I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bekantan Nasalis larvatus adalah salah satu jenis primata yang terdapat di Indonesia merupakan primata endemik dari pulau Kalimantan yang dilindungi
oleh undang-undang undang-undang No. 5 tahun 1990 dan ordonansi perlindungan binatang-binatang liar No.266 tahun 1931. Jenis satwa primata ini
perlu diprioritaskan untuk diteliti ekologi makannya karena jenis ini tergolong langka dan endemik, dengan habitat terbatas pada hutan di sekitar sungai, hutan
bakau dan rawa gambut yang sebagian telah terancam oleh berbagai aktivitas manusia. Di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah merupakan
salah satu habitat bagi bekantan yang berupa hutan rawa gambut yang terdapat di sepanjang sungai.
Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting pada awalnya adalah kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting yang merupakan gabungan dari Cagar Alam
Sampit dan Suaka Margasatwa Kotawaringin. Status kawasan suaka margasatwa ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1936-1937 dengan luas
sebesar 305.000 ha yang berfungsi untuk perlindungan satwaliar jenis primata yaitu orangutan Pongo pygmaeus dan bekantan Nasalis larvatus. Pada tanggal
12 Mei 1984 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 096kpts-II84 kawasan suaka alam ini ditetapkan menjadi kawasan taman nasional. Berdasarkan Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 45kptsIV-Sek84 tanggal 11 Desember 1984 wilayah kerja Taman Nasional
Tanjung Puting ditetapkan meliputi areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas kawasan 300.040 ha.
Pada tanggal 22 Februari 2008, di areal research Pondok Ambung yang merupakan salah satu bagian dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting
terjadi kebakaran yang mengakibatkan kurang lebih 5,6 ha hutan terbakar. Jarak areal hutan yang terbakar dari pinggir sungai 70 m. Kebakaran ini mengakibatkan
habitat bekantan mengalami gangguan. Kerusakan habitat bekantan di Taman Nasional Tanjung Puting dikarenakan adanya pembukaan lahan oleh masyarakat
sekitar taman nasional dengan cara membakar hutan, adanya kegiatan penambangan emas dan puya serta penebangan hutan.
Kerusakan-kerusakan tersebut mengakibatkan populasi bekantan dapat menurun sepanjang tahunnya, karena bekantan kurang toleran terhadap kerusakan
habitat Wilson dan Wilson, 1975; Yeager, 1992. Dengan demikian perlu upaya pelestarian populasi bekantan dan ekosistem hutan rawa gambut serta hutan rawa
disekitar sungai. Dalam program pelestarian bekantan tersebut diperlukan informasi tentang keanekaragaman jenis pakan yang dimakan bekantan. Sumber
pakan primata dalam habitat merupakan salah satu faktor ekologis yang sangat menentukan terhadap kelestarian populasi primata. Kualitas dan kuantitas pakan
dapat berpengaruh pada perilaku, organisasi sosial primata dan perilaku pergerakan primata Jolly, 1972. Karena sumber pakan merupakan faktor
ekologis yang sangat menentukan terhadap kelestarian populasi bekantan, maka diperlukan penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis tumbuhan pakan
bekantan Nasalis larvatus khususnya di Taman Nasional Tanjung Puting, Provinsi Kalimantan Tengah.
1.2 Tujuan Penelitian