hunting and Protection of Birds 1970, Ramsar Convention 1971, ILO Benzene Convention 1971, Oil Pollution Fund Convention 1971, OSLO Convention 1972, Biological and Toxic Weapons Convention 1972, dan Antaric Seals Convention 1972. 17 Sebagai bentuk upaya kesadaran global dalam memperjuangkan aspek lingkungan disamping aspek ekonomi dan pembangunan, maka pada tahun 1972, di Stockholm, Swedia, diadakanlah suatu konferensi yang membahas tentang masalah lingkungan. Konferensi yang ini diprakarsai oleh negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum PBB ini kemudian dukenal dengan nama Konferensi Stockholm 1972. Konferensi ini menghasilkan resolusi-resolusi dan dokumen- dokumen penting, beberapa diantaranya adalah Deklarasi Stockholm Stockholm Declaration on Human Enviroment, Action Plan and 109 Recommendation, dan usulan pembentukan sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama United Nation Enviromental Programme UNEP. Selain itu, dalam konferensi ini juga juga berkembang konsep eco developement atau pembangunan berwawasan lingkungan ekologi. Dengan lahirnya Deklarasi Stockholm dan dibentuknya UNEP, kerjasama internasional di bidang lingkungan hidup pun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari munculnya perjanjian-perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup setelahnya, seperti Convention for the Protection of the World Cultural and Natural Heritage yang disepakati dan ditandatangani oleh negara-negara anggota 17 Ibid, hal.8 UNESCO. Beberapa perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup yang disepakati selanjutnya adalah London Dumping Convention 1972, Convention International Trade in Endangered Species Wild of Fauna and FloralCITIES 1973, Marine Pollution Convention 1973, Polar Bears Agreement 1973, Nordic Enviromental Convention 1974, Paris Land-Based Sources Convention 1974, SOLAS 1974, dan beberapa konvensi lainnya. UNEP ikut mendukung beberapa perjanjian internasional diatas dan mulai memerankan peranan penting dengan mendorong terbentuknya model kesepakatan internasional yang dikenal sebagai soft law and hard law approaches. Beberapa perjanjian internasional hard law yang dibentuk badan ini diantaranya melalui program laut UNEP atau UNEP Regional Seas Programme seperti Barcelona Convention 1976, Aipa Convention 1976, Kuwait Convention 1978, Abidjan Convention 1981, Lima Convention 1981, Jedah Convention 1982, Cartagena Convention 1983. Beberapa perjanjian internasional lainnya yang berada diluar program laut UNEP diantaranya Convention on the Conservation of Migratory Species of Wild Animals 1979, Convention on the Protection of the Ozone Layer 1985, Montreal Protocol 1987, Convention on the Control of Transboundary Movement of Hazardous Wastes and Their Disposal 1989. Hingga menjelang diadakannya KTT Bumi 1992, UNEP juga telah mempersiapkan tiga perjanjian internasional diantaranya Konvensi Melawan Penggurunan Combat Desertification ConventionUNCCD, Konvensi Perubahan Iklim Climate Change ConventionUNFCCC, dan Konvensi Keanekaragaman Hayati Biological Diversity ConventionUNCBD. 18 18 Ibid, hal.9 Kemudian, dalam rangka mempertegas kerja UNEP sebagai penggerak pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup, maka pada tahun 1983, Majelis Umum PBB membentuk sebuah badan lain di bidang lingkungan hidup, yaitu the World Commission on Enviroment and Development WCED, dengan tugas merumuskan Agenda Global untuk Perubahan A global agenda for change. Melalui laporannya “our common future” atau lebih dikenal dengan Laporan Brundtland Brundtland Report yang dirilis tahun 1987, WCED merumuskan artidefenisi pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Melalui laporan ini, WCED juga menegaskan bahwa lingkungan dan pembangunan merupakam dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain: lingkungan adalah tempat di mana kita semua hidup; dan di sisi lain pembangunan adalah sesuatu yang kita lakukan sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki keadaan dan tingkat kehidupan kita di dalam tempat yang kita tinggali tersebut. Untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi Laporan Komisi Brutland, Majelis Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan Konferensi di Rio de Jeneiro, Brasil, 1992. Konferensi ini dihadiri oleh 178 utusan negara, 115 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, 1400 orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat. Karena peserta Konferensi Rio mewakili berbagai kepentingan dan negara dunia, maka konferensi itu juga disebut Earth Summit. Konferensi Rio atau Earth Summit menghasilkan kesepakatan berikut: a. Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan. b. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati the Biodiversity Convention. c. Konvensi tentang Perubahan Iklim the Climate Change Convention. d. Agenda 21, sebuah dokumen berjumlah 800 halaman, yang berisi “cetak biru” pembangunan berkelanjutan di abad ke-21. e. Prinsip-prinsip pengolahan hutan yang tidak mengikat. f. Pengembangan lebih lanjut instrumen-instrumen hukum dari Konvensi tentang Desertifikasi, Konvensi Pencemaran Laut yang Bersumber dari Daratan. g. Perjanjian untuk membentuk Komisi tentang Pembangunan Berkelanjutan yang tugasnya memantau pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan Rio dan Agenda 21. 19

B. Ruang Lingkup Perjanjian Internasional di Bidang Lingkungan Hidup