Tanah Topografi Kondisi Fisik Taman Nasional Tanjung Puting .1 Geologi

4.2 Kondisi Fisik Taman Nasional Tanjung Puting 4.2.1 Geologi Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah berawa-rawa dataran pantai Kalimantan, secara relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai. Sebagian besar sedimen tanahlumpur adalah alluvial muda. Dataran pantai merupakan bagian dari dataran atau dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah jaman es Pleistocene dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari formasi pre-tertiary dan teriary dari Kalimantan Tengah. Bagian Utara kawasan taman nasional yang mencuat beberapa meter di atas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi sandstone tertiary. Erosi lebih lanjut dari pegunungan dan tertahannya atau menggenangnya air di daerah pantai telah menyebabkan berlangsungnya proses pembentukan rawa-rawa dan kurang lebih 8.000-12.000 tahun yang lalu permukaan air laut naik mencapai ketinggian permukaan seperti yang ada saat ini serta kemungkinan malah lebih tinggi beberapa meter. Tepian sungai yang tinggi serta bukit-bukit pasir telah menahan aliran-aliran sungai dan sedimentasi lumpur serta lumpur laut telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan meluasnya daratan dari dataran pantai Kalimantan. Di Tanjung Puting sendiri terlihat adanya pertumbuhan perluasan daerah pantai, dan dari perbandingan yang terlihat antara foto udara tahun 1949 dengan foto udara serta citra satelit saat ini tampak perbedaan yang nyata pada arah tanjung serta posisi garis pantai.

4.2.2 Tanah

Pada umumnya tanah di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting adalah miskin kurang subur, tercuci berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah sekitar anak- anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan top soil yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan sub soil yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan. Di rawa-rawa daerah pedalaman daerah hulu, tanah memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering dry land forest, meskipun banyak diantaranya telah digarap atau ditanami, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi, bahkan kadang-kadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci habis- habisan sebagai akibat perubahan besi ke senyawa-senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah di Kalimantan adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer.

4.2.3 Topografi

Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan. Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir antara sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan dan sebagian berlumpur mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal. Di Tanjung Puting sendiri terjadi pendangkalan pasir dan lumpur setiap tahun dan bergerak ke arah Selatan dan Barat. Beberapa daerah pantai dengan gundukan-gundukan pasir terdapat di sekitar muara Sungai Perlu.

4.2.4 Hidrologi